Sabtu, 07 Maret 2020

3 Kaum Cerdik Pandai yang Dimusnahkan Allah

3 Kaum Cerdik Pandai yang Dimusnahkan Allah
 
Bencana dasyat yang menghancurkan (foto:Istimewa)
RIWAYAT Nabi dalam kitab suci Alquran banyak memberikan pelajaran berharga bagi umat Muslim. Banyak hikmah yang bisa dipetik dari berbagai riwayat itu. Di antaranya adalah riwayat dimusnahkannya tiga kaum cerdik pandai.

Bukti pernah adanya kaum cerdik pandai itu, saat ini bisa dilihat di wilayah Yordania yang berada di utara Arab Saudi. Di sana, anda dapat menemukan sebuah lembah yang bernama Lembah Rum atau Lembah Petra.

Di daerah ini, berbagai peninggalan purbakala berada. Mulai dari bangunan-bangunan indah dan besar seperti istana kekaisaran Romawi yang terbuat dari bukit-bukit batu cadas dengan cara dipahat.



Kendati bangunan itu sudah berdiri sejak ribuan tahun lalu, namun teknologi yang digunakannya untuk mendirikan bangunan itu hingga kini masih belum ada yang bisa menandingi. Inilah salah satu bukti kepintaran kaum itu.

1. Kaum Tsamud


Kaum pertama yang dimusnahkan oleh Allah SWT adalah kaum Tsamud. Kaum ini hidup di zaman Nabi Shaleh. Dalam Surat Al Araaf ayat 73-74 disebutkan, bahwa kaum Tsamud dimusnahkan karena mengingkari nikmat Allah dan tidak mau menyembah-Nya.

“Hai kaumku, sembahlah Allah, tidak ada Ilah bagi kalian selain-Nya... Kalian dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kalian pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah," demikian surat itu.

Kaum Tsamud adalah salah satu kaum cerdik pandai yang memiliki keahlian dalam membangun atau arsitek. Bangunan-bangunan indah di Yordania itulah bukti pernah adanya kaum Tsamud ini.

Bagaimana kaum Tsamud dimusnahkan? Disebutkan bahwa kaum Tsamud mengingkari ajaran Nabi Shaleh yang diberikan mukzijat seekor unta betina yang dikeluarkan dari celah batu dengan izin Allah sebagai kebesaran kepada kaum Tsamud.


Namun bukannya menerima ajaran Nabi Shaleh, mereka malah menistakannya. Bahkan, mukzijat unta betina yang diberikan kepada Nabi Shaleh disembelih. Hal ini membuat Allah murka dan mengirimkan bencana dasyat kepada mereka semua.

"Mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan," ungkap Surat Al Araaf Ayat 78. Ditambahkan Surat Fushilat Ayat 17, "mereka disambar petir yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan".

Kendati dilanda gempa dasyat dan petir yang menggelegar hebat hingga memusnahkan seluruh kaum Tsamud, namun bangunan hasil karya mereka tetap dibiarkan utuh oleh Allah sebagaui bukti pernah adanya kaum itu.

2. Kaum Aad


Kaum cerdik pandai kedua yang dimusnahkan Allah, karena menistakan Nabi dan menolak untuk menyembah Tuhan selain Allah adalah kaum Aad. Kaum Ad menyembah matahari dari puncak piramida Mesir dan percaya pada keabadian jiwa.

Kaum Aad dipimpin oleh seorang Raja bernama Adites yang memiliki tubuh sangat besar dan membawa pengaruh juga sangat besar terhadap peradaban terdahulu. Dia disebut juga dengan Shedd Ad Ben Ad atau Shed Ad bin Ad.

Konon katanya, dia adalah penduduk pertama negara Arab yang dikenal dengan sebutan Adites atau Kaum Aad cucu Ham. Adites mungkin adalah manusia Atlantis atau Ad-lantis yang membuat sebuah istana dan ingin membangun taman Eden.

Keahlian Kaum Aad yang paling terkenal adalah di bidang arsitek dan pembangun. Orang-orang Arab menyebut sisa reruntuhan situs yang mereka bangun sebagai bangunan Adites.


Salah satu sisa peninggalan bangunan Kaum Aad adalah piramida Mesir. Bangunan ini memiliki serambi bertiang dengan kolom berselubung berhiaskan emas dan perak. Pada ornamen dan kerangka pintu diletakkan piring emas dengan batu mulia.

Dalam Alquran disebutkan kiasan bahwa Kaum Aad mendirikan bangunan di tempat-tempat yang tinggi yang penggunaannya sia-sia. Mereka juga menyembah berhala dan meyakini ajaran Sabaeism atau Dewa-dewa Bintang.

Selain memiliki kemajuan material yang luar biasa, mereka juga bersekutu dengan kebejatan moral yang besar dan ritual cabul. Bangsa Adites kemudian dimusnahkan melalui banjir besar saat banjir besar Nabi Nuh. Kaum ini hidup di zaman Nabi Hud.

Namun begitu, keturunan Kaum Aad masih tersisa dan lolos dari banjir besar Nabi Nuh. Mereka lalu mendirikan pusat kekuasaan selanjutnya di Sheba, dan bertahan selama seribu tahun.

3. Kaum Madyan


Kaum Madyan adalah sebutan untuk penduduk Negeri Madyan. Para penduduk negeri ini hidup di zaman Nabi Syuaib. Mereka tidak mempercayai Allah, menyembah hutan dan Aikah atau padang Pasir yang ditumbuhi pohon dan tanaman.

Saat Nabi Syuaib diturunkan, penduduk Negeri Madyan sudah sangat sesat. Mereka hidup dalam maksiat yang sangat parah, kebiasaan buruk mereka yang sangat jahat adalah mengurangi takaran atau timbangan dalam berdagang.

Praktik curang atau korupsi yang dikenal pada saat ini, masih terus berlangsung sejak dimulai oleh Kaum Madyan. Saat tengah dilanda kemaksiatan itu, Nabi Syuaib mengajak Kaum Madyan untuk menyembah Allah dan menjauhi kezaliman.


Namun, imbauan Nabi Syuaib hanya dianggap angin lalu. Bahkan, para pengikut Kaum Madyan yang tidak mau mengikuti ajaran Nabi Syuaib suka menghalang-halangi para pengikut Nabi Syuaib yang beriman.

Bahkan banyak dari mereka yang dipaksa dengan kekerasan untuk meninggalkan ajaran Nabi Syuaib. Walau demikian, Nabi Syuaib tetap sabar dan terus melaksanakan dakwahnya hingga membuat Kaum Madyan jengkel dan ingin membunuhnya.

Nabi Syuaib dan pengikutnya lalu hijrah meninggalkan Negeri Madyan menuju Aikah. Di negeri baru ini, Nabi Syuaib dan pengikutnya juga mendapatkan serangan dari penduduk Negeri Aikah yang menolak ajakan Nabi Syuaib menyembah Allah.

Mereka bahkan menantang agar Nabi Syuaib mendatangkan azab yang dijanjikan Allah. Tantangan itu langsung disambut dengan serangan udara yang sangat panas, sehingga seluruh penduduk keluar dari rumahnya masing-masing untuk mencari udara segar.


Tetapi di manapun mereka berada, udara telah berubah menjadi panas hingga menyesakkan dada dan nafas mereka. Udara panas ini pernah melanda kawasan Amerika hingga mengakibatkan ratusan jiwa melayang, dan kini kawasan Asia.

Saat seluruh warga kebingungan, tiba-tiba nampak awan hitam menaungi kawasan lembah. Mereka gembira, dikira awan itu akan mendatangkan hujan, hawa sejuk yang mereka rindukan akan segera terhirup. Namun angan-angan itu buyar berantakan.

Awan hitam yang dianggap hujan malah mendatanglah angin kencang dan membuat mereka terhempas dan terlempar. Dari awan hitam pekat itu lalu keluar petir yang saling bersahutan dan binasa lah kaum yang durhaka itu.


Tidak ada satupun dari mereka yang tersisa. Hanya Nabi Syuaib dengan para pengikutnya saja lah yang bisa selamat, karena mendapat rahmat dan perlindungan dari Allah SWT. Demikian riwayat Kaum Madyan ini berakhir.

Selain ketiga kaum cerdik pandai yang telah dimusnahkan itu, masih ada sejumlah kaum cerdik pandai lainnya yang juga ingkar dan tidak mau menyembah Allah. Semoga ulasan singkat ini dapat menambah ketakwaan kita terhadap Allah SWT.

Sabtu, 22 Februari 2020

Kisah Kehancuran Kaum 'Aad

"Aad" adalah nama bapa suatu suku yang hidup di jazirah Arab di suatu tempat bernama "Al-Ahqaf" terletak di utara Hadramaut antara Yaman dan Umman dan termasuk suku yang tertua sesudah kaum Nabi Nuh serta terkenal dengan kekuatan jasmani dalam bentuk tubuh-tubuh yang besar dan sasa. Mereka dikurniai oleh Allah s.w.t. tanah yang subur dengan sumber-sumber airnya yang mengalir dari segala penjuru sehinggakan memudahkan mereka bercucuk tanam untuk bahan makanan mereka dan memperindah tempat tinggal mereka dengan kebun-kebun bunga yang indah-indah. Berkat kurnia Allah s.w.t. itu mereka hidup menjadi makmur, sejahtera dan bahagia serta dalam waktu yang singkat mereka berkembang biak dan menjadi suku yang terbesar diantara suku-suku yang hidup di sekelilingnya.
Sebagaimana dengan kaum Nabi Nuh kaum Hud ialah suku Aad ini adalah penghidupan rohaninya tidak mengenal Allah Yang Maha Kuasa Pencipta alam semesta. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama " Shamud" dan " Alhattar" dan itu yang disembah sebagai tuhan mereka yang menurut kepercayaan mereka dapat memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Ajaran dan agama Nabi Idris dan Nabi Nuh sudah tidak berbekas dalam hati, jiwa serta cara hidup mereka sehari-hari. Kenikmatan hidup yang mereka sedang tenggelam di dalamnya berkat tanah yang subur dan menghasilkan yang melimpah ruah menurut anggapan mereka adalah kurniaan dan pemberian kedua berhala mereka yang mereka sembah. Kerananya mereka tidak putus-putus sujud kepada kedua berhala itu mensyukurinya sambil memohon perlindungannya dari segala bahaya dan mushibah berupa penyakit atau kekeringan.
Sebagai akibat dan buah dari aqidah yang sesat itu pergaulan hidup mereka menjadi dikuasai oleh tuntutan dan pimpinan Iblis laknatullah, di mana nilai-nilai moral dan akhlak tidak menjadi dasar penimbangan atau kelakuan dan tindak-tanduk seseorang tetapi kebendaan dan kekuatan lahiriahlah yang menonjol sehingga timbul kerusuhan dan tindakan sewenang-wenang di dalam masyarakat di mana yang kuat menindas yang lemah yang besar memperkosa yang kecil dan yang berkuasa memeras yang di bawahnya. Sifat-sifat sombong, congkak, iri-hati, dengki, hasut dan benci-membenci yang didorong oleh hawa nafsu merajalela dan menguasai penghidupan mereka sehingga tidak memberi tempat kepada sifat-sifat belas kasihan, sayang menyayang, jujur, amanat dan rendah hati. Demikianlah gambaran masyarakat suku Aad tatkala Allah s.w.t. mengutuskan Nabi Hud sebagai nabi dan rasul kepada mereka.
 ‎
Beliau bernama Hud bin Syalakh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh ‘Alaihimussalam. Dikatakan juga bahwa beliau adalah Abir bin Syalakh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh. Atau ada juga yang menyebut beliau dengan Hud bin ‘Abdullah bin Rabbah bin Al-Jarud bin ‘Aad bin Aus bin Irm bin Sam bin Nuh. Demikianlah yang disebutkan oleh Ibnu Jarir. [Tarikh Ath-Thabari 1/133].
Kaum ‘Aad merupakan bangsa Arab yang menempati Al-Ahqaf yaitu bukit-bukit pasir. Tempat itu terletak di Yaman dari Amman dan Hadhramaut di sebuah tempat yang dekat dengan laut, disebut juga Asy-Syahr. Nama lembahnya adalah Mughits, kaum ‘Aad lebih banyak tinggal di perkemahan yang memiliki pasak tiang-tiang yang besar dan tinggi sebagaimana firman Allah Ta’ala :

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum Ad? (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. [QS Al-Fajr : 6-7]
Maksudnya adalah kaum ‘Aad Iram. Kaum ini adalah kaum ‘Aad yang pertama, sedangkan kaum ‘Aad yang kedua maka mereka adalah yang terakhir. Kaum ‘Aad hidup berkelompok-kelompok seperti qabilah dan mereka mempunyai keahlian membangun bangunan yang tinggi-tinggi seperti baru saja disebutkan dalam firman Allah Ta’ala. Sebagian ulama dan ahli sejarah mengatakan Nabi Hud ‘Alaihissalam adalah orang pertama yang berbicara dengan bahasa Arab. Wahb bin Munabbih menyebutkan bahwa ayahnya Nabi Hud yang pertama kali berbicara dengan bahasa Arab. Sebagian mereka berkata bahwa Nuh-lah yang pertama kali berbicara dengan bahasa Arab, sementara yang lainnya berkata bahwa ia adalah Adam. Allahu a’lam.
Diriwayatkan bahwa bangsa Arab sebelum Isma’il adalah bangsa Arab Aribah, mereka merupakan suatu kabilah yang banyak, diantara mereka adalah ‘Aad, Tsamud, Jurhum, Thasm, Jadis, Umaim, Madyan, Imlaq, Abil, Jasim, Qaththan dan lainnya. Dalam Shahih Ibnu Hibban, diriwayatkan dari sahabat Abu Dzar -radhiyallahu ‘anhu- dalam sebuah hadits yang panjang setelah menyebutkan kisah para Nabi dan Rasul, Rasulullah bersabda, “…Dari mereka terdapat 4 orang Arab yaitu Hud, Shalih, Syu’aib dan Nabimu wahai Abu Dzar.” [Shahih Ibnu Hibban (361)].
Nabi Hud ‘Alaihissalam Diutus Allah kepada Kaum ‘Aad
Kaum ‘Aad adalah kaum yang durhaka kepada Allah Ta’ala dengan menjadi kaum yang pertama kali menyembah berhala setelah peristiwa banjir besar dan luluh lantaknya umat manusia yang kafir. Berhala mereka ada tiga yaitu Shad, Shamuda, Hara. Oleh karena itu, Allah Ta’ala utus saudara mereka, Hud ‘Alaihissalam untuk mengembalikan mereka kepada aqidah tauhid yang bersih dari syirik. Allah Ta’ala berfirman :
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلا تَتَّقُونَ

Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” [QS Al-A’raaf : 65].
Mereka adalah bangsa Arab yang keras tabiat, kafir, angkuh dan menyembah berhala. Kemudian Nabi Hud menyeru mereka untuk kembali ke jalan Allah Azza wa Jalla, mengesakanNya dengan melaksanakan ibadah secara ikhlas kepadaNya, namun mereka mendustakan beliau, menentangnya dan mengejeknya. Allah Ta’ala berfirman :

قَالَ الْمَلأ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ

Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami benar-benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang-orang yang berdusta”. [QS Al-A’raaf : 66]. 
Maksudnya adalah perkara yang beliau serukan kepada kaumnya untuk diikuti adalah sebuah kedustaan terhadap kegiatan penyembahan berhala yang telah berlangsung ini yang mana kaum yang durhaka tersebut mengharapkan kemenangan, rizki hanya dari berhala-berhala tersebut.
Nabi Hud berkata, seperti difirmankan Allah Ta’ala :

قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي سَفَاهَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنَا لَكُمْ نَاصِحٌ أَمِينٌ

Hud berkata: “Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikit pun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanah Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu”. [QS Al-A’raaf : 67-68]. 
Maksudnya adalah perkara ini bukan kedustaan seperti yang dikira kaumnya beliau. Nabi Hud telah berusaha menyampaikan dengan bahasa yang lugas, fasih dan sederhana. Ini merupakan berkah dan nasehat bagi kaumnya dan kasih sayang beliau kepada mereka serta beliau sangat ingin kaumnya menuju jalan hidayah. Beliau tidak pernah meminta upah atau balasan tetapi beliau melaksanakan dakwahnya dengan penuh keikhlasan demi mencari ridha Allah.
Kaum ‘Aad berkata kepada Nabi Hud :

قَالُوا يَا هُودُ مَا جِئْتَنَا بِبَيِّنَةٍ وَمَا نَحْنُ بِتَارِكِي آلِهَتِنَا عَنْ قَوْلِكَ وَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ إِنْ نَقُولُ إِلا اعْتَرَاكَ بَعْضُ آلِهَتِنَا بِسُوءٍ قَالَ إِنِّي أُشْهِدُ اللَّهَ وَاشْهَدُوا أَنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ مِن دُونِهِ فَكِيدُونِي جَمِيعًا ثُمَّ لاَ تُنظِرُونِ

“Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” Hud menjawab, “Sesungguhnya aku jadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan, dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.” [QS Hud : 53-55]
Ini merupakan tantangan balik dari Nabi Hud untuk kaumnya dan pernyataan bara’ (berlepas diri) dari sesembahan mereka, dan menjelaskan kepada kaumnya bahwa sesembahan mereka tidak dapat memberikan manfaat dan mudharat, mereka adalah benda-benda mati yang tak berdaya apa-apa.
Dan Nabi Hud berkata, seperti dalam firman Allah :

إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” [QS Hud : 56]
Ini adalah bukti yang kuat bahwa Nabi Hud adalah hamba dan utusan Allah yang diutus untuk menyampaikan kalimat haq, namun kaumnya tetap dalam kebodohan dan kesesatan, mereka tidak mau mengakui Allah sebagai Tuhan mereka sekeras apapun usaha Nabiyullah Hud ‘Alaihissalam untuk menyadarkan mereka.
Kaum ‘Aad Meminta Disegerakan Adzab
Akhirnya apa yang terjadi pada kaum Nuh pun berulang pada kaum ‘Aad, mereka meminta disegerakan adzab karena mereka mendustakan bahwa Nabi Hud adalah utusan Allah, mereka tidak mempercayai bahwa adzab itu adalah haq karena mereka tidak beriman kepada Allah. Mereka menyangka Nabi Hud adalah seorang pendusta padahal sebaliknya, merekalah yang pendusta. Mereka berkata, seperti difirmankan Allah :

قَالُوا أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ

Mereka berkata: “Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. [QS Al-A’raaf : 70]
Mereka juga berkata :

قَالُوا سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَوَعَظْتَ أَمْ لَمْ تَكُنْ مِنَ الْوَاعِظِينَ إِنْ هَذَا إِلا خُلُقُ الأوَّلِينَ وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ

Mereka menjawab: “Adalah sama saja bagi kami, apakah kamu memberi nasihat atau tidak memberi nasihat, (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu, dan kami sekali-kali tidak akan di “azab”. [QS Asy-Syu’ara : 136-138]
Nabi Hud sedih mendengar perkataan kaumnya yang bodoh. Nabi Hud berdo’a kepada Allah :

قَالَ رَبِّ انْصُرْنِي بِمَا كَذَّبُونِ قَالَ عَمَّا قَلِيلٍ لَيُصْبِحُنَّ نَادِمِينَ فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ بِالْحَقِّ فَجَعَلْنَاهُمْ غُثَاءً فَبُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakanku.” Allah berfirman: “Dalam sedikit waktu lagi pasti mereka akan menjadi orang-orang yang menyesal.” Maka dimusnahkanlah mereka oleh suara yang mengguntur dengan hak dan Kami jadikan mereka (sebagai) sampah banjir maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang lalim itu. [QS Al-Mu’minuun : 39-41]
Ibnu Katsir berkata, Para ahli tafsir menyebutkan bahwa ketika kaum ‘Aad meminta disegerakan adzab, Allah Ta’ala memulai dengan menahan hujan selama 3 tahun, kemudian mereka meminta jalan keluar kepada Allah di Bait dan Haram mereka yang mana tempat itu terkenal di kalangan penduduk zaman itu. Di dalamnya terdapat bangsa Amaliq keturunan dari Imlaq bin Lawadz bin Sam bin Nuh, pemimpin mereka kala itu adalah Mu’awiyyah bin Bakr, ibunya berasal dari kaum ‘Aad, namanya Jalhadah binti Al-Khaibari. Kaum ‘Aad mengutus delegasi berjumlah sekitar 70 orang untuk mengambil air. Kemudian mereka melewati Mu’awiyyah di daerah Makkah, lalu mereka singgah selama sebulan di tempatnya untuk meminum khamr dan memberikannya pada Mu’awiyyah.
Setelah selesai mengunjungi Mu’awiyyah, maka mereka segera beranjak ke Al-Haram dan berdoa untuk kaumnya. Kemudian salah seorang pemuka agama yang bernama Qail bin Anaz berdo’a untuk mereka. Maka Allah mengirimkan 3 awan yaitu putih, merah, hitam kemudian mereka diseru dari langit, “Pilihlah untukmu dan kaummu dari awan ini. Qail menjawab, “Aku memilih yang berwarna hitam.” Qail menyangka bahwa awan hitam adalah awan yang membawa hujan untuk mereka.
Kemudian Allah mengirimkan awan hitam yang telah dipilih Qail kepada kaum ‘Aad, hingga awan itu keluar di sebuah lembah yang dinamakan Al-Mughits. Penduduk kaum ‘Aad melihatnya dan mereka bergembira ria, mereka berkata, “Inilah hujan untuk kami!”. Allah Ta’ala berfirman :

فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لا يُرَى إِلا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ

Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. (Bukan)! bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa. [QS Al-Ahqaf : 24-25]
Orang pertama dari kaum ‘Aad yang melihat kalau awan itu adalah angin yang menghancurkan adalah seorang wanita bernama Mahd. Ketika dia melihatnya, dia pun berteriak dan jatuh pingsan. Ketika siuman, kaumnya bertanya padanya, “Apa yang kau lihat wahai Mahd?” Dia menjawab, “Aku melihat awan hitam bagai meteor dari neraka, di depannya ada seorang lelaki yang menuntunnya!”
Lalu Allah Ta’ala menggerakkan awan hitam tersebut 7 hari berturut-turut mengepung mereka. Tidak ada seorangpun yang dibiarkan hidup di dalam desa kaum ‘Aad, sementara Nabiyullah Hud ‘Alaihissalam dan orang-orang yang telah beriman terlebih dahulu sudah pergi dari kaumnya, mengasingkan diri dan menghindar dari adzab dan siksa Allah yang pedih.
Kisah serupa diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya [no. 15524 dengan sanad hasan] dari hadits Al-Harits bin Yazid Al-Bakri mengenai seorang wanita tua dari Bani Tamim.
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas serta lebih dari satu imam para tabi’in berkata, Angin tersebut dingin dan sangat kencang. [Jami’ul Bayan Ath-Thabari 24/102]
Firman Allah Ta’ala :

وَأَمَّا عَادٌ فَأُهْلِكُوا بِرِيحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُومًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيهَا صَرْعَى كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ

Adapun kaum Ad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). [QS Al-Haqqah : 6-7].
Allah menyerupakan kaum itu dengan tunggul pohon kurma yang tidak memiliki kepala karena angin waktu itu mendatangi mereka dan mengangkat mereka ke atas dengan kencangnya lalu memutar kepala-kepala mereka hingga putus dan yang tersisa hanya jasad tanpa kepala. Beberapa dari mereka ada yang mengungsi ke gua-gua dan gunung-gunung karena rumah-rumah mereka telah hancur. Kemudian Allah mengutus angin Al-Aqim, yaitu angin panas yang disertai nyala api di belakangnya. Kaum ‘Aad yang tersisa menyangka angin inilah yang akan menyelamatkan mereka. Padahal angin ini justru mengumpulkan mereka semua dalam pusaran hawa dingin dan panas yang sangat membinasakan. Inilah adzab angin terdahsyat dalam sejarah yang pernah terjadi di muka bumi disertai dengan teriakan-teriakan yang amat memilukan dari kaum ‘Aad. Inilah adzab yang mereka meminta-minta untuk disegerakan kedatangannya. Na’udzubillahi min dzaalik.
Riwayat menyebutkan bahwa Nabi Hud dimakamkan di negeri Yaman, ini dari riwayat ‘Ali bin Abi Thalib. Riwayat lain menyebutkan kuburannya berada di Damaskus, di masjidnya terdapat tempat yang banyak dikira orang-orang bahwa itu merupakan makam Nabi Hud ‘Alahissalam.
Telah selesai pengungkapan terhadap penemuan kota Iram Dzatul ‘Imad (pemilik tiang-tiang) sekitar tahun 1998 Masehi di daerah Syasher di padang pasir Zhafar. Dan jarak penemuan itu sekitar 150 Km sebelah utara kota Shoalalah dan 80 Km dari kota Tsamrit. Telah disebutkan kota Iram dan penduduknya, kaum ‘Aad di banyak tempat dalam al-Qur’an, sebagaimana firman Allah,

إرم ذات العماد‏*‏ التي لم يخلق مثلها في البلاد‏*‏‏  ‏الفجر‏ : 8 -7

”(yaitu) Penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain.” QS. Al-Fajr: 7-8)
Dan itu adalah negerinya ‘Aad kaum Nabi Hud ’alaihissalam yang telah Allah binasakan dengan angin yang sangat dingin dan kencang, dan saya yakin anda semua mengetahui kisahnya yang disebutkan dalam al-Qur’an. Dan datang penyebutan kaum ‘Aad dan negerinya, Iram di dua surat dalam al-Qur’an, salah satunya dengan nama Nabi mereka yaitu Hud’alaihissalam, dan yang kedua dengan nama tempat tinggal mereka yaitu al-Ahqaaf, dan di dalam puluhan ayat al-Qur’an yang terdapat dalam 18 surat dalam al-Qur’an. Dan penyebutan kaum ‘Aad dalam al-Qur’an terhitung sebagai pemberitaan paling banyak dibandingkan dengan pemberitaan tentang ummat-ummat yang lain yang dibinasakan , sebagai bentuk keajaiban dalam al-Qur’an. Hal itu karena kaum ini (‘Aad) telah dibinasakan secara total dengan angin berpasir yang tidak sewajarnya. Pasir-pasir itu mengubur dan menutup peninggalan-peninggalan mereka, hingga tersembunyi (tertutup) semua peninggalan mereka dari muka Bumi.
Dan hal itu menyebabkan sebagian besar arkeolog dan ahli sejarah mengingkari dan tidak membenarkan adanya kaum ‘Aad pada zaman dahulu, dan mereka (arkeolog dan ahli sejarah) menganggap penyebutan tentang mereka (kaum ‘Aad) dalam al-Qur’an sebagai kisah-kisah simbolik (yang tidak ada kenyataanya) untuk diambil pelajaran dan pengalaman. Bahkan lebih parah lagi sebagian penulis buku menganggap mereka (kaum ‘Aad) sebagai dongeng yang tidak ada sama sekali kenyataannya dalam sejarah.
Kemudian munculah penelitian-penelitian arkeolog pada tahum 80-an atau 90-an di abad ke-20 dengan penelitian tentang negeri Iram di padang pasir ar-Rub’u al-Khali di Zhaafar 150 Km sebelah utara kota Shalabah, selatan kerajaan Oman. Dan penemuan meraka membuktikan kebenaran al-Qur’an dalam semua yang diberitakan di dalamnya tentang kaum ‘Aad.
Berangkat dari hal tersebut maka pembahasan hal ini di sini hanya mencukupkan diri pada penemuan arkeologi di atas dan pada apa yang dicatat dalam al-Qur’an surat al-Fajr ayat 6-8 semenjak 1400 tahun yang lalu. Dan seandainya al-Qur’an menunjukkan pada sesuatu, maka hal itu tidak lain hanyalah menunjukkan hakekat yang sebenarnya bahwa al-Qur’an adalah benar-benar firman Allah Sang Pencipta. Dialah yang menurunkan al-Qur’an dengan ilmu-Nya kepada penutup para Nabi dan Rasul (Muhammad) shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau shallallahu ‘alaihi wasallammenjaganya untuk kita dengan bahasa wahyu yang diwahyukan kepadanya (bahasa Arab). Maka al-Qur’an tetap terjaga dengan tata bahasa Rabbani, dengan kebenaran setiap huruf dan kalimatnya dan isyarat di dalamnya.
Iram Dzatul ‘Imad dalam sejarah Islam
Di dalam tafsir tentang apa yang datang tentang kaum ‘Aad dalam al-Qur’an, sejumlah ulama ahli tafsir, ahli Geografi, ahli sejarah dan ahli nasab (silsilah keturunan) muslim seperti ath-Thabari, as-Suyuthi, al-Qozwaini, al-Hamdani, Yaqut al-Hamawi dan al-Mas’udi bersemangat untuk mengungkap tentang hakekat mereka. Mereka (para ulama di atas) menyebutkan bahwa kaum ‘Aad termasuk al-Arab al-Baa’idah (Arab yang telah musnah). Dan mereka (al-Arab al-Baa’idah) dianggap mencakup banyak kaum yang telah musnah ratusan tahun sebelum diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, di antara mereka kaum ‘Aad, Tsamud, al-Wabar, dan selain mereka masih banyak lagi.
Dan mereka (para ulama di atas) mengetahui dari ayat-ayat al-Qur’an bahwa tempat tinggal kaum ‘Aad adalah di Ah-Qaaf jamak dari kata Haqf yang berarti pasir yang miring. Dia adalah salah satu daerah bagian dari ar-Rab’u al-Khali dengan Hadhramaut di sebelah selatannya, ar-Rab’u al-Khali di selatannya dan dengan Oman di sebelah timurnya, dan dia sekarang adalah dareh Zhaafar. Dan sebagaimana mereka juga mengetahui bahwa Nabi mereka adalah Hud’alaihissalam, dan bahwasanya setelah binasanya orang-orang kafir dari kaumnya, Hud ’alaihissalam tinggal di bumi Hadhramaut samapai beliau meninggal, dan beliau dikebumikan di dekat Wadi Barhut arah timur dari kota Tarim.
Adapun tentang kaum Iram pemilik bangunan tinggi itu, maka al-Hamadani (wafat tahun 334H/946M) dan Yaqut al-Hamawi (wafat tahun 627H/1229M) menyebutkan bahwa bangunan tinggi mereka yang dahulu adalah hasil bangunan Syaddad bin ‘Aad dan telah hilang musnah (tertimbun pasir), dan ia tidak diketahui sekarang, walaupun beredar di cerita-cerita tentangnya.
Takhtimah
‎حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَةَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نُصِرْتُ بِالصَّبَا وَأُهْلِكَتْ عَادٌ بِالدَّبُورِ قَالَ وَقَالَ ابْنُ كَثِيرٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ أَبِي نُعْمٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَعَثَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذُهَيْبَةٍ فَقَسَمَهَا بَيْنَ الْأَرْبَعَةِ الْأَقْرَعِ بْنِ حَابِسٍ الْحَنْظَلِيِّ ثُمَّ الْمُجَاشِعِيِّ وَعُيَيْنَةَ بْنِ بَدْرٍ الْفَزَارِيِّ وَزَيْدٍ الطَّائِيِّ ثُمَّ أَحَدِ بَنِي نَبْهَانَ وَعَلْقَمَةَ بْنِ عُلَاثَةَ الْعَامِرِيِّ ثُمَّ أَحَدِ بَنِي كِلَابٍ فَغَضِبَتْ قُرَيْشٌ وَالْأَنْصَارُ قَالُوا يُعْطِي صَنَادِيدَ أَهْلِ نَجْدٍ وَيَدَعُنَا قَالَ إِنَّمَا أَتَأَلَّفُهُمْ فَأَقْبَلَ رَجُلٌ غَائِرُ الْعَيْنَيْنِ مُشْرِفُ الْوَجْنَتَيْنِ نَاتِئُ الْجَبِينِ كَثُّ اللِّحْيَةِ مَحْلُوقٌ فَقَالَ اتَّقِ اللَّهَ يَا مُحَمَّدُ فَقَالَ مَنْ يُطِعْ اللَّهَ إِذَا عَصَيْتُ أَيَأْمَنُنِي اللَّهُ عَلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَلَا تَأْمَنُونِي فَسَأَلَهُ رَجُلٌ قَتْلَهُ أَحْسِبُهُ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ فَمَنَعَهُ فَلَمَّا وَلَّى قَالَ إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا أَوْ فِي عَقِبِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ

Telah bercerita kepadaku [Muhammad bin 'Ar'arah] telah bercerita kepada kami [Syu'bah] dari [Al Hakam] dari [Mujahid] dari [Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ""Aku ditolong dengan perantaraan angin yang berhembus dari timur (belakang pintu Ka'bah) sedangkan kaum 'Aad dibinasakan dengan angin yang berhembus dari barat". Perawi berkata; Dan Ibnu Katsir berkata dari Sufyan dari bapaknya dari Ibnu Abi Nu'im dari Abu Sa'id radliallahu 'anhu berkata; 'Ali mengirim perhiasan emas kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu Beliau membagikannya kepada empat orang, yaitu kepada Al Aqra' bin Habis Al Hanzhaliy, yang kemudian sebutannya menjadi Al Mujasyi'iy, 'Uyaynah bin Badr Al Fazariy, Zaid ath-Tha'iy kemudian dia menjadi salah seorang suku Bani Nabhan dan 'Alqamah bin 'Ulatsah yang kemudian menjadi salah seorang suku Bani Kilab. Orang-orang Qurais dan Kaum Anshar menjadi marah. Mereka berkata; "Beliau telah memberi para pahlawan penduduk Nejed dan malah mengabaikan kita". Beliau berkata: "Aku memberi mereka dengan tujuan agar menjinakkan hati mereka" (ke dalam Islam). Lalu datanglah seseorang yang kedua matanya menjorok ke dalam, wajahnya kusut dengan jenggotnya dicukur seraya berkata: "Bertaqwalah kamu kepada Allah, wahai Muhammad". Maka Beliau berkata: "Siapakah yang dapat bertaqwa kepada Allah seandainya aku saja mendurhakai-Nya. Apakah patut Allah memberi kepercayaan kepadaku untuk penduduk bumi sementara kalian tidak mempercayai aku?". Kemudian ada seseorang, aku kira dia adalah Khalid bin Al Walid, yang meminta izin untuk membunuh orang itu namun Beliau melarangnya. Setelah orang itu pergi, Beliau bersabda: "Sesungguhnya dari asal orang ini atau di belakang orang ini (keturunan) akan ada satu kaum yang mereka membaca al-Qur'an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama bagaikan keluarnya anak panah dari busurnya dan mereka membunuh pemeluk Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Seandainya aku bertemu dengan mereka pasti aku akan bunuh mereka sebagaimana kaum "Ad dibantai".
Sanad:
Abdullah bin 'Abbas bin 'Abdul Muthallib bin Hasyim >> Mujahid bin Jabar >> Al Hakam bin 'Utaibah >> Syu'bah bin Al Hajjaj bin Al Warad >> Muhammad bin 'Ar'arah bin Al Birindi
Skema: Mutashil, Kedudukan:Marfu'
Penguat:
Bukhari No.3796, Ahmad No.1909, Ahmad No.2827, Ahmad No.3005, Ahmad No.3167, Ahmad No.3359