Masa yang dialami oleh Nabi Zakaria adalah masa yang aneh di mana banyak
hal yang berlawanan yang berhadap-hadapan dan saling bertentangan serta
terlibat pertarungan yang tidak pernah padam. Keimanan kepada Allah SWT
bercahaya di mesjid yang besar di Baitul Maqdis, sedangkan kebohongan
memenuhi pasar-pasar Yahudi yang bersebelahan dengan mesjid itu. Sudah
menjadi tradisi dunia bahwa segala sesuatu yang bertentangan mesti
saling berhadapan pada: kebaikan dengan kejahatan, cahaya dengan
kegelapan, kebenaran dengan kebohongan, para nabi dengan para
pembangkang. Alhasil, segala sesuatu berhadapan untuk mempertahankan
kehidupan. Di masa yang kuno ini terdapat seorang nabi dan seorang alim
yang besar. Nabi yang dimaksud adalah Zakaria sedangkan seorang alim
besar yang Allah SWT memilihnya untuk salat di tengah-tengah manusia
adalah Imran. Imran adalah seorang suami dan istrinya sangat berharap
untuk melahirkan anak. Waktu pagi menyelimuti kota, keluarlah istri
Imran untuk memberikan makan kepada burung dan ia melihat pamandangan
yang ada di sekitarnya dan mulai merenungkannya. Di sana terdapat seekor
burung yang memberi makan anaknya dengan cara menyuapinya dan
memberinya minum. Burung itu melindungi anaknya di bawah sayapnya karena
khawatir dari kedinginan. Ketika melihat pemandangan itu, istri Imran
berharap agar Allah SWT memberinya anak. Ia mengangkat tangannya dan
mulai berdoa agar Allah SWT menganugerahinya seorang anak lelaki. Allah
SWT mengabulkan doanya dan pada suatu hari ia merasa bahwa ia sedang
hamil lalu kegembiraan menyelimutinya dan ia bersMikur kepada Allah SWT:
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman
إِذْ قَالَتِ امْرَأَةُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي
بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ
الْعَلِيمُ (35) فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا
أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالأنْثَى
وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ (36)
(Ingatlah) ketika istri Imran berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku
menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang
saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu, terimalah (nazar)
itu dariku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui." Maka tatkala istri Imran melahirkan anaknya, dia pun
berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak
perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan
anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah
menamai dia Maryam dan aku melindungkannya serta anak-anak keturunannya
kepada (pemeliharaan) Engkau dari setan yang terkutuk." (QS Ali Imron
Ayat 35-36)
Istri Imran adalah ibu Siti Maryam a.s., namanya Hannah binti Faquz.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Hannah adalah seorang wanita yang
lama tidak pernah hamil, lalu pada suatu hari ia melihat seekor burung
sedang memberi makan anak-anaknya, akhirnya ia menginginkan punya anak.
Kemudian ia berdoa kepada Allah Swt., semoga Allah menganugerahinya
seorang putra, dan Allah memperkenankan doanya itu. Ketika suaminya
menggaulinya, maka hamillah ia. Setelah masa hamilnya telah tua, maka ia
bernazar bahwa anaknya kelak akan dipersembahkan untuk berkhidmat
kepada Baitul Maqdis. Untuk itu ia berkata, seperti yang disebutkan
firman-Nya: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak
yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di
Baitul Maqdis). Karena itu, terimalah (nazar) itu dariku. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Ali Imran: 35)
Yakni Engkau Maha Mendengar akan doaku lagi Maha Mengetahui niatku. Saat
itu ia tidak mengetahui apakah anak yang dikandungnya itu laki-laki
atau perempuan.
فَلَمَّا وَضَعَتْها قالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُها أُنْثى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِما وَضَعَتْ
Maka tatkala istri Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata, "Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan
Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu." (Ali Imran: 36)
Lafaz wada'at ada yang membacanya wada'tu karena dianggap sebagai ta
mutakallim (anak yang aku lahirkan), dan menjadikannya sebagai
kelanjutan dari perkataan (doa) istri Imran.
Ada pula yang membacanya wada'at dengan huruf ta yang di-sukun-kan dan menjadikannya sebagai firman Allah Swt.
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثى
dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. (Ali Imran: 36)
Yakni dalam hal kekuatan dan kesabaran dalam beribadah dan berkhidmat mengurus Masjidil Aqsa.
وَإِنِّي سَمَّيْتُها مَرْيَمَ
Sesungguhnya aku telah menamainya Maryam.(Ali Imran: 36)
Di dalam ayat ini terkandung makna boleh menamai anak di hari
kelahirannya secara langsung, seperti yang tersirat dari makna lahiriah
ayat. Mengingat hal ini merupakan syariat orang-orang sebelum kami, lalu
menurut suatu riwayat diakui oleh syariat kita.
Hal yang sama disebut pula di dalam sunnah Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
«وُلِدَ لِيَ اللَّيْلَةَ وَلَدٌ سَمَّيْتُهُ بِاسْمِ أَبِي إِبْرَاهِيمَ»
Telah dilahirkan untukku malam ini seorang anak laki-laki yang aku beri
nama dengan nama Abi Ibrahim. (Hadis diketengahkan oleh Bukhari Muslim)
Hal yang sama disebutkan pula di dalam kitab Sahihain, bahwa sahabat
Anas ibnu Malik berangkat membawa saudaranya yang baru dilahirkan oleh
ibunya kepada Rasulullah Saw., lalu beliau Saw. men-tahnik-nya dan
memberinya nama Abdullah.
Di dalam hadis sahih Bukhari disebutkan:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ ولد لي الليلة وَلَدٌ فَمَا أُسَمِّيهِ؟ قَالَ «اسْمُ وَلَدِكَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ»
Bahwa seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, telah dilahirkan
seorang anak laki-laki bagiku malam ini, maka nama apakah yang harus
kuberikan kepadanya?" Nabi Saw. menjawab, "Namailah anak laki-lakimu itu
Abdur Rahman."
Disebutkan pula di dalam hadis sahih bahwa ketika datang Abu Usaid
seraya membawa anaknya kepada Nabi Saw. untuk di-tahnik, tetapi Nabi
Saw. sedang sibuk, lalu Abu Usaid memerintahkan agar dikembalikan ke
rumahnya. Ketika Rasulullah Saw. tidak sibuk lagi dan ingat di majelis
yang sama, maka beliau Saw. menamainya Al-Munzir.
Adapun hadis yang diriwayatkan dari Qatadah, dari Al-Hasan Al-Basri,
dari Samurah ibnu Jundub yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda:
"كُلُّ غُلامٍ رَهِين بِعقِيقتِهِ، يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ، ويُسَمَّى وَيحْلَقُ رَأْسُهُ"
Setiap anak digadaikan oleh aqiqahnya yang disembelih (untuk) menebusnya
pada hari yang ketujuh (dari kelahirannya), lalu diberi nama dan
dicukur rambutnya.
Maka hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan ahlus sunan, lalu
dinilai sahih oleh Imam Turmuzi. Menurut riwayat yang lain disebutkan
Yudma, hal ini lebih kuat dan lebih banyak dihafal.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Az-Zubair ibnu Bakkar di dalam
Kitabun Nasab, yang bunyinya mengatakan bahwa Rasulullah Saw. melakukan
aqiqah untuk anak lelakinya (yaitu Ibrahim), lalu beliau menamainya
Ibrahim (dalam hari aqiqah-nya).
Tetapi sanad hadis ini kurang kuat karena bertentangan dengan apa yang
terdapat di dalam hadis sahih. Sekiranya hadis ini sahih, niscaya
diartikan bahwa Nabi Saw. baru mengumumkan nama Ibrahim pada hari
aqiqah-nya itu (dan bukan pada pagi hari setelah malam hari
kelahirannya).
Firman Allah Swt. menceritakan doa ibu Maryam, yaitu:
وَإِنِّي أُعِيذُها بِكَ وَذُرِّيَّتَها مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمِ
Dan sesungguhnya aku melindungkannya serta anak keturunannya kepada
(pemeliharaan) Engkau dari setan yang terkutuk. (Ali Imran: 36)
Yakni aku menyerahkannya kepada lindungan Allah Swt. dari setan yang
terkutuk, dan aku menyerahkan pula anaknya (yaitu Isa a.s.) kepada
lindungan-Nya. Maka Allah memperkenankan doanya itu, seperti yang
diriwayatkan oleh Abdur Razzaq:
أَنْبَأَنَا مَعْمَر، عَنِ الزَّهْرِيِّ، عَنِ ابْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "مَا مِن مَوْلُودٍ يُولَدُ إِلَّا مَسَّه
الشَّيْطَانُ حِينَ يُولَدُ، فَيَسْتَهِلّ صَارخًا مِنْ مَسِّهِ إيَّاهُ،
إِلَّا مَرْيَم َوابْنَهَا". ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ: اقْرَأُوا
إِنْ شِئْتُمْ: {وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ}
Telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ibnul
Musayyab, dari Abu Hurairah yang bercerita bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:Tiada seorang anak pun yang baru dilahirkan melainkan setan
menyentuhnya ketika dilahirkan, lalu ia menjerit menangis karena setan
telah menyentuhnya, kecuali Maryam dan anak laki-lakinya. Kemudian Abu
Hurairah r.a. mengatakan, "Bacalah oleh kalian jika kalian suka firman
berikut," yaitu: Dan sesungguhnya aku melindungkannya serta anak
keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau dari setan yang terkutuk.(Ali
Imran: 36)
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan pula hadis ini melalui jalur
Abdur Razzaq, juga Ibnu Jarir, dari Ahmad ibnul Faraj, dari Baqiyyah,
dari Az-Zubaidi, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah,
dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal.
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Qais, dari Al-A'masy, dari Abu
Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"مَا مِنْ مَوْلُود إِلَّا وَقَدْ عَصَرَهُ الشَّيطانُ عَصْرَةً أَوْ
عَصْرَتَيْن إِلَّا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ وَمَرْيمَ". ثُمَّ قَرَأَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَإِنِّي أُعِيذُهَا
بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ}
Tiada seorang bayi pun melainkan setan telah mencubitnya sekali atau dua
kali, kecuali Isa ibnu Maryam dan Maryam sendiri. Kemudian Rasulullah
Saw. membacakan firman-Nya: Dan sesungguhnya aku melindungkannya serta
anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau dari setan yang terkutuk.
(Ali Imran: 36)
Juga dari hadis Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah.
Iman Muslim meriwayatkannya dari Abut Tahir, dari Ibnu Wahb, dari Amr
ibnul Haris, dari Abu Yunus, dari Abu Hurairah. Ibnu Wahb
meriwayatkannya pula dari Ibnu Abu Zi-b, dari Ajlan maula Al-Musyma'il,
dari Abu Hurairah.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkannya dari Yazid ibnu Abdullah ibnu Qasit,
dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. dengan pokok hadisnya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Lais ibnu Sa'd, dari Ja'far ibnu
Rabi'ah, dari Abdur Rahman ibnu Hurmuz Al-A'raj yang mengatakan, Abu
Hurairah pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"كُلُّ بَنِي آدَمَ يَطْعنُ الشَّيْطَانُ فِي جَنْبِه حِينَ تَلِدهُ
أمُّهُ، إِلَّا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ، ذَهَبَ يَطْعَنُ فَطَعَنَ فِي
الحِجَاب"
Semua anak Adam pernah ditusuk oleh setan pada lambungnya ketika
dilahirkan oleh ibunya, kecuali Isa ibnu Maryam; setan pergi untuk
menusuknya, tetapi yang ditusuknya hanyalah hijab (penghalang).
Firman-Nya
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا
وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا
الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ
هَذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ
يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ (37)
Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik,
dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik, dan Allah menjadikan
Zakaria pemeliharanya. Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di
mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata, "Hai Maryam, dari
mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab, "Makanan itu dari
sisi Allah." Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya tanpa hisab. (QS Ali Imron Ayat 37)
Allah Swt. memberitakan bahwa Dia menerima nazar yang telah diucapkan
oleh ibu Maryam, dan bahwa Dia menumbuhkannya dengan pertumbuhan yang
baik, yakni menjadikan rupanya cantik dengan penampilan yang bercahaya
serta memberinya rahasia untuk doa yang dikabulkan, dan menitipkannya
kepada orang-orang yang saleh dari hamba-hamba-Nya; dia belajar dari
mereka ilmu, kebaikan, dan agama. Disebutkan di dalam firman-Nya:
وَكَفَّلَها زَكَرِيَّا
Dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya. (Ali Imran: 37)
Dengan huruf fa yang di-tasydid-kan dan lafaz Zakaria di-nasab-kan
karena menjadi maful, yakni Allah menjadikannya sebagai pemelihara
Maryam.
Ibnu Ishaq mengatakan, hal tersebut tidak sekali-kali terjadi melainkan
karena Maryam telah yatim. Sedangkan yang lainnya mengatakan bahwa kaum
Bani Israil di suatu waktu mengalami musim paceklik dan kekeringan, maka
Zakaria memelihara Maryam sebagai ayah angkatnya karena faktor
tersebut. Pada intinya kedua pendapat tersebut tidak bertentangan.
Sesungguhnya Allah telah menakdirkan Zakaria sebagai pemeliharanya tiada
lain hanyalah untuk kebahagiaan Maryam sendiri, agar Maryam dapat
menimba darinya ilmu pengetahuan yang banyak lagi bermanfaat serta amal
yang saleh. Juga karena Zakaria sendiri adalah suami bibinya, menurut
apa yang disebutkan oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir serta lain-lainnya.
Menurut pendapat yang lain, Zakaria adalah suami saudara perempuan
Maryam. Seperti yang disebut di dalam sebuah hadis sahih, yaitu:
«فَإِذَا بِيَحْيَى وَعِيسَى وَهُمَا ابْنَا الْخَالَةِ»
tiba-tiba Nabi Saw. bersua dengan Yahya dan Isa, keduanya adalah anak laki-laki bibi (saudara sepupu).
Akan tetapi, adakalanya dapat diselaraskan dengan pengertian apa yang
telah dikatakan oleh Ibnu Ishaq dalam pengertian yang lebih luas. Atas
dasar ini berarti Maryam berada di dalam asuhan dan pemeliharaan
bibinya.
Disebutkan di dalam sebuah hadis sahih bahwa Rasulullah Saw. pernah
memutuskan dalam kasus Imarah binti Hamzah bahwa Imarah diserahkan ke
dalam pemeliharaan bibinya yang menjadi istri Ja'far ibnu Abu Talib, dan
beliau bersabda:
«الْخَالَةُ بِمَنْزِلَةِ الْأُمِّ»
Bibi sama kedudukannya dengan ibu.
Kemudian Allah Swt. menceritakan perihal kemuliaan dan keteguhan-nya dalam tempat ibadahnya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
كُلَّما دَخَلَ عَلَيْها زَكَرِيَّا الْمِحْرابَ وَجَدَ عِنْدَها رِزْقاً
Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya (Maryam).(Ali Imran: 37)
Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abusy Sya'sa, Ibrahim An-Nakha'i,
Ad-Dahhak, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, Atiyyah Al-'Aufi, dan As-Saddi
mengatakan, makna yang dimaksud ialah Zakaria menjumpai di sisi Maryam
buah-buahan musim panas di saat musim dingin, dan buah-buahan musim
dingin di saat musim panas.
Disebutkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: ia menjumpai
makanan di sisinya. (Ali Imran: 37). Bahwa yang dimaksud dengan
rizqanbukan makanan, melainkan ilmu atau suhuf (lembaran-lembaran) yang
di dalamnya terkandung ilmu.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Akan
tetapi, pendapat pertama (yang mengatakan makanan atau buah-buahan)
adalah pendapat yang lebih sahih. Di dalamnya terkandung pengertian yang
menunjukkan adanya karamah para wali Allah, dan di dalam sunnah
terdapat banyak hal yang semisal.
Ketika Zakaria melihat makanan tersebut berada di sisi Maryam, maka ia bertanya:
{قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا}
Zakaria berkata, "Hai Maryam, dari manakah kamu memperoleh (makanan) ini?" (Ali Imran: 37)
Lalu dalam firman selanjutnya disebutkan:
قالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشاءُ بِغَيْرِ حِسابٍ.
Maryam menjawab, "Makanan ini dari sisi Allah." Sesungguh-ya Allah
memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab."(Ali
Imran: 37)
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا سَهْل بْنُ زنْجَلة،
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا عبد الله ابن
لَهِيعَة، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ المُنْكَدِر، عَنْ جَابِرٍ؛ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم أَقَامَ أَيَّامًا لَمْ يَطْعَمْ
طَعَامًا، حَتَّى شَقّ ذَلِكَ عَلَيْهِ، فَطَافَ فِي مَنَازِلِ أَزْوَاجِهِ
فَلَمْ يَجِدْ عِنْدَ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ شَيْئًا، فَأَتَى فَاطِمَةَ
فَقَالَ: "يَا بُنَيَّة، هَلْ عِنْدَكِ شَيْء آكُلُهُ، فَإِنَّي جَائِع؟ "
فَقَالَتْ: لَا وَاللَّهِ بِأَبِي أنتَ وَأُمِّي. فَلَمَّا خَرَج مِنْ
عِنْدِهَا بَعَثَتْ إِلَيْهَا جَارَةٌ لَهَا بِرَغِيفَيْنِ وَقِطْعَةِ
لَحْمٍ، فَأَخَذَتْهُ مِنْهَا فَوَضَعَتْهُ فِي جَفْنَةٍ لَهَا، وَقَالَتْ:
وَاللَّهِ لَأُوثِرَنَّ بِهَذَا رَسُولَ اللَّهِ [صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ] عَلَى نَفْسِي وَمَنْ عِنْدِي. وَكَانُوا جَمِيعًا
مُحْتَاجِينَ إِلَى شِبْعَةِ طَعَامٍ، فَبَعَثَتْ حَسَنا أَوْ حُسَينا إلى
رسول الله [صلى الله عليه وسلم] فَرَجَعَ إِلَيْهَا فَقَالَتْ لَهُ:
بِأَبِي وَأُمِّي قَدْ أَتَى اللَّهُ بِشَيْءٍ فخَبَّأتُه لَكَ. قَالَ:
"هَلُمِّي يَا بُنيَّة" قَالَتْ: فَأَتَيْتُهُ بِالْجَفْنَةِ. فَكَشَفَتْ
عَنِ الْجَفْنَةِ فَإِذَا هِيَ مَمْلُوءَةٌ خُبْزًا وَلَحْمًا، فَلَمَّا
نظرَتْ إِلَيْهَا بُهِتتْ وعرفَتْ أَنَّهَا بَرَكَةٌ مِنَ اللَّهِ، فحمدَت
اللَّهَ وصلَّت عَلَى نَبِيِّهِ، وقدّمَتْه إلى رسولِ الله صلى الله عليه
وسلم. فَلَمَّا رَآهُ حَمِدَ اللَّهَ وَقَالَ: "مِنْ أيْنَ لَكِ هَذَا يَا
بُنَية؟ " فَقَالَتْ يَا أَبَتِ، {هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ
يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ} فَحَمِدَ اللَّهَ وَقَالَ:
"الحَمْدُ للهِ الَّذي جَعَلَكِ -يَا بُنَيّة-شَبيهَةِ بسيدةِ نِساء بَنيِ
إسْرَائيلَ، فَإنَّها كَانَتْ إذَا رَزَقَهَا اللهُ شَيْئًا فَسُئِلَتْ
عَنْهُ قَالَتْ: {هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ
يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ} فَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى عَلِي ثُمَّ أَكَلَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَكَلَ عَلِيٌّ، وَفَاطِمَةُ، وَحَسَنٌ،
وَحُسَيْنٌ، وَجَمِيعُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَأَهْلُ بَيْتِهِ جَمِيعًا حَتَّى شَبِعُوا. قَالَتْ:
وَبَقِيَتِ الْجَفْنَةُ كَمَا هِيَ، فَأَوْسَعَتْ بِبَقِيَّتِهَا عَلَى
جَمِيعِ الْجِيرَانِ، وَجَعَلَ اللَّهُ فيها بركة وخيرا كثيرا
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu
Zanjilah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Luhai'ah, dari Muhammad ibnul
Munkadir, dari Jabir, bahwa Rasulullah Saw. pernah tinggal selama
beberapa hari tanpa makan sesuap makanan pun hingga kelihatan beliau
sangat berat. Lalu beliau berkeliling ke rumah istri-istrinya, tetapi
tidak menemukan sesuap makanan pun pada seseorang di antara mereka. Maka
beliau Saw. datang ke rumah Fatimah (putrinya), lalu bersabda, "Hai
anakku, apakah engkau mempunyai sesuatu makanan yang dapat kumakan?
Karena sesungguhnya aku sedang lapar." Fatimah menjawab, "Tidak, demi
Allah." Ketika Nabi Saw. pergi dari rumahnya, tiba-tiba Siti Fatimah
mendapat kiriman dua buah roti dan sepotong daging dari tetangga
wanitanya, lalu Fatimah mengambil sebagian darinya dan diletakkan di
dalam sebuah panci miliknya, dan ia berkata kepada dirinya sendiri,
"Demi Allah, aku benar-benar akan mendahulukan Rasulullah Saw. dengan
makanan ini daripada diriku sendiri dan orang-orang yang ada di dalam
rumahku," padahal mereka semua memerlukan makanan yang cukup. Kemudian
Fatimah menyuruh Hasan atau Husain untuk mengundang Rasulullah Saw.
Ketika Rasulullah Saw. datang kepadanya, maka ia berkata, "Demi Allah,
sesungguhnya Allah telah memberikan suatu makanan, lalu aku sembunyikan
buatmu." Nabi Saw. bersabda, "Cepat berikanlah kepadaku, hai anakku."
Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menyuguhkan panci
tersebut dan membukanya. Tiba-tiba panci itu telah penuh berisikan roti
dan daging. Ketika Fatimah melihat ke arah panci itu, maka ia merasa
kaget dan sadar bahwa hal itu adalah berkah dari Allah Swt. Karena itu,
ia memuji kepada Allah dan mengucapkan salawat buat Nabi-Nya. Lalu
Fatimah menyuguhkan makanan tersebut kepada Rasulullah Saw. Ketika
beliau Saw. melihatnya, maka beliau memuji kepada Allah dan bertanya,
"Dari manakah makanan ini, hai anakku?" Fatimah menjawab bahwa makanan
tersebut dari sisi Allah, seraya menyitir firman-Nya:Makanan itu dari
sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya tanpa hisab. (Ali Imran: 37); Maka Nabi Saw. memuji
kepada Allah dan bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan
dirimu, hai anakku, mirip dengan penghulu kaum wanita Bani Israil;
karena sesungguhnya dia bila diberi rezeki sesuatu (makanan) oleh Allah,
lalu ditanya mengenai asal makanan itu, ia selalu menjawab, "Makanan
itu dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya tanpa hisab." Kemudian Rasulullah Saw. memanggil Ali,
lalu makan bersama Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain serta semua istri dan
keluarga ahli bait-nya, hingga semuanya merasa kenyang dari makanan
itu. Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa makanan dalam panci itu
masih utuh seperti sediakala, lalu sisanya dapat dikirimkan kepada semua
tetangganya. Allah telah menjadikan keberkahan dan kcbaikan yang banyak
dalam makanan itu.
Firman-Nya
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ
ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ (38) فَنَادَتْهُ
الْمَلائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللَّهَ
يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَسَيِّدًا
وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ (39) قَالَ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ
لِي غُلامٌ وَقَدْ بَلَغَنِيَ الْكِبَرُ وَامْرَأَتِي عَاقِرٌ قَالَ
كَذَلِكَ اللَّهُ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ (40) قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِي آيَةً
قَالَ آيَتُكَ أَلا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلاثَةَ أَيَّامٍ إِلا رَمْزًا
وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ (41)
Di sanalah Zakaria mendoa kepada Tuhannya seraya berkata, "Ya Tuhanku,
berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau
Maha Pendengar doa." Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria,
sedangkan ia tengah berdiri salat di mihrab (katanya), "Sesungguhnya
Allah menggembirakan kalian dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya,
yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan,
menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi serta keturunan
orang-orang saleh. Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa
mendapat anak, sedangkan aku telah sangat tua dan istriku pun seorang
yang mandul?" Allah berfirman, "Demikianlah, Allah berbuat apa yang
dikehendaki-Nya." Berkata Zakaria, "Berilah aku suatu tanda (bahwa
istriku telah mengandung)." Allah berfirman, "Tandanya bagimu, kamu
tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan
isyarat. Sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah
di wakyu petang dan pagi hari." (QS Ali Imron Ayat 38-41)
Ketika Zakaria melihat bahwa Allah Swt. telah memberi Maryam rezeki
berupa buah-buahan musim dingin pada musim panas dan buah-buahan musim
panas pada musim dingin, maka saat itulah ia menginginkan punya seorang
anak, sekalipun usianya telah lanjut dan tulang-tulang tubuhnya telah
rapuh, uban telah mewarnai semua rambut kepalanya, istrinya pun sudah
berusia lanjut lagi mandul.
Akan tetapi, sekalipun demikian ia tetap memohon kepada Tuhannya dan
bermunajat kepadanya dengan doa-doa yang dibacanya pelan-pelan, seperti
yang disebutkan oleh firman-Nya:
{رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ} أَيْ: مِنْ عِنْدِكَ {ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً}
Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. (Ali Imran: 38)
Yakni dari sisi-Mu seorang anak yang saleh.
{إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ}
Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa. (Ali Imran: 38)
Firman Allah Swt.:
فَنادَتْهُ الْمَلائِكَةُ وَهُوَ قائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرابِ
Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakaria yang tengah berdiri salat di mihrab. (Ali Imran: 39)
Yakni malaikat berbicara langsung kepadanya dengan pembicaraan yang
dapat didengar Zakaria, sedangkan ia tengah berdiri salat di mihrab
tempat ibadahnya yang khusus buat dia sendiri di saat ia bermunajat dan
melakukan salat menyembah Tuhannya.
Kemudian Allah Swt. menceritakan perihal berita gembira yang disampaikan oleh malaikat kepada Zakaria:
أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيى
Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya. (Ali Imran: 39)
Yaitu seorang anak laki-laki yang diciptakan buatmu dari tulang sul-bimu, bernama Yahya.
Qatadah dan lain-lainnya mengatakan bahwa anak tersebut dinamakan Yahya
tiada lain karena Allah menghidupkannya melalui iman (Zakaria).
Firman Allah Swt.:
مُصَدِّقاً بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ
yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah. (Ali Imran: 39)
Al-Aufi dan lain-lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Al-Hasan,
Qatadah, Ikrimah, Mujahid, Abusy Sya'sa, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas,
Ad-Dahhak dan lain-lainnya (dari kalangan tabi'in) sehubungan dengan
ayat ini, yaitu firman-Nya: yang membenarkan kalimat (yang datang) dari
Allah. (Ali Imran: 39). Bahwa yang dimaksud dengan kalimah Allah ialah
Isa ibnu Maryam.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa Yahya adalah orang yang mula-mula
percaya kepada Isa ibnu Maryam. Qatadah mengatakan, yang dimaksud ialah
berada pada sunnah dan tuntunannya.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan
dengan firman-Nya: yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah.
(Ali Imran: 39). Yahya dan Isa adalah saudara sepupu. Tersebutlah bahwa
ibu Yahya pernah berkata kepada Maryam, "Sesungguhnya aku merasakan anak
yang ada di dalam perutku ini bersujud kepada anak yang berada di dalam
perutmu." Yang demikian itu merupakan pembenaran yang dilakukan oleh
Yahya kepada Isa selagi Isa masih berada di dalam perut ibunya. Yahya
adalah orang yang mula-mula percaya kepada Isa. Isa diciptakan melalui
kalimat (perintah) Allah. Yahya lebih tua daripada Isa a.s.
Hal yang sama dikatakan pula oleh As-Saddi.
Firman Allah Swt.:
وَسَيِّداً
menjadi ikutan. (Ali Imran: 39)
Menurut Abul Aliyah, Ar-Rabi'-ibnu Anas, Qatadah, Sa'id ibnu Jubair, dan
lain-lainnya, yang dimaksud dengan sayyidan ialah halimah, yakni orang
yang penyantun.
Menurut Qatadah, dia adalah seorang yang dijadikan ikutan dalam hal ilmu dan ibadah.
Ibnu Abbas, As-Sauri, dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa as-sayyid artinya orang yang penyantun lagi bertakwa.
Sa'id ibnul Musayyab mengatakan, yang dimaksud dengan sayyid ialah orang yang mengerti fiqih lagi alim.
Menurut Atiyyah as-sayyid artinya orang yang dijadikan ikutan dalam akhlak dan agama.
Menurut Ikrimah, as-sayyid artinya orang yang tidak terpengaruh oleh
emosinya. Sedangkan menurut Ibnu Zaid, artinya orang yang mulia. Dan
menurut yang lainnya, artinya orang yang bersikap mulia kepada Allah
Swt.
Firman Allah Swt.:
وَحَصُوراً
menahan diri (dari pengaruh hawa nafsu). (Ali Imran: 39)
Telah diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Sa'id
ibnu Jubair, Abusy Sya'sa, dan Atiyyah Al-Aufi, bahwa mereka
mengatakan, "Yang dimaksud dengan hasur ialah orang yang tidak mau
beristri."
Diriwayatkan dari Abul Aliyah dan Ar-Rabi' ibnu Anas bahwa yang dimaksud
dengan hasur ialah orang yang tidak beranak dan tidak mempunyai air
mani.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada
kami Jarir, dari Qabus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna al-hasur dalam ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah orang
yang tidak pernah mengeluarkan air mani.
Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan masalah ini meriwayatkan sebuah hadis
yang garib (aneh) sekali. Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abu Ja'far Muhammad ibnu Galib Al-Bagdadi, telah menceritakan kepadaku
Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abbad (yakni Ibnul
Awwam), dari Yahya ibnu Sa'id, dari Al-Musayyab, dari Ibnul As —tetapi
dia tidak mengetahui apakah yang dimaksud adalah Abdullah ibnul As
ataukah Amr ibnul As—, dari Nabi Saw. sehubungan dengan firman-Nya:
menjadi ikutan dan menahan diri (dari pengaruh hawa nafsu). (Ali Imran:
39) Ibnul As melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Nabi Saw. mengambil sebuah
benda dari tanah dan bersabda,
«كَانَ ذَكَرُهُ مِثْلَ هَذَا»
"Kemaluannya (Yahya) adalah semisal dengan ini (yakni kecilnya)."
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ahmad
ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan,
dari Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari, bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnul
Musayyab sebuah asar dari Abdullah ibnu Amr ibnul As yang mengatakan
bahwa tidak ada seorang pun dari makhluk Allah yang menghadap kepada
Allah tanpa membawa dosa kecuali Yahya ibnu Zakaria. Kemudian Sa'id
membacakan firman-Nya: dan seorang yang menjadi ikutan serta menahan
diri (dari pengaruh hawa nafsu). (Ali Imran: 39) Kemudian Sa'id
mengambil sebuah benda dari tanah, lalu berkata, "Al-hasur ialah orang
laki-laki yang kemaluannya seperti ini." Lalu Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan
mengisyaratkan dengan jari telunjuknya.
Asar yang mauquf ini lebih sahih sanadnya daripada yang marfu'.
Ibnul Munzir di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Daud As-Samnani, telah menceritakan kepada kami
Suwaid ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Mishar, dari
Yahya ibnu Sa'id, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Abdullah ibnu Amr ibnul As menceritakan hadis berikut,
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«ما من عبد يلقى الله إِلَّا ذَا ذَنْبٍ إِلَّا يَحْيَى بْنَ زَكَرِيَّا، فإن الله يقول وَسَيِّداً وَحَصُوراً
Tidak ada seorang hamba pun yang bersua dengan Allah melainkan pasti
membawa dosa, kecuali Yahya ibnu Zakaria. Karena sesungguhnya Allah
telah berfirman, "Dan menjadi ikutan serta menahan diri (dari pengaruh
hawa nafsu)." (Ali Imran: 39)
Selanjutnya Nabi Saw. bersabda:
«وإنما ذكره مثل هدبة الثوب»
Sesungguhnya kemaluan Yahya lemas seperti ujung kain.
Abdullah ibnu Amr ibnul As menceritakan hadis ini seraya memperagakannya
dengan ujung jarinya (yakni kemaluan Yahya kecil sekali).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Isa ibnu Hammad dan Muhammad Ibnu Salimah
Al-Muradi; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj
ibnu Sulaiman Al-Muqri, dari Al-Lais ibnu Sa'd, dari Muhammad ibnu
Ajlan, dari Al-Qa'qa', dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi
Saw. pernah bersabda:
«كُلُّ ابْنِ آدَمَ يَلْقَى اللَّهَ بذنب يُعَذِّبُهُ عَلَيْهِ إِنْ شَاءَ
أَوْ يَرْحَمُهُ، إِلَّا يَحْيَى بْنَ زَكَرِيَّا فَإِنَّهُ كَانَ سَيِّدًا
وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ»
Semua anak Adam menghadap kepada Allah dengan membawa dosa yang jika
Allah menghendaki, Dia pasti mengazabnya karena dosanya itu atau Allah
membelaskasihaninya, kecuali Yahya ibnu Zakaria. Karena sesungguhnya dia
adalah orang yang menjadi ikutan, menahan diri (dari pengaruh hawa
nafsu), dan seorang nabi serta dari keturunan orang-orang yang saleh.
Kemudian Nabi Saw. membungkukkan tubuhnya ke arah sebuah kerikil kecil di tanah, lalu mengambilnya, kemudian bersabda:
«وكان ذكره مثل هذه القذاة»
Dan tersebutlah bahwa kemaluan dia (Yahya) kecil sekali seperti batu kerikil kecil ini.
Al-Qadi Iyad di dalam kitab Asy-Syifa mengatakan, "Perlu diketahui bahwa
pujian Allah Swt. kepada Yahya —yang mengatakan bahwa Yahya adalah
seorang yang hasur— tidaklah seperti yang dikatakan oleh sebagian dari
mereka yang mengatakan bahwa Yahya adalah lelaki yang impoten atau tidak
mempunyai zakar, melainkan hal ini dibantah oleh ahli tafsir yang jeli
dan para ulama ahli kritik."
Mereka mengatakan bahwa penilaian seperti itu kurang benar dan tercela,
mengingat tidak pantas ditujukan kepada para nabi. Sesungguhnya makna
yang dimaksud ialah bahwa Yahya terpelihara dari dosa-dosa. Dengan kata
lain, dia tidak melakukannya sama sekali sehingga diumpamakan
seakan-akan dia impoten.
Menurut pendapat yang lain, makna hasur ialah menahan diri dari pengaruh
hawa nafsu. Menurut pendapat yang lainnya lagi Yahya tidak mempunyai
selera terhadap wanita. Tetapi pendapat ini jelas bagi Anda, bahwa tidak
mampu kawin merupakan suatu kekurangan. Tetapi hal yang utama ialah
bila nafsu syahwat itu ada, lalu tidak dituruti adakalanya dengan
menahan diri, seperti yang dilakukan oleh Nabi Isa; atau dengan
pemeliharaan dari Allah Swt., seperti yang terjadi pada diri Nabi Yahya.
Selanjutnya masalah wanita ini bagi lelaki yang mampu terhadapnya, lalu
ia menunaikan semua kewajibannya tanpa melalaikan kewajibannya terhadap
Tuhannya, maka baginya derajat yang tinggi, yaitu seperti derajat yang
diperoleh oleh Nabi kita Nabi Muhammad Saw. Sekalipun istri beliau
banyak, tetapi hal tersebut tidak melalaikan dirinya dari menyembah
Tuhannya, bahkan menambah pahala ibadahnya, karena memelihara kehormatan
mereka, mengatur, dan menafkahi mereka serta memberi mereka petunjuk.
Bahkan beliau Saw. telah menjelaskan bahwa wanita bukanlah merupakan
bagian dunianya, sekalipun bagi selainnya wanita merupakan bagian dari
dunianya. Seperti yang dinyatakan di dalam salah satu sabdanya:
"حُبِّبَ إليَّ مِنْ دُنْيَاكُمْ"
Diriku dijadikan menyukai sebagian dari urusan dunia kalian.
Makna yang dimaksud ialah bahwa Nabi Saw. memuji Nabi Yahya sebagai
orang yang hasur. Tetapi bukan berarti bahwa Nabi Yahya adalah seorang
lelaki yang tidak dapat mendatangi wanita (kawin), melainkan makna yang
dimaksud ialah sederhana saja, yaitu dia (Yahya a.s.) dipelihara oleh
Allah dari perbuatan-perbuatan keji dan kotor. Akan tetapi, hal ini
bukan berarti bahwa dia tidak mampu kawin dengan wanita secara halal dan
menggauli mereka serta beranak dari mereka. Bahkan tersirat pula
pengertian yang menunjukkan bahwa Yahya mempunyai keturunan, seperti
yang tersimpul dari doa Zakaria ketika ia berdoa:Ya Tuhanku, berilah aku
dari sisi Engkau seorang anak yang baik. (Ali Imran: 38)
Seakan-akan dia mengatakan seorang anak yang mempunyai keturunan (karena
dalam ayat diungkapkan dengan memakai lafaz zurriyyah yang artinya
keturunan).
Firman Allah Swt.:
وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ
dan seorang nabi serta keturunan orang-orang saleh. (Ali Imran: 39)
Hal ini merupakan berita gembira kedua, yaitu kenabian Yahya sesudah
berita gembira kelahirannya. Berita gembira yang kedua ini lebih utama
daripada yang pertama. Perihalnya sama dengan pengertian yang ada dalam
ayat lain, yaitu firman Allah Swt. kepada ibu Nabi Musa a.s.:
إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ
karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (Al-Qashash: 7)
Setelah nyata bagi Zakaria a.s. berita gembira tersebut, ia merasa heran
akan mempunyai seorang anak, padahal usianya telah lanjut.
{قَالَ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلامٌ وَقَدْ بَلَغَنِيَ الْكِبَرُ وَامْرَأَتِي عَاقِرٌ قَالَ}
Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, bagaimana aku dapat beranak, sedangkan aku
telah sangat tua dan istriku pun seorang yang mandul? (Ali Imran: 40),
Maka malaikat yang menyampaikan berita gembira itu berkata:
{كَذَلِكَ اللَّهُ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ}
Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya. (Ali Imran: 40)
Yakni demikianlah urusan Allah itu sangat besar. Tiada sesuatu pun yang
tidak mampu dilakukan-Nya, dan tiada suatu urusan pun yang berat
bagi-Nya; semuanya dapat dilakukan-Nya.
{قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِي آيَةً}
Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda."(Ali Imran: 41).
Maksudnya, suatu tanda yang menunjukkan bahwa istriku telah mengandung dariku.
{قَالَ آيَتُكَ أَلا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلاثَةَ أَيَّامٍ إِلا رَمْزًا}
Allah berfirman, "Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan
manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat." (Ali Imran: 41).
Yang dimaksud dengan ramzan ialah isyarat, yakni 'kamu tidak dapat
berkata-kata, sekalipun kamu adalah orang yang sehat'. Seperti
pengertian yang terdapat di dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
ثَلاثَ لَيالٍ سَوِيًّا
selama tiga malam, padahal kamu sehat. (Maryam: 10)
Kemudian Allah memerintahkan kepada Zakaria agar banyak berzikir,
bertakbir, dan membaca tasbih selama masa tersebut. Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ}
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari. (Ali Imran: 41)
Alloh Ta'ala Berfirman Dalam Surat Maryam
كهيعص (1) ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا (2) إِذْ نَادَى
رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا (3) قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي
وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا
(4) وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي
عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا (5) يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ
آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا (6)
Kaf Ha Ya 'Ain Shad. (yang dibacakan ini adalah)penjelasan tentang
rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa
kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata, "Ya Tuhanku,
sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan
aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan
sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedangkan
istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi
Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian
keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.”
Pembahasan mengenai huruf hijaiyah yang terdapat di permulaan
surat-surat Al-Qur'an telah diketengahkan dalam tafsir permulaan surat
Al-Baqarah.
Mengenai firman Allah Swt.:
{ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ}
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu. (Maryam: 2)
Maksudnya, kisah ini menceritakan tentang rahmat Allah kepada salah seorang hamba-Nya, yaitu Zakaria.
Yahya ibnu Ya'mur membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
"ذَكَّرَ رَحْمَةَ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَريَّا".
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya Zakaria.(Maryam: 2)
Lafaz Zakaria, huruf ya-nya dibaca panjang dan dibaca pendek; hal ini
merupakan dua qiraat yang terkenal mengenainya. Zakaria adalah seorang
nabi yang besar dari kalangan nabi-nabi kaum Bani Israil. Di dalam kitab
Sahih Bukharidisebutkan bahwa Zakaria adalah seorang tukang kayu; dia
makan dari hasil kerja tangannya sendiri menjadi tukang kayu.
Firman Allah Swt.:
{إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا}
yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam: 3)
Sebagian kalangan ulama tafsir mengatakan bahwa sesungguhnya Zakaria
melirihkan suaranya dalam berdoa agar dalam permohonannya ini dia tidak
dituduh sebagai orang yang lemah karena usianya telah lanjut, sebab ia
meminta agar dikaruniai seorang putra. Demikianlah menurut apa yang
diriwayatkan oleh Al-Mawardi.
Ulama lainnya mengatakan, sesungguhnya Zakaria melirihkan suaranya dalam
berdoa karena kecintaannya kepada Allah Swt. seperti yang dikatakan
oleh Qatadah sehubungan dengan makna ayat ini: Yaitu tatkala ia berdoa
kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam: 3) Sesungguhnya Allah
mengetahui kalbu orang yang bertakwa, dan mendengar suara yang
perlahan.
Sebagian ulama Salaf mengatakan, Zakaria bangun di tengah malam,
sedangkan semua muridnya telah tidur; lalu dia berbisik kepada Tuhannya
seraya berdoa dengan suara yang lembut. Maka Tuhannya berfirman
kepadanya, "Kupenuhi seruanmu, Kupenuhi seruanmu, Kupenuhi seruanmu."
{قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي}
Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah.” (Maryam: 4)
Yakni lemah dan rapuh, tidak mempunyai kekuatan lagi
{وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا}
dan kepalaku telah ditumbuhi uban. (Maryam: 4)
Artinya, warna putih ubannya menutupi sisa rambutnya yang masih hitam.
Seperti yang telah dikatakan oleh Ibnu Duraid dalam bait syair gubahannya:
إمَّا تَرَى رأسِي حَاكى لونُهُ ... طُرَّةَ صُبحٍ تَحتَ أذْيَال الدُّجى ...
واشْتَعَل المُبْيَض فِي مُسْوَدّه ...مِثْلَ اشتِعَال النَّارِ في جَمْرِ الغَضَا...
Tidakkah engkau lihat rambut kepalaku yang kini warnanya seakan-akan
seperti/ajar subuh yang muncul di sisa-sisa kegelapan malam.
Warna putih ubannya menyala menutupi warna hitamnya, seperti warna api yang menyala dalam bara api.
Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah menceritakan tentang kelemahan
dan ketuaan serta tanda-tandanya, baik yang terlihat maupun yang tidak
terlihat.
Firman Allah Swt.:
{وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا}
dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. (Maryam: 4)
Yakni saya belum pernah berdoa kepada Engkau, melainkan Engkau
memperkenankannya, Engkau tidak pernah menolak apa yang kumohonkan
kepada-Mu.
Firman Allah Swt.:
{وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي}
Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku. (Maryam: 5)
Kebanyakan ulama qiraat membacanya denganmawaliya karena dianggap
sebagai maf'ul. Tetapi menurut suatu riwayat yang bersumber dari Kisai,
ia membacanya mawali dengan huruf ya yang di-sukun-kan.
Mujahid, Qatadah, dan As-Saddi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mawali ialah para 'asabah atau ahli waris laki-laki.
Abu Saleh mengatakan bahwa mawali ialahkalalah atau ahli waris perempuan .
Menurut riwayat yang bersumber dari Amirul Mu-Minin 'Usman ibnu Affan
r.a., ia membaca ayat ini dengan men-tasydid-kan huruf fa dari lafaz
khiftu,sehingga bacaannya menjadi khaffat, artinya kekurangan, yakni
tiada pewaris laki-laki sesudahku.
Berdasarkan qiraat pertama, alasan ketakutan Zakaria ialah bahwa dia
merasa khawatir bila orang-orang yang akan menggantikannya nanti akan
berlaku buruk terhadap manusia. Maka ia memohon kepada Allah agar
dikaruniai seorang anak laki-laki yang kelak akan menjadi nabi
sesudahnya, untuk memimpin mereka dengan wahyu yang diturunkan
kepadanya. Sesungguhnya dalam hal ini Zakaria tidak mengkhawatirkan
siapa yang bakal mewarisi harta peninggalannya, karena kenabian
merupakan kedudukan yang paling besar dan paling mulia tingkatannya
dibandingkan dengan kekhawatirannya akan pewaris dari darah dagingnya
terhadap harta peninggalannya. Dan ia berkeinginan agar kenabiannya itu
diwarisi oleh ahli waris 'asabah-nya; untuk itu ia memohon kepada Allah
agar dikaruniai seorang putra yang kelak akan mewarisi kenabiannya.
Tiada suatu kisah pun yang menyebutkan bahwa Zakaria mempunyai harta,
bahkan dia adalah seorang tukang kayu, yang makan dari hasil keringatnya
sendiri. Orang yang bermatapencaharian seperti itu tidaklah banyak
memiliki harta, terlebih lagi seorang nabi, karena sesungguhnya para
nabi adalah orang yang paling berzuhud terhadap duniawi.
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui berbagai jalur, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا نُورَث، مَا تَرَكْنَا فَهُوَ صَدَقَةٌ"
Kami tidak diwaris, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.
Menurut suatu riwayat yang ada pada Imam Turmuzi dengan sanad yang sahih disebutkan seperti berikut:
"نَحْنُ مَعْشَرَ الْأَنْبِيَاءِ لَا نُورَثُ"
Kami para nabi tidaklah diwaris.
Dengan demikian, berarti makna firman-Nya:
{فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا * يَرِثُنِي
}
maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang mewarisi aku. (Maryam: 5-6)
Bahwa yang dimaksud tiada lain adalah mewarisi kenabiannya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ}
dan mewarisi sebagian keluarga Ya'qub. (Maryam: 6)
Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman lainnya:
{وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُدَ}
Dan Sulaiman telah mewarisi Daud. (An-Naml: 16)
Yakni kenabiannya. Karena seandainya yang diwarisi itu adalah hartanya,
tentulah tidak disebutkan Sulaiman secara khusus tanpa melibatkan
saudara-saudaranya. Juga karena mengingat penyebutan mewarisi harta
benda tidaklah begitu penting, sebab sudah dimaklumi sebagai suatu
ketetapan dalam semua syariat (hukum) dan agama, bahwa anak mewarisi
harta ayahnya. Seandainya pewarisan ini bukanlah pewarisan khusus,
tentulah Allah tidak akan menyebutkannya. Pendapat ini diperkuat dan
didukung oleh sebuah hadis sahih yang mengatakan:
"نَحْنُ مُعَاشِرَ الْأَنْبِيَاءِ لَا نُورَثُ، مَا تَرَكَنَا فَهُوَ صَدَقَةٌ".
Kami para nabi tidaklah diwaris, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan
mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) bahwa
peninggalan Zakaria adalah ilmu, dan dia termasuk keturunan Ya'qub.
Hasyim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu
Khalid, dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan
mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Yaitu
hendaknya anak itu kelak akan menjadi nabi, sebagaimana bapak-bapaknya
yang menjadi nabi.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, dari
Al-Hasan, bahwa anak itu kelak akan mewarisi kenabian dan ilmunya.
As-Saddi mengatakan bahwa makna ayat ialah 'kelak anak itu mewarisi kenabianku dan kenabian keluarga Ya'qub'.
Diriwayatkan dari Malik, dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Yakni
kenabian mereka.
Jabir ibnu Nuh dan Yazid ibnu Harun telah meriwayatkan dari Ismail ibnu
Abu Khalid, dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya:yang akan
mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6)
Maksudnya, mewarisi hartaku dan mewarisi kenabian dari keluarga Ya'qub.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ قَتَادَةَ: أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "يَرْحَمُ اللَّهُ
زَكَرِيَّا، وَمَا كَانَ عَلَيْهِ مِنْ وَرَثَةٍ، وَيَرْحَمُ اللَّهُ
لُوطًا، إِنْ كَانَ لَيَأْوِي إِلَى رُكْنٍ شَدِيدٍ"
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari
Qatadah, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Semoga Allah merahmati
Zakaria, tiadalah dia meninggalkan harta warisan. Dan semoga Allah
merahmati Luth, sesungguhnya dia benar-benar berlindung kepada keluarga
yang kuat.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا جَابِرُ بْنُ
نُوحٍ، عَنْ مُبَارَكٍ -هُوَ ابْنُ فَضَالَةَ -عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "رَحِمَ اللَّهُ أَخِي
زَكَرِيَّا، مَا كَانَ عَلَيْهِ مِنْ وَرَثَةِ مَالِهِ حِينَ يَقُولُ:
{فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا * يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ
يَعْقُوبَ}
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Jabir ibnu Nuh, dari Mubarak ibnu Fudalah, dari
Al-Hasan yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Semoga
Allah merahmati saudaraku Zakaria, sebenarnya dia tidak meninggalkan
harta warisan saat dia mengatakan, "Maka anugerahilah aku dari sisi
Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian
keluarga Ya’qub.”
Semuanya ini adalah hadis-hadis mursal yang tidak bertentangan dengan
hadis-hadis sahih.Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Firman Allah Swt.:
{وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا}
dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridai. (Maryam: 6)
Maksudnya diridai di sisi Engkau, juga dikalangan makhluk-Mu, yakni
Engkau menyukainya dan menjadikannya disukai oleh makhluk-Mu dalam agama
dan akhlaknya.
Firman-Nya
يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا (7) }
Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan
(beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum
pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.
Seakan-akan disebutkan sebelumnya bahwa doa yang dipanjatkan Zakaria diperkenankan oleh Allah Swt. Maka dikatakan kepadanya:
{يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ اسْمُهُ يَحْيَى}
Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya. (Maryam: 7)
Firman Allah Swt. :
{لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا}
yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.(Maryam: 7)
Qatadah, Ibnu Juraij, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa Allah belum pernah
menamakan seseorang dengan nama Yahya. Pendapat inilah yang dipilih oleh
Ibnu Jarir rahimahullah.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang sebelumnya
Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.(Maryam: 7)
Yakni mirip dengannya.
Ia mengartikannya demikian karena menyamakannya dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain oleh firman-Nya:
{فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا}
maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepadaNya.
Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut
disembah)? (Maryam: 65)
Yaitu yang serupa dengan Dia.
Ali ibnu Abu Talhah yang telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan maknanya, bahwa sebelum itu tidak ada pasangan mandul yang dapat
melahirkan anak seperti dia. Hal ini merupakan dalil yang menunjukkan
bahwa Zakaria a.s. sebelumnya tidak punya anak; begitu pula istrinya,
dia adalah seorang wanita yang mandul sejak semula. Lain halnya dengan
Nabi Ibrahim a.s. dan istrinya Sarah a.s., keduanya hanya merasa heran
dengan berita gembira akan kelahiran Ishaq, padahal keduanya telah
berusia lanjut, bukan karena keduanya mandul. Karena itulah Nabi Ibrahim
a.s. berkata seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{أَبَشَّرْتُمُونِي عَلَى أَنْ مَسَّنِيَ الْكِبَرُ فَبِمَ تُبَشِّرُونِ}
Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku, padahal usiaku telah lanjut,
maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu
kabarkan itu? (Al-Hijr: 54)
Padahal tiga belas tahun sebelumnya Nabi Ibrahim a.s. telah mempunyai
seorang putra, yaitu Ismail a.s. Kemudian istrinya berkata, seperti yang
disitir oleh firman-Nya:
{يَا وَيْلَتَى أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ
هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ * قَالُوا أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ
رَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ
حَمِيدٌ مَجِيدٌ}
Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak, padahal aku
adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang
sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.
Para malaikat itu berkata, "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan
Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas
kalian, hai ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha
Pemurah.”(Hud: 72-73)