Beliau adalah salah satu nabi dalam ajaran Islam yang diutus kepada kaum
Amoria di Damaskus. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1460 SM dan
diutus untuk mengajarkan tauhid kepada kaumnya yang menyembah berhala
supaya menyembah Tuhan Yang Maha Esa, taat beribadah, dan membayar
zakat. Ia memiliki 2 orang anak dan meninggal ketika berusia 95 tahun di
Damaskus Syiria. Namanya disebutkan sebanyak 2 kali di dalam Al-Quran.
Nama Zulkifli ia dapat ketika pada suatu hari, Raja mengumpulkan
rakyatnya dan bertanya, "Siapakah yang sanggup berlaku sabar, jika siang
berpuasa dan jika malam beribadah?"
Tak ada seorang pun yang berani menyatakan kesanggupannya. Menurut
mufassirin, akhirnya seorang anak muda yang bernama asli Basyar
mengacungkan tangan dan berkata ia sanggup melakukan itu. Sejak saat
itulah ia dipanggil dengan julukan Zulkifli yang artinya 'Sanggup'.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman
وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ كُلٌّ مِنَ الصَّابِرِينَ (85)
وَأَدْخَلْنَاهُمْ فِي رَحْمَتِنَا إِنَّهُمْ مِنَ الصَّالِحِينَ (86)
Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Zulkifli. Semua mereka termasuk
orang-orang yang sabar. Kami telah memasukkan mereka ke dalam rahmat
Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh. (QS Al-Anbiya
Ayat 85-86)
Yang dimaksud dengan Ismail ialah putra Nabi Ibrahim a.s. kekasih Allah.
Kisahnya telah disebutkan di dalam tafsir surat Maryam, begitu pula
Idris a.s. Adapun Zulkifli, menurut makna lahiriah konteks ayat
menunjukkan bahwa tidak sekali-kali ia disebutkan bersama para nabi,
melainkan ia adalah seorang nabi. Pendapat yang lain mengatakan bahwa
sesungguhnya dia hanyalah seorang lelaki saleh, seorang raja yang adil,
bijaksana lagi jujur. Ibnu Jarir tidak memberikan tanggapan apa pun
sehubungan dengan hal ini, hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan Zulkifli
ini, bahwa Zulkifli adalah seorang lelaki saleh, bukan seorang nabi. Ia
memberikan jaminan kepada anak-anak kaumnya, -bahwa ia sanggup menangani
urusan kaumnya, mengatur mereka, serta memutuskan di antara sesama
mereka dengan adil dan bijaksana. Ia melakukannya dengan baik, akhirnya
ia diberi julukan Zulkifli. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu
Abu Najih, dari Mujahid.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul
Musanna, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada
kami Wuhaib, telah menceritakan kepada kami Daud, dari Mujahid yang
mengatakan bahwa setelah Alyasa' berusia lanjut, ia berkata, "Sekiranya
aku mengangkat seorang lelaki sebagai penggantiku untuk mengatur
orang-orang, dia mau bekerja untuk mereka selama hidupku, aku akan
melihat apa yang bakal dilakukannya." Alyasa' mengumpulkan orang-orang,
lalu berkata, "Siapakah di antara kalian yang sanggup menerima tiga
persyaratan dariku, maka aku akan mengangkatnya sebagai penggantiku.
Yaitu dia harus puasa di siang harinya, berdiri (salat) di malam
harinya, dan tidak boleh marah."
Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa lalu berdirilah seorang lelaki yang
hina dipandang mata, dan ia berkata, "Saya sanggup." Alyasa' berkata,
"Apakah kamu mampu puasa di siang hari, berdiri di malam hari, dan tidak
boleh marah?" Si lelaki itu menjawab, "Ya." Akan tetapi Alyasa'
menolaknya pada hari itu. Pada hari yang kedua Alyasa mengucapkan
kata-kata yang sama, tetapi tiada seorang pun yang menjawabnya. Kemudian
lelaki itu berdiri seraya berkata, "Saya sanggup." Akhirnya Alyasa
mengangkatnya sebagai penggantinya.
Iblis berkata kepada setan-setan, "Kalian harus menggoda si Fulan."
Tetapi setan-setan itu tidak mampu menggodanya. Akhirnya iblis berkata
kepada setan-setan, "Biarkanlah, dia adalah bagianku."
Iblis mendatanginya dalam rupa seorang yang berusia lanjut lagi miskin
di saat lelaki itu merebahkan dirinya di tempat peraduannya di tengah
hari untuk istirahat sebentar, karena selamanya ia tidak pernah tidur di
malam hari —juga di siang harinya— kecuali hanya saat itu saja. Iblis
mengetuk pintu rumahnya, maka ia bertanya, "Siapakah Anda?" Iblis
menjawab, "Saya orang lanjut usia yang teraniaya."
Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa lelaki itu bangkit dan membuka pintu
rumahnya, lalu orang tua itu menceritakan perihalnya kepada dia seraya
mengadu.” Sesungguhnya antara diriku dan kaumku ada suatu persengketaab.
Mereka menganiaya diriku dan melakukan anu dan anu terhadap diriku." Si
iblis yang berupa orang tua itu memperpanjang pembicaraannya hingga
hari senja dan waktu istirahat tidur siang hari sudah habis.
Lelaki itu berkata, "Jika aku berada di majelisku, datanglah kamu, maka
aku akan membelamu agar kamu dapat mengambil hakmu." Lelaki itu
berangkat menuju ke tempat peradilan di hari itu juga. Setelah sampai,
ia duduk dan menunggu si orang tua tersebut. Tetapi ternyata dia tidak
melihatnya, maka ia membuka persidangannya (untuk orang lain).
Pada keesokan harinya lelaki itu memutuskan peradilan di antara
orang-orang seraya menunggu si orang tua itu, tetapi ternyata ia tidak
melihatnya. Ia kembali ke rumahnya untuk istirahat di siang hari. Saat
ia mulai merebahkan diri di peraduannya, tiba-tiba orang tua itu datang
mengetuk pintu rumahnya. Ia bertanya, "Siapakah Anda?" Orang yang
mengetuk pintu menjawab, "Saya orang tua yang teraniaya." Ia membuka
pintu rumahnya dan berkata kepada si orang tua renta itu, "Bukankah
telah kukatakan kepadamu, datanglah kamu ke majelis peradilanku." Si
orang tua berkata, "Sesungguhnya mereka adalah kaum yang paling jahat.
Jika mereka mengetahui bahwa kamu siap menegakkan keadilan untukku tentu
mereka akan mengatakan, 'Kami akan memberikan kepadamu hakmu.' Tetapi
bila engkau pergi, mereka akan mengingkarinya."
Ia berkata, "Pergilah kamu. Jika aku telah berada di majelis
peradilanku, datanglah kamu." Saat tidur siang telah berlalu, akhirnya
ia pergi ke majelis peradilan dan menunggu kedatangan si orang tua renta
itu, tetapi ternyata ia tidak juga melihatnya.
Rasa kantuk telah menyerangnya dengan hebat, maka ia berkata kepada
sebagian keluarganya, "Janganlah kamu biarkan seorang pun mendekati
pintu ini. Aku akan tidur, karena sesungguhnya aku sangat mengantuk."
Tepat di saat itu si orang tua datang. Maka penjaga pintu berkata
kepadanya, "Menjauhlah kamu, menjauhlah kamu!" Orang tua itu berkata,
"Sesungguhnya aku telah datang kepadanya kemarin, dan telah kuceritakan
kepadanya perihal urusanku." Penjaga pintu berkata, "Tidak, demi Allah,
dia telah memerintahkan kepada kami agar tidak membiarkan seorang pun
mendekati pintu rumahnya."
Setelah si iblis yang berupa orang tua itu kelelahan membujuk penjaga
pintu, tetapi tidak berhasil juga, akhirnya ia melihat adanya celah pada
pintu itu. Maka si iblis menyelinap ke dalam celah kecil itu. Tiba-tiba
ia telah berada di dalam rumah, dan tiba-tiba mengetuk pintu dari dalam
rumah.
Lelaki itu terbangun, lalu berkata (kepada penjaga pintunya), "Hai
Fulan, bukankah aku telah perintahkan kepadamu (agar jangan ada orang
yang mengetuk pintuku)?" Si penjaga pintu menjawab, "Kalau dari pihakku,
demi Allah, telah kulakukan pencegahan, sekarang coba lihat darimana
dia datang?" Lelaki itu bangkit menuju ke pintu, dan ternyata ia
menjumpainya dalam keadaan terkunci sebagaimana ia telah menguncinya,
tetapi anehnya si orang tua itu berada di dalam rumah bersamanya. Ia
mengerti, lalu berkata, "Hai musuh Allah!" Si orang tua menjawab, "Ya,
engkau telah membuatku kelelahan, segala upaya untuk menggodamu agar
marah telah kulakukan, tetapi ternyata tidak membawa hasil apa-apa."
Maka sejak saat itu laki-laki tersebut dijuluki Zulkifli. Julukan ini
diberikan karena ia menanggung suatu tugas dan ternyata dia dapat
menunaikannya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Zuhair ibnu Ishaq, dari Daud, dari Mujahid dengan lafaz yang semisal.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yunus, telah menceritakan kepada
kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Al-A'masy, dari Muslim yang mengatakan
bahwa Ibnu Abbas mengatakan bahwa seorang kadi di kalangan umat Bani
Israil menjelang ajalnya, lalu ia berkata, "Siapakah yang akan
menggantikan kedudukanku, tetapi dengan syarat janganlah ia marah?" Lalu
ada seorang lelaki berkata, "Saya sanggup." Maka ia diberi julukan
Zulkifli. Sejak saat itu sepanjang malam ia mengerjakan salat, pagi
harinya puasa, lalu menjalankan peradilan di antara orang-orang. Ia
hanya tidur sebentar di saat istirahat tengah hari.
Setelah hal itu berlangsung beberapa lama, tiba-tiba setan datang
kepadanya di saat ia sedang istirahat di tengah hari. Lalu teman-teman
lelaki itu berkata kepadanya, "Mengapa kamu?" Si setan menjawab, "Saya
membawa seorang yang miskin, dia mempunyai hak atas seorang lelaki,
tetapi orang lelaki itu dapat mengalahkan diriku; aku tidak dapat
membelanya."
Para penjaga menjawab, "Tunggulah di tempatmu sehingga Zulkifli bangun
dari tidurnya." Saat itu Zulkifli sedang tidur di kamar atas. Maka setan
itu sengaja mengeluarkan suara jeritan agar Zulkifli terbangun dari
tidurnya. Zulkifli terbangun mendengar suara jeritan itu, lalu bertanya,
"Mengapa kamu?" Si setan menjawab, "Saya membawa orang yang miskin, dia
mempunyai hak atas seorang lelaki." Zulkifli berkata, "Pergilah kamu
kepada si lelaki itu dan katakanlah kepadanya bahwa kamu disuruh oleh
aku agar dia memberikan hak si miskin itu!" Si setan menjawab, "Dia
menolak." Zulkifli berkata, "Pergilah kamu kepada si lelaki itu dan
katakanlah kepadanya agar dia memberikan hak si miskin ini."
Maka setan itu pergi, lalu pada keesokan harinya ia melapor, "Saya telah
pergi kepadanya, tetapi dia tidak mau mendengarkan perkataanmu."
Zulkifli berkata, "Pergilah kamu kepadanya, dan katakanlah agar dia
memberikan kepadamu hak si miskin ini." Si setan pergi dan datang lagi
pada keesokan harinya di waktu istirahat siang hari. Teman-teman
Zulkifli berkata kepadanya, "Pergilah kamu, semoga Allah mengutukmu.
Kamu datang setiap hari ke sini di saat dia sedang tidur, kamu tidak
membiarkannya istirahat."
Setan menjerit seraya mengatakan, "Saya dilarang masuk karena saya orang
miskin. Sekiranya saya orang kaya, (tentu saya boleh masuk)." Zulkifli
mendengar suara jeritan itu, lalu bertanya, "Mengapa lagi kamu?" Setan
menjawab, "Saya telah pergi kepadanya, tetapi dia memukul saya."
Zulkifli berkata, "Pergilah kamu, saya akan menemanimu." Zulkifli
mengatakan demikian seraya memegang tangan orang miskin tersebut. Ketika
si setan melihat bahwa Zulkifli benar-benar pergi bersama si miskin
itu, ia melepaskan tangannya dari tangan si miskin, lalu kabur.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdullah ibnul Haris, Muhammad
ibnu Qais, dan Abu Hujairah Al-Akbar serta lain-lainnya dari kalangan
ulama Salaf; alur kisahnya mirip dengan kisah ini. Hanya Allah-lah yang
mengetahui kebenarannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abul Jamahir, telah menceritakan kepada kami
Sa'id ibnu Basyir, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Kinanah
ibnul Akhnasy yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Asy'ari
menceritakan kisah berikut di atas mimbar, yaitu: "Zulkifli bukanlah
seorang nabi. Dahulu di kalangan kaum Bani Israil terdapat seorang
lelaki saleh yang setiap harinya mengerjakan salat sebanyak seratus
kali. Lalu Zulkifli menggantikan kedudukannya sesudah orang saleh itu
meninggal dunia, sehingga Zulkifli mengerjakan salat sebanyak seratus
kali setiap harinya, karena itulah ia diberi nama julukan Zulkifli."
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari
Qatadah yang mengatakan bahwa Abu Musa Al-Asy'ari pernah menceritakan
kisah ini. Predikat riwayat ini munqati, hanya Allah yang mengetahui
kebenarannya.
Imam Ahmad telah meriwayatkan sebuah hadis yang berpredikat garib, bahwa
telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, telah menceritakan
kepada kami Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Abdullah, dari Sa'd maula
Talhah, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar sebuah
kisah dari Rasulullah Saw. bukan hanya satu dua kali. Ibnu Umar
menghitung sampai tujuh kali, akan tetapi lebih dari itu. Beliau Saw.
bercerita seperti berikut:
"كَانَ الْكِفْلُ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ، لَا يَتَوَرَّعُ مِنْ ذَنْبٍ
عَمِلَهُ، فَأَتَتْهُ امْرَأَةٌ فَأَعْطَاهَا سِتِّينَ دِينَارًا، عَلَى
أَنْ يَطَأها، فَلَمَّا قَعَدَ مِنْهَا مَقعدَ الرَّجُلِ مِنِ امْرَأَتِهِ،
أرعِدَت وَبَكَتْ، فَقَالَ: مَا يُبْكِيكَ؟ أكْرَهْتُك؟ قَالَتْ: لَا
وَلَكِنَّ هَذَا عَمَلٌ لَمْ أَعْمَلْهُ قَطُّ، وَإِنَّمَا حَمَلني
عَلَيْهِ الْحَاجَةُ. قَالَ: فَتَفْعَلِينَ هَذَا وَلَمْ تَفْعَلِيهِ
قَطُّ؟ فَنزل فَقَالَ: اذْهَبِي فَالدَّنَانِيرُ لَكِ. ثُمَّ قَالَ:
"وَاللَّهِ لَا يَعصي اللَّهَ الْكِفْلُ أَبَدًا. فَمَاتَ مِنْ لَيْلَتِهِ
فَأَصْبَحَ مَكْتُوبًا عَلَى بَابِهِ: قَدْ غَفَرَ اللَّهُ لِلْكِفْلِ"
Dahulu seorang Al-Kiflu (tetua) di kalangan kaum Bani Israil tidak
segan-segan, mengerjakan perbuatan dosa apa pun. Maka ia kedatangan
seorang wanita, lalu ia memberi wanita itu uang sejumlah enam puluh
dinar, tetapi dengan syarat hendaknya si wanita mau tidur dengannya.
Setelah Al-Kiflu menaiki wanita itu sebagaimana seorang lelaki menaiki
istrinya, tiba-tiba tubuh si wanita itu bergetar dan menangis. Maka
Al-Kiflu bertanya, "Mengapa kamu menangis, apakah kamu tidak senang?” Si
wanita menjawab, "Tidak, tetapi saya belum pernah melakukan perbuatan
ini, dan sesungguhnya yang mendorongku berbuat demikian hanyalah
terdesak keperluan.” Al-Kiflu berkata, "Kamu mau melakukan ini, padahal
kamu sebelumnya tidak pernah melakukannya sama sekali.” Al-Kiflu turun,
lalu berkata, "Pulanglah kamu, dan uang dinar itu buatmu.” Al-Kiflu
berkata, "Demi Allah, sejak sekarang Al-Kiflu tidak akan lagi berbuat
durhaka kepada Allah selama-lamanya.” Dan pada malam harinya Al-Kiflu
meninggal dunia, kemudian pada keesokan harinya tertulis di pintu
rumahnya kalimat, "Allah telah mengampuni Al-Kiflu.”
Demikianlah bunyi teks hadis yang menceritakan kisah Al-Kiflu tanpa ada
tambahan sedikit pun. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Hadis ini tiada seorang pun dari penulis kitabSittah yang
mengetengahkannya, sanad hadis berpredikat garib. Kalau meneliti teks
hadis, hanya disebutkan Al-Kiflu, bukan Zulkifli. Barangkali yang
dimaksud adalah orang lain, bukan Zulkifli ini; hanya Allah-lah yang
mengetahui kebenarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar