Banyak sekali pelajaran dan kisah yang bisa kita gali dari Alqur’an,
karena memang Alqur’an memuat kisah-kisah orang terdahulu, baik kisah
baik atau kisah buruk.
Diantara kisah-kisah yang ada dalam Alqur’an adalah kisah beberapa kaum
yang telah dibinasakan oleh Allah karena mereka mengingkari utusan-Nya
dan melakukan berbagai penyimpangan yang telah dilarang, diantara kaum
tersebut adalah Ashabul Aikah dan kaum Tubba’.
Ashabul Aikah
Tidak banyak sejarah yang mengupas tentang siapa sebenarnya Ashabul
Aikah, akan tetapi Allah Ta’ala banyak menyebutkan tentang keberadaan
mereka didalam Alqur’an.
Allah Ta’ala berfirman :
وَأَصْحَابُ الأَيْكَةِ وَقَوْمُ تُبَّعٍ كُلٌّ كَذَّبَ الرُّسُلَ فَحَقَّ وَعِيدِ
Artinya: “dan penduduk Aikah serta kaum Tubba’, semuanya telah
mendustakan rosul rosul maka sudah semestinya mereka mendapat hukuman
yang sudah diancamkan”(Q.S. Qaaf [50] : 14)
Firman-Nya
وَإِنْ كَانَ أَصْحَابُ الأيْكَةِ لَظَالِمِينَ (78) فَانْتَقَمْنَا مِنْهُمْ وَإِنَّهُمَا لَبِإِمَامٍ مُبِينٍ (79)
Dan sesungguhnya adalah penduduk Aikah itu benar-benar kaum yang zalim,
maka Kami membinasakan mereka. Dan sesungguhnya kedua kota itu
benar-benar terletak di jalan umum yang terang. (QS Al-Hijr Ayat 78-79)
Penduduk kota Aikah adalah kaum Nabi Syu'aib.
Ad-Dahhak, Qatadah, dan yang lainnya mengatakan bahwa Aikah adalah nama sebuah pohon rindang (yang ada di kota itu).
Perbuatan zalim mereka ialah karena mereka mempersekutukan Allah, gemar
merampok (orang-orang yang lewat), serta gemar mengurangi takaran dan
timbangan. Maka Allah menghukum mereka dengan teriakan yang mengguntur,
gempa dan azab di hari mereka dinaungi awan.
Mereka berada di dekat kaum Lut sesudah kaum Lut binasa, dan hal itu
pertanda tempat tinggal mereka berdampingan. Karena itulah disebutkan
oleh firman-Nya:
{وَإِنَّهُمَا لَبِإِمَامٍ مُبِينٍ}
Dan sesungguhnya kedua kota itu benar-benar terletak di jalan umum yang terang. (Al-Hijr: 79)
Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya, makna imamum mubin dalam ayat ini ialah jalan umum yang terang.
Karena itulah ketika Nabi Syu'aib memperingatkan kaumnya mengatakan
dalam ancamannya yang disitir oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{وَمَا قَوْمُ لُوطٍ مِنْكُمْ بِبَعِيدٍ}
sedangkan kaum Lut tidak (pula) jauh (tempatnya)dari kalian. (Hud: 89)
Firman-Nya
كَذَّبَ أَصْحَابُ الأيْكَةِ الْمُرْسَلِينَ (176) إِذْ قَالَ لَهُمْ
شُعَيْبٌ أَلا تَتَّقُونَ (177) إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ (178)
فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ (179) وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ
أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ (180)
Penduduk Aikah telah mendustakan rasul-rasul; ketika Syu’aib berkata
kepada mereka, "Mengapa kalian tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah
seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepada kalian, maka bertakwalah
kepada Allah dan taatlah kepadaku; dan aku sekali-kali tidak minta upah
kepada kalian atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan
semesta alam. (QS Asy-Syu'ara': 176-180)
Menurut pendapat yang sahih, mereka (penduduk Aikah) tinggal di negeri
Madyan. Nabi Allah Syu'aib adalah salah seorang dari mereka, dan
sesungguhnya di sini tidak disebutkan 'saudara mereka' tiada lain karena
mereka dinisbatkan kepada Aikah, nama sebuah pohon yang menjadi
sembahan mereka. Menurut suatu pendapat, Aikah adalah sebuah pohon yang
rindang dedaunannya sama dengan pohon gaidah; mereka menyembah pohon
tersebut. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:Penduduk Aikah telah
mendustakan rasul-rasul.(Asy-Syu'ara': 176)
Dalam ayat selanjutnya tidak disebutkan saudara mereka Syu'aib (seperti
pada nabi lainnya yang telah disebutkan di atas), melainkan disebutkan
oleh firman-Nya:
{إِذْ قَالَ لَهُمْ شُعَيْبٌ}
ketika Syu'aib berkata kepada mereka. (Asy-Syu'ara': 177)
Hubungan persaudaraan di antara mereka diputuskan karena pengertian
nisbat yang menjadi predikat mereka, sekalipun pada kenyataannya Syu'aib
adalah saudara mereka secara nasab.
Sebagian ulama tidak menyadari akan adanya makna yang lembut ini,
sehingga ia menduga bahwa penduduk Aikah bukan penduduk Madyan. Lalu ia
menduga bahwa Syu'aib a.s. diutus oleh Allah kepada dua umat. Di antara
ulama ada pula yang mengatakannya kepada tiga umat.
Ishaq ibnu Bisyar Al-Kahili yang berpredikat daifmengatakan telah
menceritakan kepadaku Ibnus Saddi, dari ayahnya dari Zakaria ibnu Amr,
dari Khasif, dari Ikrimah. Keduanya mengatakan bahwa Allah belum pernah
mengutus seorang nabi dua kali kecuali Syu'aib, yang pertama kali ke
negeri Madyan, lalu Allah mengazab penduduknya dengan pekikan yang
mengguntur. Yang kedua kalinya ke penduduk negeri Aikah, dan penduduk
negeri Aikah ini pada akhirnya diazab Allah dengan suatu azab di hari
yang penuh dengan awan.
Abul Qasim Al-Bagawi telah meriwayatkan dari Hudbah, dari Hammam, dari
Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: dan penduduk Rass.
(Al-Furqan: 38) Bahwa mereka adalah kaumnya Nabi Syu'aib. Dan Firman
Allah Swt.: dan penduduk Aikah. (Asy-Syu'ara': 176) Bahwa mereka adalah
kaum Nabi Syu'aib pula.
Pendapat ini dikatakan oleh Ishaq ibnu Bisyr. Selain Juwaibir mengatakan
bahwa penduduk Aikah dan Madyan adalah sama. Hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui.
وَقَدْ رَوَى الْحَافِظُ ابْنُ عَسَاكِرَ فِي تَرْجَمَةِ "شُعَيْبٍ"، مِنْ
طَرِيقِ مُحَمَّدِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ
مُعَاوِيَةُ بْنُ هِشَامٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ
أَبِي هِلَالٍ، عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ سَيْفٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"إِنَّ قَوْمَ مَدْيَنَ وَأَصْحَابَ الْأَيْكَةِ أُمَّتَانِ، بَعَثَ
اللَّهُ إِلَيْهِمَا شُعَيْبًا النَّبِيَّ، عَلَيْهِ السَّلَامُ"
Al-Hafiz ibnu Asakir telah meriwayatkan di dalam biografi Syu'aib
melalui jalur Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, dari ayahnya, dari
Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari Hisyam ibnu Sa'id, dari Sa'id ibnu Abu
Hilal, dari Rabi'ah ibnu Saif, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya kaum Madyan dan
penduduk Aikah adalah dua umat, Allah telah mengutus kepada kedua umat
tersebut Nabi Syu’aib a.s.
Hadis ini garib dan dipandang dari segi predikat marfu'-nya masih
diragukan, tetapi yang lebih mendekati kebenaran hadis ini berpredikat
mauquf. Menurut pendapat yang benar, mereka adalah satu umat, tetapi
mempunyai dua sebutan nama disesuaikan dengan konteksnya. Karena itulah
Nabi Syu'aib memerintahkan kepada mereka agar menunaikan takaran dan
timbangan secara penuh (yakni tidak boleh dikurangi), sama halnya dengan
apa yang disebutkan dalam kisah penduduk Madyan. Hal ini menunjukkan
bahwa keduanya merupakan satu umat.
Kaum Tubba’
Seperti Ashabul Aikah, sejarah kaum Tubba’ juga jarang sekali dikupas,
tidak banyak ditemukan didalam kitab-kitab sejarah tentang siapa
sebenarnya kaum Tubba’.
Tubba’ adalah sebuah gelar bagi raja-raja Himyar di Yaman. Himyar, pada
asalnya adalah suku penting di kerajaan Saba’ kuno, di barat laut
Arabia. Kemudian, menjadi para penguasa yang kuat dari Arabia Selatan
sekitar 115 SM hingga 525 M. Orang Himyar terkonsentrasi di area yang
dikenal sebagai Dzu Raidan (kemudian disebut Qataban) di pesisir Yaman
masa kini.
Mungkin mereka dibantu dalam penggulingan raja-raja Saba’ yang
kehilangan kedudukannya sebagai pusat perdagangan melalui jalan darat.
Orang Himyar (yang dikenal dalam dunia klasik sebagai orang Homerit)
mewarisi bahasa dan kebudayaan Saba’,dan dari ibu kotanya di zhafar
kekuasaan mereka kadang-kadang sampai ke teluk Persia di timur dan
sampai ke gurun Arabia di utara.
Pada awal abad keempat, ibu kota Himyar dipindahkan ke Shan’a, kemudian
di abad itu juga Nasrani dan Yahudi memperoleh pijakan kuat di sana.
Kekacauan dalam negeri dan perubahan rute perdagangan menyebabkan
kerajaan itu merosot dan di tahun 525 M setelah beberapa usaha yang
gagal, para penyerbu dari Ethiopia menumpas Himyar. Seorang Himyar lari
memohon bantuan ke Persia yang menyebabkan Persia menguasai wilayah itu
di tahun 575 M.
Oleh karena itu, rakyatnya disebut sebagai bangsa Tababi’ah. Rajanya
yang paling agung adalah Hassan bin As’ad bin Abi Karab. Raja inilah
yang sukses melakukan ekspansi kerajaannya ke arah utara hingga mencapai
Syam dan ke arah timur hingga mencapai negeri Turkistan dan memasuki
Samarkand.
Kerajaan Tubba’ menjadikan dua kota utama, yaitu Ma’arib (tempat
bendungan yang tersohor) dan Dzhafar sebagai ibu kotanya. Raja Tubba’
ini dikenal sebagai orang yang pertama kali menghias Ka’bah.
Seperti Ashabul Aikah, kaum Tubba’ juga disiksa oleh Allah akibat mereka
benyak berbuat dosa dan mendustakan para Rasul hingga pada akhirnya
kaum Tubba’ juga dibinasakan oleh Allah akibat dari kesombongan mereka.
Firman-Nya
إِنَّ هَؤُلاءِ لَيَقُولُونَ (34) إِنْ هِيَ إِلا مَوْتَتُنَا الأولَى
وَمَا نَحْنُ بِمُنْشَرِينَ (35) فَأْتُوا بِآبَائِنَا إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِينَ (36) أَهُمْ خَيْرٌ أَمْ قَوْمُ تُبَّعٍ وَالَّذِينَ مِنْ
قَبْلِهِمْ أَهْلَكْنَاهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (37)
Sesungguhnya mereka (kaum musyrik) itu benar-benar berkata, "Tidak ada
kematian selain kematian di dunia ini. Dan kami sekali-kali tidak akan
dibangkitkan, maka datangkanlah (kembali)bapak-bapak kami jika kamu
memang orang-orang yang benar.” Apakah mereka (kaum musyrik) yang lebih
baik ataukah kaum Tubba' dan orang-orang sebelum mereka. Kami telah
membinasakan mereka, karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
berdosa. (QS Ad-Dukhon Ayat 34-37)
Allah Swt. mengingkari perbuatan orang-orang musyrik yang ingkar
terhadap hari berbangkit dan hari kemudian. Mereka berkeyakinan bahwa
tiada kehidupan itu melainkan hanya kehidupan di dunia ini, dan tiada
kehidupan lagi sesudah mati, tiada hari berbangkit, dan tiada hari
pembalasan. Mereka mengatakan demikian dengan beralasan bapak moyang
mereka telah tiada, ternyata mereka tidak kembali lagi, dan jika hari
berbangkit itu benar,
{فَأْتُوا بِآبَائِنَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ}
maka datangkanlah (kembali) bapak-bapak kami jika kamu memang orang-orang yang benar. (Ad-Dukhan: 36)
Ini adalah alasan yang batil dan alibi yang kacau serta tidak benar,
karena sesungguhnya hari berbangkit itu hanya terjadi pada hari kiamat
dan bukan di kehidupan dunia, bahkan terjadi hari berbangkit itu justru
sesudah usia dunia habis dan lenyap, lalu Allah mengulangi penciptaan
mereka dalam ciptaan yang baru. Dan dia menjadikan orang-orang yang
zalim untuk menghuni neraka Jahanam sebagai umpannya. Hal ini terjadi di
hari ketika kamu sekalian menjadi saksi atas umat manusia dan Rasul pun
menjadi saksi atas kalian.
Kemudian Allah Swt. mengancam mereka dan memperingatkan mereka terhadap
azab-Nya yang tidak dapat ditolak, seperti yang telah menimpa
orang-orang yang serupa dengan mereka di masa dahulu dari kalangan
orang-orang yang mempersekutukan Allah lagi ingkar kepada hari
berbangkit. Sebagai contohnya ialah kaum Tubba, yaitu kaum Saba', Allah
telah membinasakan mereka, merusak negeri mereka, serta menjadikan
mereka bercerai berai di berbagai negeri di luar negeri mereka, seperti
yang telah diterangkan di dalam tafsir surat Saba'. Mereka adalah kaum
musyrik yang mula-mula ingkar kepada adanya hari kemudian.
Demikian pula dalam surat Ad-Dukhan ini, orang-orang musyrik diserupakan
dengan kaum Tubba'; dan mereka pun dahulunya adalah orang-orang Arab
dari Qahtan, sebagaimana orang-orang musyrik Mekah pun adalah
orang-orang Arab dari 'Adnan.
Dahulu orang-orang Himyar (yakni kaum Saba') bila mengangkat seorang
raja untuk mereka, mereka menjulukinya dengan gelar Tubba', seperti
dikatakan Kisra bagi Raja Persia, Kaisar bagi Raja Romawi, Fir’aun bagi
Raja Mesir, Negus bagi Raja Habsyah, dan julukan-julukan lainnya yang
berlaku di kalangan tiap bangsa.
Tetapi telah disepakati di kalangan ahli sejarah bahwa sebagian dari
para Tubba' ada yang keluar dari negeri Yaman dan menjelajahi berbagai
negeri hingga sampai di Samarkand. Di tanah pengembaraan ia mendirikan
kerajaan hingga kerajaannya kuat dan pengaruhnya besar, begitu pula bala
tentaranya, kerajaannya luas, dan rakyatnya banyak. Dialah yang
membangun kota Hirah.
Telah disepakati pula bahwa dia dalam perjalanannya melalui kota
Madinah, yang hal ini terjadi di masa Jahiliah. Lalu ia bermaksud akan
memerangi penduduknya, tetapi penduduk Madinah mempertahankan dirinya
dan memerangi mereka di siang hari, sedangkan di malam harinya penduduk
Madinah menjamu mereka. Akhirnya raja itu malu terhadap penduduk Madinah
dan akhirnya dia tidak lagi memerangi mereka.
Raja itu membawa serta dua orang pendeta Yahudi yang pernah
menasehatinya, keduanya menceritakan kepada rajanya bahwa tiada cara
baginya untuk menaklukkan kota Madinah ini, karena sesungguhnya kota ini
kelak akan dijadikan tempat hijrah nabi akhir zaman. Maka si raja
meneruskan perjalanannya, dan membawa serta'kedua pendeta Yahudi itu ke
negeri Yaman.
Ketika raja itu melewati Mekah, ia berkehendak akan merobohkan Ka'bah,
tetapi kedua pendeta Yahudi itu melarangnya melaksanakan niatnya itu.
Keduanya menceritakan kepadanya kebesaran dari Ka'bah itu, bahwa Ka'bah
tersebut dibangun oleh Ibrahim kekasih Allah, dan kelak di masa
mendatang Ka'bah akan mempunyai kedudukan yang besar di masa nabi yang
akan diutus di akhir zaman nanti. Akhirnya si Raja itu menghormatinya,
dan melakukan tawaf di sekelilingnya dan memberinya kain kelambu,
hadiah-hadiah, dan berbagai macam pakaian. Kemudian ia kembali
meneruskan perjalanannya menuju negeri Yaman, dia menyeru penduduk Yaman
untuk beragama Yahudi sama dengan dirinya. Di masa itu agama yang
tersebar adalah agama nabi Musa a.s. Di negeri Yaman terdapat sebagian
orang yang mendapat hidayah sebelum Al-Masih diutus. Akhirnya sebagian
penduduk Yaman masuk agama Yahudi mengikuti jejak rajanya.
Kisah ini secara panjang lebar diceritakan oleh Imam Muhamad Ibnu Ishaq
di dalam Kitabus Sirah-nya. Al-Hafiz Ibnu Asakir telah mengetengahkan
biografi raja ini di dalam kitab tarikhnya. Banyak peristiwa yang
dikemukakan olehnya, sebagian di antaranya seperti yang telah disebutkan
di atas dan sebagian lainnya yang tidak kami sebutkan. Ibnu Asakir
mengatakan bahwa raja tersebut adalah Raja Dimasyq. Disebutkan bahwa
apabila memeriksa kudanya, maka dibariskan untuknya kuda-kuda dari kota
Dimasyq sampai ke Yaman.
Kemudian Al-Hafiz ibnu Asakir mengetengahkan melalui jalur Abdur Razzaq
dari Ma'mar dari Ibnu Abu Zi-b dari Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a.
dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"مَا أَدْرِي الْحُدُودُ طَهَّارَةٌ لِأَهْلِهَا أَمْ لَا؟ وَلَا أَدْرِي
تُبَّعٌ لَعِينًا كَانَ أَمْ لَا؟ وَلَا أَدْرِي ذُو الْقَرْنَيْنِ
نَبِيًّا كَانَ أَمْ مَلِكًا؟ " وَقَالَ غَيْرُهُ: "أَعُزَيْرًا كَانَ
نَبِيًّا أَمْ لَا؟ ".
Aku tidak mengetahui apakah hukuman had itu dapat membersihkan pelakunya
(dari dosa yang dilakukannya) ataukah tidak? Dan aku tidak mengetahui
apakah Tubba' itu dikutuk ataukah tidak; dan aku tidak mengetahui apakah
Zul Qarnain; itu seorang nabi ataukah seorang raja?Dan di dalam riwayat
lain disebutkan: (Aku tidak mengetahui) apakah Uzair itu seorang nabi
ataukah bukan?
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Muhammad Ibnu Hamma Az-Zahrani, dari Abdur Razzaq.
Ad-Daruqutni mengatakan bahwa Abdur Razzaq meriwayatkan hadis ini secara
munfarid (tunggal). Kemudian Ibnu Asakir meriwayatkan melalui jalur
Muhammad ibnu Kuraib, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas r.a. secara marfu':
"عُزيرُ لَا أَدْرِي أَنَبِيًّا كَانَ أَمْ لَا؟ وَلَا أَدْرِي أَلَعِينٌ تُبَّع أَمْ لَا؟ "
Aku tidak tahu, apakah Uzair seorang nabi ataukah bukan? Dan aku tidak tahu apakah Tubba' seorang yang dilaknat ataukah bukan ?
Kemudian Ibnu Asakir mengetengahkan riwayat yang melarang mencaci dan
melaknat Tubba', seperti yang akan diterangkan kemudian, Insya Allah.
Seakan-akan —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— pada awalnya Tubba'
kafir, lalu masuk Islam dan mengikuti agama Musa a.s. di tangan
pendeta-pendeta Yahudi di masa itu yang berada pada jalan kebenaran
sebelum Al-Masih diutus. Tubba' ini sempat berhaji ke Baitullah di masa
orang-orang Jurhum, dan memberinya kain kelambu dari sutra dan kain
hibarah serta menyembelih kurban di dekatnya sebanyak enam ribu ekor
unta; Tubba' ini menghormati dan memuliakan Ka'bah (Baitullah). Sesudah
itu ia kembali ke negeri Yaman.
Al-Hafiz Ibnu Asakir telah mengetengahkan kisahnya dengan panjang lebar
melalui berbagai jalur dari Ubay ibnu Ka'b, Abdullah ibnu Salam, dan
Abdullah ibnu Abbas r.a. juga Ka'bul Ahbar.
Kisah ini memang bersumber dari Ka'bul Ahbar juga dari Abdullah ibnu
Salam yang predikatnya jauh lebih kuat, lebih besar, dan lebih 'alim.
Dan hal yang sama telah diriwayatkan pula kisah mengenainya oleh Wahb
ibnu Munabbih dan Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab Sirah-nya,seperti
yang telah kita kenal.
Tetapi Al-Hafiz Ibnu Asakir pada sebagian konteks yang dikemukakannya
sehubungan dengan autobiografi Tubba' mengalami sedikit kekacauan karena
dicampur dengan autobiografi orang yang datang sesudahnya (Tubba')
dalam masa yang cukup lama. Karena sesungguhnya Tubba' yang diisyaratkan
di dalam Al-Qur'an ini kaumnya masuk Islam di tangannya, kemudian
setelah ia wafat kaumnya kembali kepada kesesatan, yaitu menyembah
berhala dan api. Maka Allah mengazab mereka, sebagaimana yang disebutkan
d"i dalam tafsir surat Saba*'. Kami telah menceritakan kisahnya dengan
panjang lebar dalam tafsir surat tersebut.
Sa’id ibnu Jubair mengatakan bahwa Tubba' telah memberi kelambu pada
Ka'bah dan Sa'id ibnu Jubair melarang orang-orang mencaci Tubba'. Tubba'
yang ini adalah Tubba' yang pertengahan, nama aslinya adalah As'ad
alias Abu Kuraib ibnu Malyakrib Al-Yamani. Para ahli sejarah menyebutkan
bahwa dia menjadi raja kaumnya selama tiga ratus dua puluh enam tahun;
tiada seorang raja pun di Himyar yang masa pemerintahannya lebih lama
daripada dia. Dia meninggal dunia sebelum Nabi Saw. diutus dalam kurun
waktu tujuh ratus tahun sebelumnya.
Para ahli sejarah menceritakan bahwa ketika dua rabi Yahudi Madinah itu
menceritakan kepada Tubba' bahwa negeri ini (yakni Madinah) kelak akan
menjadi tempat hijrah nabi akhir zaman yang bernama Ahmad. Maka Tubba'
membuat sya'ir mengenai hal tersebut untuk penduduk Madinah, dan mereka
melestarikannya dengan meriwayatkannya secara turun-temurun, generasi
demi genarasi, dari pendahulu mereka kepada generasi berikutnya. Dan
termasuk orang yang hafal syair tersebut adalah Abu Ayyub Khalid ibnu
Zaid yang rumahnya dipakai untuk tempat Rasulullah Saw. tinggal
(Sementara waktu di Madinah). Dia mengatakan:
شَهِدْتُ عَلَى أَحْمَدَ أنَّه ... رَسُولٌ مِنَ اللهِ بَاري النَّسَمْ ...
فَلَو مُدَّ عُمْري إِلَى عُمْرِهِ ... لَكُنْت وَزيرا لَهُ وَابْنَ عَمْ ...
وَجَاهَدْتُ بالسَّيفِ أعْدَاءَهُ ...وَفرَّجتُ عَنْ صَدْرِه كُلَّ غَمْ ...
Aku bersaksi bahwa Ahmad seorang utusan dari Allah Pencipta manusia.
Seandainya usiaku dipanjangkan sampai ke zamannya, tentulah aku menjadi
pembantunya dan sebagai saudara sepupunya. Tentu pula aku akan berjihad
dengan pedang melawan semua musuhnya, dan aku akan melenyapkan semua hal
yang menyusahkan hatinya.
Ibnu Abud Dunia telah meriwayatkan bahwa di masa Islam pernah dilakukan
suatu penggalian terhadap sebuah kuburan kuno di kota Sana' dan ternyata
mereka menjumpai dua jenazah wanita yang keduanya masih utuh. Di dekat
kepala masing-masing terdapat lempengan perak yang ditulis dengan emas,
menyebutkan bahwa ini adalah kuburan Huyay dan Tamis, yang menurut
riwayat lain menyebutkan Huyay dan Tumadir; keduanya adalah anak
perempuan Tubba' mereka berdua meninggal dunia dalam keadaan beragama
Tauhid, yakni telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah
selain Allah dan keduanya tidak pernah mempersekutukan Allah dengan
sesuatu pun. Begitu pula yang dipegang teguh oleh orang-orang saleh yang
ada di masanya hingga mereka meninggal. Telah kami ceritakan pula di
dalam tafsir surat Saba Syair Saba' mengenai hal tersebut.
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Ka'b pernah
mengatakan tentang Tubba' dia adalah seorang lelaki saleh. Allah telah
mencela perbuatan kaumnya, tetapi dia tidak dicela. Dan Ka'b mengatakan
bahwa Aisyah r.a. pernah mengatakan, "Janganlah kalian mencela Tubba',
karena sesungguhnya dia adalah seorang yang saleh."
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا
صَفْوَانُ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بن لَهِيعَة
عَنْ أَبِي زُرْعَة -يَعْنِي عَمْرَو بْنَ جَابِرٍ الْحَضْرَمِيَّ-قَالَ:
سَمِعْتُ سَهْلَ بْنَ سَعْدٍ السَّاعِدِيَّ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَسُبُّوا تُبَّعًا؛ فَإِنَّهُ
قَدْ كَانَ أَسْلَمَ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah,
telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami
Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Lahi'ah, dari Abu
Zar'ah (Yakni Amr ibnu Jabir Al-Hadrami) yang telah mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Sahl ibnu Sa'd As-Sa'idi r.a. mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian mencaci Tubba', karena
sesungguhnya dia adalah orang yang telah masuk Islam.
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini di dalam kitab musnadnya, dari Hasan ibnu Musa, dari Ibnu Lahi'ah dengan sanad yang sama.
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيٍّ الْأَبَّارُ،
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي بَزَّة، حدثنا مؤمل ابن
إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ سمَاك بْنِ حَرْبٍ، عَنْ
عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا تَسُبُّوا تُبَّعًا؛ فَإِنَّهُ قَدْ أَسْلَمَ"
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ali
Al-Abar, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Abu
Barzah, telah menceritakan kepada kami Muammal ibnu Ismail, telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Sammak ibnu Harb, dari Ikrimah,
dari Ibnu Abbas r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Janganlah
kalian mencaci Tubba', karena sesungguhnya dia adalah orang Islam.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ،
عَنِ المقْبُري، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَا أَدْرِي،
تُبَّع نَبِيًّا كَانَ أَمْ غير نبي"
Abdur Razzaq mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ma'mar,
dari Ibnu Abu Zi-b, dari Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: apakah Tubba' seorang
nabi ataukah bukan?
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan melalui sanad ini dalam
riwayat Ibnu Abu Hatim hal yang sama dengan apa yang diketengahkan oleh
Ibnu Asakir, yaitu: Aku tidak mengetahui apakah Tubba' seorang yang
dilaknat ataukah bukan?
Hanya Allah-lah yang Maha Mengetahui kebenarannya. Ibnu Asakir telah
meriwayatkan hal ini melalui jalur Zakaria ibnu Yahya Al-Madani, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas secara mauquf.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Imran alias Abul
Huzail, telah menceritakan kepadaku Tamim ibnu Abdur Rahman yang
mengatakan bahwa Ata ibnu Abu Rabbah pernah mengatakan: Janganlah kalian
mencaci Tubba', karena sesungguhnya Rasulullah Saw. telah melarang
mencacinya.
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar