Tibalah waktunya Nabi Musa menerima wahyu dari Allah swt. Kemudian Nabi
Musa pergi ke Gunung Sinai (Thursina). Nabi Musa menitipkan kaum Bani
Israel kepada saudaranya, yaitu Nabi Harun. Nabi Harun diminta untuk
mengurus kaum Bani Israel. Setelah tiga puluh hari, Nabi Musa berjanji
kepada pengikutnya dan Nabi Harun bahwa ia akan kembali.
Setelah tiga puluh hari berlalu. Nabi Musa belum kunjung datang.
Kepergian Nabi Musa yang begitu lama menjadikan perasan orang-orang bani
Israel merasa gelisah. Kecemasan dan kegelisahan mereka berakibat
kepada kemorosotan iman mereka yang semakin hari semakin menipis.
Menyaksikan keadaan Bani Israel yang gelisah itu, Nabi Harun berusaha
untuk menenangkan mereka dan berkata; “Wahai Bani Israel, tenanglah
kalian dan janganlah kalian khawatir serta cemas. Sesungguhnya kepergian
Nabi Musa adalah untuk menjalankan perintah Allah swt dan sesungguhnya
ia akan kembali.” Namun, orang-orang Bani Israel itu membantah perkataan
Nabi Harun dan bersikap keras kepala. Mereka sangat sulit untuk
menerima kebenaran, dan lebih cenderung berbuat berdasarkan kehendaknya
sendiri, meskipun tindakan mereka itu bertentangan dengan perintah Allah
swt.
Pada saat itu di dalam suasana yang genting, muncullah seseorang dari
kalangan mereka yang bernama Samiri yang berupaya untuk menjadi pemimpin
Bani Israel. Ia adalah seorang tukang sihir dan juga ahli membuat
patung. Samiri yang munafik berhasil menyesatkan kaum Nabi Musa. Ia
membuat patung anak sapi. Patung ini terbuat dari emas yang telah
dilebur. Kemudian, ia menyihirnya hinga patung anak sapi tersebut dapat
berbicara. Akhirnya, kaum Nabi Musa menyembah patung itu. Mereka bangga
dan sangat gembira dengan Tuhan mereka yang baru.
Kisah Bani Israel yang menyembah patung anak sapi diceritakan dalam Al-Quran.
Di antaranya adalah Surat Al-A”raaf ayat 148,
وَاتَّخَذَ قَوْمُ مُوسَى مِنْ بَعْدِهِ مِنْ حُلِيِّهِمْ عِجْلا جَسَدًا
لَهُ خُوَارٌ أَلَمْ يَرَوْا أَنَّهُ لَا يُكَلِّمُهُمْ وَلا يَهْدِيهِمْ
سَبِيلا اتَّخَذُوهُ وَكَانُوا ظَالِمِينَ (148) وَلَمَّا سُقِطَ فِي
أَيْدِيهِمْ وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ ضَلُّوا قَالُوا لَئِنْ لَمْ
يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْ لَنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
(149)
Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke Gunung Tur membuat dari
perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan
bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak
dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula)menunjukkan jalan
kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah
orang-orang yang zalim. Dan setelah mereka sangat menyesali
perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, mereka pun
berkata. ”Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan
tidak mengampuni kami, pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi."
Allah Swt. menceritakan perihal kesesatan orang-orang yang sesat dari
kalangan kaum Bani Israil karena mereka menyembah patung anak lembu yang
dibuat oleh Samiri dari perhiasan bangsa Qibti. Perhiasan emas itu asal
mulanya mereka pinjam dari orang-orang Qibti di negeri Mesir, kemudian
Samiri meleburnya dan menjadikannya patung anak lembu.
Kemudian Samiri memasukkan debu dari bekas teracak kuda Malaikat Jibril
a.s. ke dalam leburan emas itu sehingga jadilah sebuah patung yang
berbentuk dan bersuara. Al-khuwar ialah suara lembu. Hal ini terjadi
setelah kepergian Musa untuk memenuhi janji Tuhannya. Maka Allah Swt.
memberitahukan hal tersebut kepada Musa ketika Musa berada di Bukit
Tur. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt., menceritakan perihal apa yang
telah dilakukan oleh diri-Nya:
{قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنْ بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ}
Allah berfirman, "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah
kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri."(Thaha: 85)
Para ahli tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan anak lembu ini,
apakah ia mempunyai darah dan daging serta dapat bersuara, ataukah
ujudnya tetap seperti patung emas, hanya di dalam rongganya terdapat
udara sehingga bersuara seperti suara sapi. Ada dua pendapat
mengenainya, hanya Allah yang lebih mengetahui.
Menurut suatu pendapat, ketika anak lembu itu bersuara, maka mereka
menari-nari di sekelilingnya dan teperdaya oleh buatan Samiri itu, lalu
mereka mengatakan bahwa inilah tuhan kalian dan tuhan Musa, tetapi Musa
melupakannya. Maka Allah Swt. berfirman:
{أَفَلا يَرَوْنَ أَلا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلا وَلا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلا نَفْعًا}
Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak
dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi
kemudaratan kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan. (Thaha: 89)
Dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{أَلَمْ يَرَوْا أَنَّهُ لَا يُكَلِّمُهُمْ وَلا يَهْدِيهِمْ سَبِيلا}
Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat
berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada
mereka? (Al-A'raf: 148)
Allah Swt. mengingkari kesesatan mereka karena anak lembu itu dan
kealpaan mereka kepada Pencipta langit dan bumi, Tuhan segala sesuatu
dan yang memilikinya, sebab mereka menyembah dan mempersekutukan-Nya
dengan patung anak lembu yang bersuara itu, padahal anak lembu itu tidak
dapat berbicara dengan mereka, tidak pula menunjukkan jalan kebaikan
kepada mereka. Tetapi memang gelapnya kebodohan dan kesesatan telah
menutupi pandangan hati mereka, seperti yang disebutkan di dalam
riwayat Imam Ahmad dan Imam Abu Daud, dari Abu Darda yang telah
menceritakan, bahwa Rasulullah Saw. pemah bersabda:
"حُبُّكَ الشَّيْءَ يُعْمي ويُصِم"
Cintamu kepada sesuatu dapat membualmu buta dan pekak (tuli).
Firman Allah Swt.:
{وَلَمَّا سُقِطَ فِي أَيْدِيهِمْ}
Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya. (Al-A'raf: 149)
Setelah mereka dijatuhkan oleh tangan mereka sendiri, yakni menyesali perbuatannya sendiri.
{وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ ضَلُّوا قَالُوا لَئِنْ لَمْ يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْ لَنَا}
dan mengetahui bahwa dirinya telah sesat, berkatalah mereka, "Sungguh
jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni
kami. (Al-A'raf: 149)
Sebagian ulama tafsir ada yang membacanya tarhamna dengan memakai huruf
ta, sedangkan lafaz rabbuna dibaca rabbana menjadi munada,dan
yagfirlana dibaca tagfir lana.
{لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi.(Al-A'raf: 149)
Artinya, niscaya kami termasuk orang-orang yang binasa. Hal ini
merupakan pengakuan dari mereka tentang dosa yang telah mereka kerjakan
dan kesadaran mereka untuk kembali kepada Allah Swt.
Musa bin Zafar yang lebih dikenal sebagai Samiri, karena menurut
pendapat sahabat nabi, ia penduduk desa Samarra atau as-Samirah.
Pendapat lain mengatakan nama Samiri adalah penisbatan kepada salah satu
kabilah bani Israil, sedangkan menurut pendapat lain mengatakan bahwa,
Musa Samiri adalah orang Bajarma, salah seorang penduduk yang
menyembah sapi.
Samiri berasal dari bahasa Arab dan digunakan secara meluas oleh
penduduk Albania. Samiri adalah sebuah variasi dari "Samir" bagi
pengguna bahasa Albania,Arab, India dan Iran yang berasal dari bahasa
Arab yaitu "Samara". Bentuk feminim dari "Samir" adalah "Samira".
Secara etimologi kata Samiri sering dihubungkan dengan wilayah Samaria
atau kerajaan Israel Utara, meski belum ada bukti yang kuat mengenai
keterkaitan antara seorang Israel bernama Samiri dengan wilayah yang
ditempati sebagian Bani Israel di Utara Tanah Kana'an.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman
وَمَا أَعْجَلَكَ عَنْ قَوْمِكَ يَا مُوسَى (83) قَالَ هُمْ أُولاءِ عَلَى
أَثَرِي وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى (84) قَالَ فَإِنَّا قَدْ
فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنْ بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ (85)
فَرَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ يَا قَوْمِ أَلَمْ
يَعِدْكُمْ رَبُّكُمْ وَعْدًا حَسَنًا أَفَطَالَ عَلَيْكُمُ الْعَهْدُ
أَمْ أَرَدْتُمْ أَنْ يَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّكُمْ
فَأَخْلَفْتُمْ مَوْعِدِي (86) قَالُوا مَا أَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ
بِمَلْكِنَا وَلَكِنَّا حُمِّلْنَا أَوْزَارًا مِنْ زِينَةِ الْقَوْمِ
فَقَذَفْنَاهَا فَكَذَلِكَ أَلْقَى السَّامِرِيُّ (87) فَأَخْرَجَ لَهُمْ
عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ فَقَالُوا هَذَا إِلَهُكُمْ وَإِلَهُ مُوسَى
فَنَسِيَ (88) أَفَلا يَرَوْنَ أَلا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلا وَلا
يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلا نَفْعًا (89)
Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata Musa,
"Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu, ya
Tuhanku, agar Engkau rida (kepadaku).”Allah berfirman, ' Maka
sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan
mereka telah disesatkan oleh Samiri.” Kemudian Musa kembali kepada
kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa, "Hai kaumku,
bukankah Tuhan kalian telah menjanjikan kepada kalian suatu janji yang
baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagi kalian atau
kalian menghendaki agar kemurkaan dari Tuhan kalian menimpa kalian, dan
kalian melanggar perjanjian kalian dengan aku?” Mereka berkata, "Kami
sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri,
tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka
kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya, "
kemudian Samiri melemparkan untuk mereka (dari lubang itu) anak lembu
yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata, "Inilah Tuhan kalian
dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa.”Maka apakah mereka tidak
memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban
kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudaratan kepada mereka dan
tidak (pula) kemanfaatan? (QS Thoha Ayat 83-89)
Setelah Musa berjalan membawa Bani Israil seusai binasanya Fir'aun, disebutkan oleh firman-Nya:
{عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ قَالُوا يَا مُوسَى
اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ
تَجْهَلُونَ * إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَا
كَانُوا يَعْمَلُونَ}
maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah
berhala mereka. Bani Israil berkata, "Hai Musa, buatlah untuk kami
sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai tuhan
(berhala).”Musa menjawab, "Sesungguhnya kalian ini adalah kaum yang
tidak mengetahui(sifat-sifat Tuhan).” Sesungguhnya mereka itu akan
dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batallah apa yang selalu
mereka kerjakan. (Al-A'raf: 138-139)
Lalu Allah menjanjikan kepada Musa selama tiga puluh hari, kemudian
ditambah dengan sepuluh hari lagi sehingga genap menjadi empat puluh
hari; selama itu Musa melakukan puasa siang dan malam harinya.
Keterangan mengenai hal ini telah disebutkan dalam hadis fitnah yang
dikemukakan oleh Ibnu Abbas. Setelah menjalani masa itu Musa bersegera
menuju ke Bukit Tur, dan sebelumnya terlebih dahulu ia mengangkat
saudaranya sebagai ganti darinya untuk mengatur kaum Bani Israil. Karena
itu, disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا أَعْجَلَكَ عَنْ قَوْمِكَ يَا مُوسَى قَالَ هُمْ أُولاءِ عَلَى أَثَرِي}
Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata Musa, "Itulah mereka sedang menyusuli aku.” (Thaha: 83-84)
Yakni mereka telah datang dan sedang beristirahat di dekat Bukit Tur.
{وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى}
dan aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar Engkau rida (kepadaku). (Thaha: 84)
Maksudnya, supaya Engkau bertambah rida kepadaku.
{قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنْ بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ}
Allah berfirman, "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah
kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri. (Thaha: 85)
Allah Swt. memberitakan kepada Musa tentang kejadian yang menimpa
kaumnya (Bani Israil) sepeninggalnya, bahwa mereka menyembah anak lembu
atas rekayasa yang dilakukan oleh Samiri buat mereka. Di dalam
kitab-kitab dongeng Israiliyat disebutkan bahwa nama sebenarnya Samiri
adalah Harun.
Dalam masa itu Allah Swt. telah menuliskan luh-luh yang di dalamnya
tertera kitab Taurat untuk Musa. seperti yang disebutkan dalam
firman-Nya:
{وَكَتَبْنَا لَهُ فِي الألْوَاحِ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْعِظَةً
وَتَفْصِيلا لِكُلِّ شَيْءٍ فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ وَأْمُرْ قَوْمَكَ
يَأْخُذُوا بِأَحْسَنِهَا سَأُرِيكُمْ دَارَ الْفَاسِقِينَ}
Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu
sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami
berfirman), "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu
berpegang kepada(perintah-perintahnya) yang sebaik-baiknya, nanti Aku
akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik.”(Al-A'raf:
145)
Yakni akibat yang akan dialami oleh orang-orang yang menyimpang dari jalan ketaatan kepada-Ku dan menentang perintah-Ku.
Firman Allah Swt.:
{فَرَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا}
Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. (Thaha: 86)
sesudah Allah mewartakan kepadanya kisah tersebut. Musa kembali kepada
kaumnya dengan rasa marah dan murka terhadap mereka, padahal saat itu
Musa sedang menjalankan apa yang menjadi kebaikan bagi mereka yang
karenanya ia menerima kitab Taurat. Di dalam kitab Taurat terdapat
syariat buat mereka, terkandung pula kemuliaan mereka. Tetapi mereka
adalah suatu kaum yang menyembah selain Allah, hal tersebut tidaklah
dilakukan oleh orang yang berakal sehat. Sudah jelaslah kebatilan
perbuatan mereka dan hal itu menunjukkan akan kedangkalan serta
kekurangan akal dan hati mereka. Karena itulah maka disebutkan dalam
ayat ini bahwa Musa kembali kepada mereka dalam keadaan marah dan murka.
Yang dimaksud dengan murka ialah kemarahan yang sangat atau marah
berat.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dalam keadaan
marah dan bersedih hati. (Thaha: 86) Yaitu dengan kesal hati,
Qatadah dan As-Saddi mengatakan bahwa al-asaf artinya bersedih hati atas perbuatan kaumnya sepeninggal dia.
{قَالَ يَا قَوْمِ أَلَمْ يَعِدْكُمْ رَبُّكُمْ وَعْدًا حَسَنًا}
Berkata Musa, "Hai kaumku, bukankah Tuhan kalian telah menjanjikan kepada kalian suatu janji yang baik?” (Thaha: 86)
Yakni bukankah Dia telah menjanjikan kepada kalian melalui lisanku
kebaikan dunia dan akhirat serta akibat yang terpuji, seperti yang telah
kalian rasakan sendiri, yaitu Dia telah memberikan pertolongan-Nya
kepada kalian dalam menghadapi musuh kalian sehingga kalian beroleh
kemenangan atasnya, juga nikmat-nikmat lainnya yang telah diberikan oleh
Dia kepada kalian.
{أَفَطَالَ عَلَيْكُمُ الْعَهْدُ}
Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagi kalian. (Thaha: 86)
Yakni masa tunggu kalian terhadap apa yang dijanjikan oleh Allah untuk
kalian dan kalian melupakan nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya,
padahal masa itu masih hangat dan belum lama.
{أَمْ أَرَدْتُمْ أَنْ يَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّكُمْ}
Atau kalian menghendaki agar kemurkaan dari Tuhan kalian menimpa kalian? (Thaha: 86)
Am dalam ayat ini bermakna bal yang menunjukkan arti idrab
(mengenyampingkan) kalimat pertama, lalu mengalihkan pembicaraan kepada
kalimat selanjutnya. Seakan-akan dikatakan bahwa 'atau kalian
menghendaki dengan perbuatan kalian ini agar Tuhan menimpakan murkaNya
kepada kalian, yang hal itu berarti kalian ingkar janji kepadaku'. Kaum
Bani Israil menjawab apa yang diperingatkan oleh Musa kepada mereka,
seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{مَا أَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ بِمَلْكِنَا}
Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kamauan kami sendiri. (Thaha: 87)
Yakni dengan keinginan dan pilihan kami sendiri. Kemudian Bani Israil
mengemukakan alasannya yang munafik itu yang lahiriahnya menggambarkan
tentang kesucian mereka terhadap perhiasan orang Mesir yang ada di
tangan niereka dari hasil pinjaman saat mereka keluar meninggalkan
negeri Mesir, sedangkan perhiasan itu masih ada di tangan mereka. Mereka
mengatakan, "Kami melemparkan perhiasan itu semuanya (ke dalam api
itu)."
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan berkenaan dengan hadis
fitnah, bahwa Harun a.s. adalah orang yang memerintahkan kepada mereka
untuk melemparkan semua perhiasan itu di lubang galian yang telah
dinyalakan api di dalamnya.
Kisah tersebut menurut riwayat As-Saddi, dari Abu Malik, dari Ibnu
Abbas, sesungguhnya Harun bermaksud agar semua perhiasan itu dikumpulkan
di dalam lubang galian itu menjadi satu dan dilebur menjadi satu sambil
menunggu kedatangan Musa, maka Musalah kelak yang akan memutuskannya
menurut apa yang dikehendakinya.
Kemudian datanglah Samiri, lalu ia melemparkan ke dalam galian itu
segenggam tanah yang telah diambilnya dari bekas telapak (kuda) Malaikat
Jibril. Samiri meminta pula kepada Harun agar mendoakan kepada Allah
Swt. semoga Allah memperkenankan suatu permintaannya. Harun berdoa
kepada Allah, memohon perkenan bagi Samiri, sedangkan ia sendiri tidak
mengetahui apa yang dimaksud oleh Samiri. Doa Harun diterima oleh Allah,
lalu Samiri berkata saat itu juga, "Saya memohon kepada Allah agar apa
yang saya lemparkan itu menjadi anak lembu." Dan jadilah anak lembu yang
dimintanya itu sekaligus ada suaranya. Hal ini terjadi sebagai
istidraj, penangguhan azab, ujian, dan cobaan dari Allah kepadanya.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{فَكَذَلِكَ أَلْقَى السَّامِرِيُّ * فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ}
dan demikian pula Samiri melemparkannya, kemudian Samiri mengeluarkan
untuk mereka (dari lubang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara.
(Thaha: 87-88)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ubadah ibnul Buhturi, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun,
telah menceritakan kepada kami Hammad dari Sammak, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Harun bersua dengan Samiri yang saat itu
Samiri sedang memahat membuat patung anak lembu. Harun bertanya
kepadanya, "Apakah yang sedang kamu buat?" Samiri menjawab, "Saya sedang
membuat sesuatu yang mudarat dan tidak memberi manfaat." Harun berkata,
"Ya Allah, berikanlah kepadanya apa yang dimintanya di dalam hatinya,"
lalu harun berlalu meninggalkannya. Samiri berkata, "Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar patung ini bersuara," maka
patung itu dapat bersuara. Apabila ia bersuara, mereka bersujud
kepadanya; dan bila bersuara lagi, mereka mengangkat kepalanya dari
sujudnya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula melalui jalur lain, dari Hammad yang
menyebutkan bahwa Samiri menjawab, "Saya sedang membuat sesuatu yang
bermanfaat dan tidak mudarat."
As-Saddi mengatakan bahwa patung anak lembu itu dapat bersuara dan
berjalan. Lalu orang-orang yang sesat dari kalangan mereka —karena
teperdaya oleh patung anak lembu itu sehingga mereka menyembah nya
mengatakan: Inilah Tuhan kalian dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa.
(Thaha: 88) Yaitu Musa lupa bahwa tuhannya ada di sini. lalu dia pergi
mencarinya.
Hal yang sama telah disebutkan dalam hadis fitnah yang bersumber dari Ibnu Abbas.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid.
Sammak telah meriwayatkan dari Ikrimah. dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: tetapi Musa telah lupa. (Thaha: 88) Maksudnya,
lupa mengingatkan kalian, bahwa ini adalah tuhan kalian.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Hakim ibnu Jubair, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa mereka mengatakan: Inilah
Tuhan kalian dan Tuhan Musa. (Thaha: 88) Lalu mereka tetap menyembahnya
dan menyukainya dengan kesukaan yang sangat. Mereka belum pernah
mencintai sesuatu seperti kecintaan mereka terhadap penyembahan anak
lembu itu.
Allah Swt. berfirman:
{فَنَسِيَ}
tetapi Musa telah lupa. (Thaha: 88)
Bahwa damir yang ada dalam lafaz nasiya kembali kepada Samiri, yakni
Samiri meninggalkan keislamannya. Lalu Allah berfirman, menjawab mereka
dengan nada kecaman dan mengandung penjelasan tentang kepicikan akal
mereka dan pendapat mereka yang memalukan:
{أَفَلا يَرَوْنَ أَلا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلا وَلا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلا نَفْعًا}
Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak
dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi
kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula)kemanfaatan? (Thaha: 89)
Yakni apakah mereka tidak melihat bahwa patung anak lembu itu tidak
menjawab mereka bila mereka bertanya, tidak pula dapat berbicara dengan
mereka bila mereka mengajaknya bicara. Patung anak lembu itu sama sekali
tidak dapat membahayakan mereka dan tidak dapat memberikan manfaat
kepada mereka, baik di dunia maupun di akhirat.
Ibnu Abbas mengatakan, "Demi Allah tiada lain suara patung anak lembu
itu melainkan bila ada angin yang masuk ke duburnya, lalu keluar dari
mulutnya, maka saat itulah terdengar suaranya."
Dalam hadis futun (fitnah-fitnah yang melanda Bani Israil) yang
diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri, disebutkan bahwa patung anak lembu
itu bernama Bahmut.
Kesimpulan dari alasan yang dikemukakan oleh orang-orang yang bodoh itu
(kaum Bani Israil penyembah anak lembu) ialah bahwa mereka pada mulanya
enggan untuk memiliki perhiasan orang-orang Qibti (bangsa Egypt) yang
masih ada di tangan mereka. Karena itu, maka mereka melemparkannya (ke
dalam parit), lalu mereka menyembah patung anak lembu. Mereka melucuti
dirinya dari perkara yang kecil, dan akhirnya terjerumus ke dalam
perkara yang besar (dosanya, yaitu menyembah anak lembu).
Di dalam sebuah hadis sahih dari Abdullah ibnu Umar disebutkan bahwa
pernah ada seorang lelaki dari kalangan penduduk Irak bertanya kepadanya
tentang darah nyamuk bilamana darah nyamuk itu mengenai pakaian.
Pertanyaannya ialah, "Bolehkah baju itu dipakai untuk salat?" Maka Ibnu
Umar r.a menjawab: Lihatlah oleh kalian penduduk Irak, mereka membunuh
putra dari putri Rasulullah Saw. (yakni Al-Husain), sedangkan mereka
menanyakan tentang masalah darah nyamuk!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar