Dalam Alquran, terdapat sejumlah cerita yang mengisahkan kehancuran
beberapa kaum (umat) karena tidak mau beriman kepada Allah. Di
antaranya, kaum ‘Ad (zaman Nabi Hud), umat Nabi Nuh, Tsamud (di zaman
Nabi Saleh), Madyan (Nabi Syu’aib), dan kaum Ibrahim.
Pada kesempatan ini, Republika mencoba menurunkan laporan
tentang kehancuran salah satu bangsa itu, yaitu kaum ‘Ad serta di
manakah dulunya keberadaan kaum (bangsa) tersebut.
Dalam Alquran, dijelaskan bahwa kehancuran kaum Nabi Hud ini
disebabkan oleh angin (topan) yang lebat dan berlangsung selama tujuh
malam delapan hari (QS Alhaaqqah: 6-8).
Hancurnya kaum yang durhaka kepada Allah SWT dan mendustakan Nabi Hud
ini rupanya mengusik perhatian para peneliti untuk menguak kembali
keberadaan dan sisa-sisa bangsa ‘Ad ini.
Dalam berbagai upaya yang dilakukan, sejumlah peneliti mulai
menemukan tanda-tanda sebagian umat terdahulu ini. Tahun 1990, beberapa
koran terkemuka di dunia melaporkan temuan salah seorang peneliti yang
bernama Nicholas Clapp, seorang arkeolog. Dalam sejumlah media itu,
diberitakan keberadaan kaum ‘Ad ini dengan headline besar. Seperti dikutip situs http://www.islamicity.com, berita-berita tersebut di antaranya menulis Fabled Lost Arabian City Found (Kota Legenda Arabia yang Hilang Telah Ditemukan), ada pula yang menuliskan Arabian City of Legend Found (Kota Legenda Arabia Ditemukan), dan The Atlantis of the Sands, Ubar (Ubar, Atlantis di Padang Pasir), dan sebagainya.
Penelitiannya tentang sejarah Arab merujuk pada Alquran dan karya peneliti Inggris yang bernama Bertram Thomas dengan judul Arabia Felix. Arabia Felix
adalah sebuah ungkapan yang diberikan penguasa Romawi untuk bagian
selatan semenanjung Arabia yang berarti Arabia yang beruntung. Dinamakan
demikian karena keberadaan dan letaknya yang sangat strategis telah
menjadi perantara dalam perdagangan rempah-rempah antara India dan
tempat-tempat di utara semenanjung Arab. Dan, orang-orang yang tinggal
di daerah ini mampu memproduksi dan mendistribusikan frankincense
(seperti gaharu–Red), sejenis getah wangi dari pohon yang sangat
langka. Tanaman tersebut digunakan sebagai dupa dalam berbagai ritus
keagamaan. Dan, harga tanaman ini pada saat itu sebanding dengan emas.
Dari ayat Alquran dan buku karangan Thomas ini, Nicholas Clapp
menelusuri jejak sebuah kota kuno di bagian selatan semenanjung Arabia
(termasuk Yaman dan Oman) bernama Ubar yang disebutkan dalam dongeng
Suku Badui.
Dalam Alquran, kejadian atau peristiwa yang menghancurkan kaum ‘Ad
ini terjadi di Iram, salah satu kota di semenanjung Arabia. Setelah
lokasi kota legendaris yang menjadi subjek cerita dongeng Suku Badui ini
diketemukan, penggalian dilakukan untuk mengangkat peninggalan dari
sebuah kota yang berada di bawah gurun pasir. Dari sini, kemudian
ditemukan sejumlah bekas reruntuhan yang diyakini merupakan pilar-pilar
dari bangunan menara yang dahulunya dimiliki kaum ‘Ad dan Iram
sebagaimana disebutkan dalam surat Alfajr ayat 6-8.
”Apakah kamu tidak memerhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap
kaum ‘Ad? (Yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan tinggi.
Yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri
lainnya.” (QS Alfajr: 6-8).
Berdasarkan keterangan dan data-data empirik tersebut, Clapp mencoba
dua jalan untuk membuktikan keberadaan Ubar. Pertama, ia menemukan bahwa
jalan-jalan yang dikatakan oleh Suku Badui benar-benar ada. Ia meminta
kepada NASA (Badan Luar Angkasa Nasional Amerika Serikat) untuk
menyediakan foto atau citra satelit dari daerah tersebut. Setelah
melalui perjuangan yang panjang, ia pun berhasil membujuk pihak yang
berwenang untuk memotret daerah tersebut.
Selanjutnya, Clapp mempelajari naskah dan peta-peta kuno di
Perpustakan Huntington di California untuk menemukan peta dari daerah
tersebut. Ia berhasil menemukan sebuah peta yang digambar oleh
Ptolomeus, seorang ahli geografi Yunani Mesir dari tahun 200 M. Dalam
peta ini, ditunjukkan letak dari kota tua yang ditemukan di daerah
tersebut dan jalan-jalan yang menuju kota tersebut.
Bahkan, hasil foto satelit NASA ditunjukkan adanya jejak kafilah yang
tidak mungkin dikenali dengan mata telanjang. Setelah membandingkan
gambar dari satelit dengan peta tua, akhirnya Clapp berkesimpulan bahwa
jejak-jejak dalam peta tua berhubungan erat dengan gambar satelit. Lalu,
ia mencari jejak peninggalan sejarah yang ada di daerah itu, yaitu
sebuah kota sebagaimana dongeng Suku Badui.
Dari penelitian yang dilakukan Clapp dan gambar-gambar satelit,
akhirnya ia berkesimpulan bahwa Ubar adalah kota tempat kaum ‘Ad
bermukim. Apalagi, setelah dilakukan penggalian, kota itu tampak berada
di bawah pasir sedalam 12 meter. Yang lebih mengesankan lagi bagi Clapp,
sisa-sisa peninggalan kaum ‘Ad ini berupa pilar-pilar bangunan yang
tinggi, sebagaimana diisyaratkan Alquran.
Dr Zarins, seorang anggota tim penelitian yang memimpin penggalian,
mengatakan bahwa selama menara-menara itu dianggap sebagai unsur yang
menunjukkan kekhasan Kota Ubar dan selama Iram disebutkan mempunyai
menara-menara atau tiang-tiang, maka sejauh ini hal itu merupakan bukti
terkuat bahwa peninggalan sejarah yang mereka gali adalah Iram, kota
kaum ‘Ad yang disebut dalam Alquran. sya/dia/berbagai sumber
Peradaban Modern Kaum ‘Ad
Salah satu jejak ditemukannya keberadaan peninggalan kaum ‘Ad adalah
pilar-pilar bangunan yang tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa sejak
zaman dahulu, umat manusia, khususnya kaum ‘Ad, sudah berperadaban
sangat maju. Ini dibuktikan dengan pendirian bangunan yang menggunakan
pilar sangat tinggi.
Banyak perdebatan mengenai ciri-ciri dari kaum ‘Ad yang membangun
kota Iram (Ubar) sebagai kemajuan peradaban mereka. Bahkan, tidak ada
bukti sejarah ataupun arsip peradaban lama yang menunjukkan hal itu.
Namun, Alquran telah mengatakan hal ini pada 14 abad yang silam.
Menurut sebuah sumber, tidak adanya catatan sejarah mengenai
peradaban bangsa ini disebabkan kaum yang berdiam di Arabia Selatan
(Yaman) ini selalu menjaga jarak dengan masyarakat lain yang hidup di
Mesopotamia dan Timur Tengah.
Dalam Alquran, umat Nabi Hud ini dikenal sebagai umat yang sombong.
Mereka juga tidak percaya dengan kenabian Hud. Mereka menyombongkan diri
sebagai kaum yang kuat, tinggi besar perawakan tubuhnya (QS 41: 15),
mendiami bangunan tinggi, istana-istana dan benteng yang dibangun di
atas perbukitan (QS 26: 128-129), suka menyiksa dengan kejam (QS 26:
130), mempunyai banyak keturunan, hewan ternak, kebun, dan mata air (QS
26: 133-134).
Kaum ‘Ad diperkirakan hidup antara abad ke-20 sebelum masehi (SM).
Alquran menyebutkan, kaum ini ada sesudah kaum Luth dan Tsamud. Kaum
Luth semasa dengan Ibrahim sekitar abad 17-18 SM. Sedangkan, kaum Tsamud
sekitar abad ke-8 SM. Mereka (‘Ad) diperkirakan hidup pada tahun 2000
SM. Namun, ada pula yang menyatakan abad ke-23 SM, 13 SM, dan sebelum
masa Nabi Musa. sya/berbagai sumber
Orang Hadramaut Diperkirakan Keturunan Kaum ‘Ad
Orang Hadramaut (Yaman) diduga merupakan anak cucu dan keturunan dari
kaum ‘Ad. Dugaan ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan secara
mendalam mengenai peradaban yang didirikan kaum ‘Ad di Ubar, Yaman
Selatan.
Harun Yahya dalam situsnya tentang bangsa-bangsa yang musnah
menyebutkan, di Yaman Selatan, terdapat empat kaum yang hidup sebelum
saat ini. Keempat kaum itu adalah Hadramaut, Sabaean (Saba), Minaean,
dan Qatabaean. Keempat kaum ini, dalam waktu yang singkat, berada dalam
satu pemerintahan dan dalam suatu daerah yang saling berdekatan.
Banyak ilmuwan kontemporer mengatakan bahwa kaum ‘Ad telah memasuki
satu periode transformasi dan kemudian muncul kembali ke dalam panggung
sejarah. Dr Mikhail H Rahman, seorang peneliti dari University of Ohio,
merasa yakin bahwa kaum ‘Ad adalah nenek moyang dari Hadramaut, Saba,
dan empat kaum yang pernah hidup di Yaman Selatan.
Seorang penulis Yunani bernama Pliny menghubungkan suku ini sebagai
“Adramitai” yang berarti Hadrami. Akhiran dalam bahasa Yunani adalah
suffiks-kata benda, kata benda “adram” mungkin merupakan perubahan dari
kata “ad-i ram” sebagaimana disebutkan dalam Alquran.
Ptolomeus, seorang ahli geografi YunanI (150-100 SM), menunjukkan
bahwa di sebelah selatan Semenanjung Arabia adalah tempat di mana kaum
yang disebut “Adramitai” pernah hidup. Daerah yang sampai sekarang
dikenal dengan nama Hadramaut. Ibu kota negara Hadrami, Shabwah,
terletak di sebelah barat Lembah Hadramaut. Berdasarkan berbagai legenda
tua, disebutkan bahwa makam Nabi Hud yang diutus sebagai nabi oleh kaum
‘Ad terletak di Hadramaut.
Faktor lain yang cenderung membenarkan pemikiran bahwa Hadramaut
adalah penerus dari kaum ‘Ad adalah kekayaan mereka. Bangsa Yunani
menegaskan bahwa Hadramites (orang Hadramaut) sebagai “suku bangsa yang
terkaya di dunia”. Catatan sejarah mengatakan bahwa Hadramites sangat
maju dalam pertanian wewangian, salah satu yang paling berharga pada
waktu itu. Mereka telah membangun daerah-daeah baru yang digunakan untuk
menanam dan memperluas penggunaannya. Hasil pertanian dari Hadramites
lebih banyak daripada produksi wewangian tersebut di masa kini.
Apa yang telah ditemukan dalam penggalian yang dilakukan di Shabwah
yang dahulunya dikenal sebagai ibu kota Hadramite sangatlah menarik.
Dalam penggalian yang dimulai pada tahun 1975, sangatlah sulit bagi para
ahli arkeologi untuk mencapai sisa-sisa/reruntuhan dari kota tersebut
karena terkubur di bawah gurun pasir yang sangat dalam. Temuan yang
dihasilkan itu diakhiri penggalian yang sangatlah menakjubkan. Kota tua
yang digali adalah salah satu temuan terbesar dan menarik yang ditemukan
saat ini. Kota yang dikelilingi oleh tembok dinyatakan lebih luas
daripada berbagai situs kuno lainnya di Yaman dan istananya dikenal
sebagai bangunan yang sangat menakjubkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar