Minggu, 19 Januari 2014

Kaum 'Ad


 Pendahuluan
Bangsa arab sebelum datangnya Islam telah memiliki kerajaan-kerajaan yang berlokasi di tempat yang kini dikenal dengan sebutan Timur Tengah yakni Jazirah Arab, Syam ( Syuriah, Palestina, Yordania ) dan Mesir. Di dalam sejarah kerajaan-kerajaan yang ada didaerah tersebut muncul nama kerajaan Aad yang didirikan oleh suatu kaum yang bernama kaum Aad. Secara garis besar, bangsa arab merupakan bangsa yang terdiri dari dua rumpun besar yakni Al-Arabul ‘Aribah dan Al-Arabul Musta’ribah. Bangsa Al-Arabul ‘Aribah merupakan bangsa arab yang telah musnah dan kaum Aad merupakan salah satu dari kaum yang telah musnah tersebut. Sejarah kaum Aad sangat menarik untuk dibahas karena keberadaan kaum Aad pertama kali justru bukan ditemukan di sumber-sumber sejarah tertulis kaum-kaum kuno seperti pada umumnya. Keberadaan kaum Aad justru ditemukan pertama kali di Al-Qur’an yang karena itulah membuat banyak arkeolog penasaran bahwa benarkah kaum Aad ini ada seperti yang tertulis di kitab suci umat Islam. Beberapa peneliti yang tertarik menyelidiki langsung tempat kaum Aad menemukan peninggalan-peninggalan yang tersisa dari kaum Aad dengan bantuan alat-alat modern. Penemuan bekas-bekas jejak peninggalan kaum Aad yang dulu pernah menjadi kebanggaan kaum ini dan bisa disimpulkan juga bahwa sejarah adanya kaum bernama Aad ini dimasa lalu adalah benar.
Asal Usul Kaum Aad
Kaum Aad adalah keturunan dari seseorang yang bernama Aad. Menurut para ahli Nasab ( ahli silsilah keturunan ), orang yang bernama Aad yang menjadi asal usul dan menurunkan kaum Aad adalah  keturunan dari Sam putera Nabi Nuh a.s. Jadi, kata Aad memiliki dua arti yaitu seorang pribadi bernama Aad yang kemudian menjadi asal usul dari kaum Aad dan suatu kaum atau bangsa yang diturunkan oleh seorang bernama Aad tadi[1]. Didalam Al-Qur’an yang dimaksud dengan kata-kata Aad adalah arti yang kedua yaitu suatu kaum bernama Aad.
Kaum Aad masuk dalam golongan bangsa arab yang telah hilang atau lenyap yang memiliki arti keturunan mereka tidak ada lagi atau mereka telah punah. Bangsa arab yang telah hilang itu dalam sejarah dikenal dengan istilah “ Al-Arab Al-Baidah “ yang artinya bangsa Aarab yang telah musnah.
Sejarah Kaum Aad
Kaum Aad merupakan kaum yang awalnya bermukim dan menetap di Mesopotamia ( Irak ). Mesopotamia merupakan sebuah daerah subur yang didiami oleh berbagai macam suku dan bangsa sehingga daerah ini sangat padat akan penduduk. Banyaknya suku dan bangsa ini pula mendorong terjadi banyak peperangan dan perselisihan diantara mereka yang menyebabkan huru-hara. Kerusuhan yang sering terjadi di Mesopotamia bahkan bertambah buruk dengan kekejaman-kekejaman yang dilakukan seorang raja bernama Namrud yang berkuasa di Babylonia ( Mesopotamia Selatan )[2]. kaum Aad merasa Mesopotamia sudah tidak layak lagi untuk ditinggali dan munculah niat kaum Aad untuk mencari tempat tinggal baru sehingga mereka memutuskan untuk hijrah ke daerah lain.
Tempat yang dijadikan kaum Aad sebagai tempat tinggal baru mereka adalah daerah  bernama Al-Ahqaaf. Dikota ini kaum Aad mendirikan infrastuktur yang sangat megah yang diakui bahkan oleh kitab suci umat Islam yakni Al-Qur’an. Di surat al-fajr ayat 6-8 disebutkan “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Ad, (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan  yang tinggi yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain”. Kaum Aad mendirikan kota-kota dan menggali sumber-sumber air lalu membuat kanal supaya irigasi berjalan teratur. Adanya pengairan yang teratur ini bumi Al-Ahqaar menjadi subur dan sangat bagus untuk bercocok tanam. Mereka juga sudah sanggup untuk bisa melakukan eksplorasi sumber daya alam seperti mengeluarkan logam-logam dari perut bumi dan mengolahnya menjadi barang kerajinan yang terbuat dari logam. Dari segi sosial pun kaum Aad diriwayatkan memiliki kebudayaan yang tinggi menurut ukuran zamannya. Dengan semua hal tersebut mereka telah dapat merasakan hidup sejahtera dan makmur.
Salah satu dari peradaban kaum Aad yang mencolok seperti yang tertera disurat al-fajr ayat 6-8, kaum Aad mendirikan sebuah kota bernama Iram yang sangat megah yang bahkan bisa dibilang sebagai keajaiban dunia dieranya. Kota ini memiliki menara-menara atau tiang-tiang yang sangat tinggi. Menara ini bertujuan sebagai tanda bagi para pedagang atau mushafir yang sedang berjalan melintasi kota Iram. Hal ini membuat Iram sebagai kota persinggahan para pedagang maupun mushafir.  Kota ini dibangun oleh seorang raja bernama Syadda Ibnu ‘Aad/
Kesejahteraan dan kemakmuran yang diperoleh oleh kaum Aad membuat hasrat mereka meluaskan kekuasaan dengan menyerang  dan memerangi negeri-negeri yang lain hingga sampailah kekuasaan mereka ke Syam dan Irak. Perlakuan mereka terhadap lawannya sangat ganas, kejam, dan aniaya ( Q.S. Asy Syua’ra ayat 130 ). Selain prilaku mereka yang tidak lagi menunjukan rasa kemanusiaan kepada lawan-lawannya, mereka juga telah menyimpang secara agama dari menganut kepercayaan tauhid kepada mempertuhankan patung-patung leluhur mereka. Pada awalnya kaum Aad menganut kepercayaan tauhid akan tetapi seiring berjalannya waktu terjadi penyelewengan-penyelewengan dalam kepercayaan itu. Ini terjadi salah satu faktornya disebabkan oleh lingkungan hidupnya. Patung-patung yang dibuat untuk mengenang jasa para leluhur mereka kemudian bergeser dari hanya sekedar penghormatan dan untuk mengenang leluhur mereka menjadi Tuhan yang mereka sembah. Menurut para Mufassir ada tiga buah patung yang mereka sembah yakni “Shada”, “Shamud” dan “Hab”[3]. Maka untuk mengembalikan kaum Aad kepada agama tauhid dan memulihkan rasa kemanusiaan mereka lalu Allah SWT mengutus seorang nabi bernama Nabi Hud a.s. yang merupakan nabi pertama dari bangsa Arab.
Nabi Hud merupakan orang yang berasal dari golongan kaum Aad sendiri karena di Al-Qur’an nabi Hud disebut sebagai saudara sekaum dan seketurunan dengan kaum Aad. Dalam Al-Qur’an terdapat 16 buah surat yang memuat kisah tentang Nabi Hud dan kaum Aad. Nabi Hud pada awalnya berusaha mengembalikan kaum Aad kepada kepercayaan ketauhidan dengan cara menyeru mereka agar kembali menyembah Allah SWT. Nabi Hud mengundang kaum Aad yang menyembah patung-patung agar memperhatikan bahwa patung-patung yang mereka sembah dan dianggap Tuhan tidak mempunyai kekuasaan dan daya apapun. Patung-patung tersebut tidak bisa menciptakan makhluk, tidak bisa memberi rezeki, tidak dapat menghidupkan dan mematikan makhluk. Oleh karena itu, menurut Nabi Hud patung tersebut bukanlah Tuhan dan tidak pantas untuk disembah.
Nabi Hud menyatakan bahwa dia mengajak kaum Aad untuk kembali ke agama tauhid bukanlah mengharapkan balas jasa, uang, kehormatan, ataupun upah dari mereka. Ia hanyalah mengerjakan apa yang Tuhan berikan tanggung jawab kepada dia untuk mengajak kaum Aad untuk kembali kepada agama tauhid sesuai dengan fitrah manusia. Nabi Hud merasakan keprihatinannya karena kaumnya tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang hak dan mana yang batil. Oleh karena mereka telah bergelimang dosa maka nabi Hud menyerukan mereka agar cepat memohon ampun kepada Allah SWT dan bertaubat kepada-Nya. Niscaya taubat mereka akan diterima oleh Allah SWT dan diampuni dosa-dosa mereka lalu akan diturunkan hujaan yang amat lebat sehingga bumi mereka yang terdiri dari gurun pasir dan tandus itu akan menjadi subur dan mendatangkan keberkahan. Akan tetapi perkataan nabi Hud tidak begitu diperdulikan dan hanya segelintir saja yang beriman kepada ucapan nabi Hud. Mayoritas kaum Aad menuduh nabi Hud telah dihinggapi penyakit gila yang ditimpahkan oleh tuhan-tuhan mereka kepadanya. Nabi Hud kemudian menjawab bahwa ia tidak akan bertanggung jawab lagi atas kemusyrikan mereka karena ia hanya diperintah sebatas dakwah sementara urusan iman atau tidaknya kaum Aad akan menjadi tanggung jawab mereka sendiri. Nabi Hud kemudian menantang mereka untuk membunuhnya atas ketidakpercayaan mereka terhadap sifat kenabian yang dimiliki oleh nabi Hud. Ia menantang kaum Aad yang tidak beriman dengan mengatakan bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah tidak dapat melakukan apapun kepadanya karena ia bertawakal kepada Tuhan yang sebenarnya. Nabi Hud kemudian melanjutkan dengan mengatakan bahwa jika mereka tetap melakukan perbuatan syirik dan merusak alam maka mereka akan menerima dampak dari apa yang telah mereka kerjakan.
Diantara kaum Aad ada yang beriman kepada Nabi Hud akan tetapi jumlahnya hanya sedikit saja. Mereka yang tidak beriman kemudian diberikan sebuah bencana berupa angin yang sangat kencang yang terjadi terus menerus selama beberapa hari sehingga kota-kota yang dibanggakan kaum Aad hancur berkeping-keping dan kaum Aad yang ingkar itu tewas terkubur didalam tanah. Peristiwa ini mengakhiri kerajaan yang dibangun oleh kaum Aad. Mereka yang tidak beriman ini kemudian disebut sebagai “Aad Al-Ula” atau kaum Aad pertama.
Orang-orang yang beriman kepada Nabi Hud berhasil selamat karena mematuhi Nabi Hud untuk meninggalkan al-Ahqaaf sebelum tertimpa bencana. Mereka beserta Nabi Hud berpindah meninggalkan al-Ahqaaf menuju ke daerah selatan yaitu Hadramaut. Kaum Aad yang beriman inilah kemudian dikenal dalam sejarah sebagai “Aad ats-tsaniyah” atau kaum Aad kedua. Kaum Aad kedua mendirikan sebuah kerajaan di Hadramaut bernama kerajaan Aad kedua. Kerajaan ini berumur sekitar 1000 tahun lamanya[4]. Sepanjang 1000 tahun itu kepercayaan kaum Aad kedua kembali lagi menyimpang dari agama tauhid sepeninggal Nabi Hud wafat.
Hagemoni kaum Aad kedua di Hadramaut (Yaman) ini berakhir setelah kalah berperang melawan bangsa pendatang bernama Bani Qahthan yang berasal dari Mesopotamia. Alasan Bani Qahthan berpindah ke Yaman sama halnya seperti ketika kaum Aad pertama berpindah dari Mesopotamia. Bani Qahthan mencari daerah tempat tinggal baru karena Mesopotamia sudah sangat padat. Kemenangan Bani Qahthan menyebabkan kekuasaan di Yaman berpindah tangan akan tetapi kaum Aad kedua tidak ditumpas oleh Bani Qahthan. Kaum Aad kedua tetap tinggal di Yaman berada dalam kekuasaan Bani Qahthan. Namun, ada beberapa anggota kaum Aad kedua yang lebih  memilih untuk hijrah ke Habsyah.
Kaum Aad kedua yang menetap di Yaman dan juga yang hijrah ke Habsyah karena takdir dari Allah SWT lalu mereka musnah. Bani Qahthan yang berkuasa di Yaman menjadi cikal bakal rumpun bangsa Arab yang dikenal dengan sebutan “Al-Arab Al ‘Aribah”.
Pencarian Jejak Peninggalan Kaum Aad
Pada awal tahun 1990 muncul keterangan pers dalam beberapa surat kabar terkenal dunia bahwa “Kota Legendaris Arabia yang Hilang Telah Ditemukan”, “Kota Legenda Arabia Telah Ditemukan”[5]. Penemuan arkeologis ini lebih menarik karena kota ini juga disebutkan di Al-Qur’an. Banyak orang beranggapan bahwa kaum yang diceritakan  oleh  Al-Qur’an itu hanyalah sebuah legenda belaka. Penemuan ini telah membuat mereka semua yang menyangsikan kebenaran cerita di Al-Qur’an menjadi keheranan.  Penemuan ini membuktikan cerita lisan yang dijelaskan secara turun-temurun di suku Badui Arab. Ilmuwan-ilmuwan yang mendengar penemuan tersebut kemudian menjadi terbangkit rasa keingintahuannya terhadap kota yang hilang tersebut.  Seorang ilmuwan bernama Nicholas Clapp asal Prancis kemudian berhasil menemukan fakta-fakta mengenai jejak peninggalan kaum Aad. Clapp membaca sebuah buku berjudul Arabia Felix yang ditulis seorang peniliti Inggris bernama Bertram Thomas pada tahun1932. Arabia Felix adalah penamaan Romawi kepada bagian selatan semenanjung Arabia yang mencakup Yaman dan sebagian besar Oman[6]. Bangsa Yunani menyebut daerah ini dengan sebutan “Eudaimon Arabia” sedangkan sarjana Arab abad pertengahan menyebutnya sebagai “Al Yaman Al Sa’idah”. Semua nama tersebut berarti “Arabia yang Beruntung”. Kenapa bisa demikian karena orang-orang yang hidup didaerah tersebut pada masa itu dikenal sebagai orang-orang yang beruntung pada masanya. Keberuntungan itu berkaitan dengan letak mereka yang strategis menjadi perantara dalam jalur perdagangan rempah-rempah antara India dengan Semenanjung Arab Utara. Selain itu, masyarakat yang berdiam  didaerah tersebut memproduksi “frankincense” yaitu sejenis getah wangi dari pepohonan langka. Produk itu digunakan sebagai dupa untuk melaksanakan ritual keagamaan. Pada masa itu, getah wangi tersebut sama mahalnya dengan emas sekarang. Thomas pengarang buku Arabia Felix mengatakan bahwa ia telah menemukan jejak sebuah kota kuno yang dibangun oleh salah satu suku yang beruntung tersebut. Kota kuno yang belakangan disebut sebagai “Ubar”. Thomas ditunjukan sebuah jalur-jalur using oleh suku Badui dan menyatakan bahwa jalur ini mengarah ke kota kuno. Thomas meninggal sebelum mampu membuktikan perkataan suku Badui tersebut. Clapp yang mengkaji tulisan Thomas kemudian meyakini keberadaan kota kuno yang hilang tersebut. Clapp memulai  penelitian dengan dua cara yaitu dengan meminta NASA (Badan Luar Angkasa Amerika Serikat) untuk menyediakan foto satelit tersebut. Setelah perjuangan yang panjang, Clapp berhasil  membujuk pihak yang berwenang untuk memotret daerah tersebut Clapp melanjutkan mempelajari manuskrip dan peta kuno di perpustakaan Hutington di California. Tujuannya adalah untuk menemukan peta dari daerah tersebut. Ia menemukan sebuah peta yang digambar oleh Ptolomeus, ahli geografis Yunani-Mesirdi tahun 200 . Pada tahun ini ditunjukan jalur-jalur ke sebuah lokasi kota tua yang ditemukan. Foto yang diambil oleh NASA juga memperlihatkan jalur kafilah terlihat walaupun secara mata telanjang sulit terlihat tetapi karena difoto melalui satu kesatuan dari angkasa maka jalur-jalur tersebut jadi terlihat. Dengan membandingkan kedua fakta tersebut Clapp berkesimpulan bahwa kedua fakta ini sesuai dan ini merupakan jejak peradaban yang dicari oleh Thomas dalam bukunya Arabia Felix. Penggalian dilakukan dan tak berapa lama muncullah sebuah kota tampak dari bawah gurun pasir. Kota yang ditemukan memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan apa yang digambarkan oleh Al-Qur’an terhadap kaum Aad yaitu mendirikan kota yang memiliki tiang-tiang dan menara-menara yang tinggi.
Kesulitannya membuktikan keotentikan sejarah kaum Aad dikarenakan tidak ditemukannya catatan dan arsip peradaban lama. Satu-satunya catatan tertulis hanyalah di Al-Qur’an. Namun, fakta ini tidak mengherankan karena sebuah daerah di Arab Selatan yang jauh dari kaum lain yang hidup didaerah Mesopotamia menyebabkan sulit tercantum dalam sejarah bangsa lain karena jarangnya interaksi dengan bangsa-bangsa besar ketika itu. Alasan lain yang sangat utama adalah karena tidak adanya budaya untuk menulis dikalangan masyarakat Arab. Kaum Aad yang telah membuat peradaban yang tinggi tidak didokumentasikan dalam tulisan oleh bangsa lain.
Pencarian jejak peradaban kaum Aad pertama sempat mengalami kesulitan karena dan susah ditempuh bernama “Ar Rabu’ul Khali”. Sedangkan jejak peradaban kaum Aad kedua ada di Hadramaut berupa kota bernama Madinah Qabri Hud yang terdapat makam Nabi Hud. Tempat ini telah dikunjungi oleh seorang peniliti bernama Van der Meulen yang kemudian menulis buku berjudul “Hadramaut, Some Of Its Mysteries Unveiled”[7]. Dibukunya disebutkan bahwa ada reruntuhan-reruntuhan dari sisa-sisa peradaban kaum Aad kedua di Hadramaut.
Kesimpulan
Kaum Aad telah musnah karena tidak ada lagi keturunan yang diwariskan oleh kaum ini. Kaum Aad pertama dimusnahkan Allah SWT karena mereka telah mendustai diri mereka sendiri dengan melakukan kekejaman didunia, kerusakan bagi lingkungan, dan tidak mengimani seruan nabi yang diutus untuk meluruskan akhlak dan tauhid mereka. Bencana berupa angin kencang yang mendera Al-Ahqaaf selama berhari-hari telah memusnahkan kaum Aad pertama. Sedangkan kaum Aad kedua yang selamat dari bencana tersebut karena mengimani perkataan nabi Hud kemudian hijrah ke Hadramaut. Mereka pun musnah dengan kedatangan Bani Qahthan ke Yaman lalu berkuasa menggantikan kaum Aad kedua. Oleh karena itu, kaum Aad masuk dalam golongan Al Arab Al Baidah yang berarti bangsa Arab yang telah musnah.
DAFTAR PUSTAKA
Yahya, Harun. 2003. Negeri-negeri yang Musnah dan Pembuktian Arkeologis Atas Kehancuran Kaum yang Dimurkai Allah. Bandung : Dzikra.
Yahya, Mukhtar.1985. Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah. Jakarta : Bulan Bintang.

[1] Yahya, Mukhtar.1985. Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah. Jakarta : Bulan Bintang. Hal. 4
[2] Yahya, Mukhtar.1985. Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah. Jakarta : Bulan Bintang. Hal. 3.
[3] Yahya, Mukhtar.1985. Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah. Jakarta : Bulan Bintang. Hal. 6.
[4] Yahya, Mukhtar.1985. Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah. Jakarta : Bulan Bintang. Hal. 13.
[5] Yahya, Harun. 2003. Negeri-negeri yang Musnah dan Pembuktian Arkeologis Atas Kehancuran Kaum yang Dimurkai Allah. Bandung : Dzikra.
[6] Yahya, Harun. 2003. Negeri-negeri yang Musnah dan Pembuktian Arkeologis Atas Kehancuran Kaum yang Dimurkai Allah. Bandung : Dzikra.
[7] Yahya, Mukhtar.1985. Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah. Jakarta : Bulan Bintang. Hal. 17.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar