Selasa, 28 Juni 2016

Kisah Musa As-Samiri Yang Menyesatkan Bani Israel

Tibalah waktunya Nabi Musa menerima wahyu dari Allah swt. Kemudian Nabi Musa pergi ke Gunung Sinai (Thursina). Nabi Musa menitipkan kaum Bani Israel kepada saudaranya, yaitu Nabi Harun. Nabi Harun diminta untuk mengurus kaum Bani Israel. Setelah tiga puluh hari, Nabi Musa berjanji kepada pengikutnya dan Nabi Harun bahwa ia akan kembali.
Setelah tiga puluh hari berlalu. Nabi Musa belum kunjung datang. Kepergian Nabi Musa yang begitu lama menjadikan perasan orang-orang bani Israel merasa gelisah. Kecemasan dan kegelisahan mereka berakibat kepada kemorosotan iman mereka yang semakin hari semakin menipis.
Menyaksikan keadaan Bani Israel yang gelisah itu, Nabi Harun berusaha untuk menenangkan mereka dan berkata; “Wahai Bani Israel, tenanglah kalian dan janganlah kalian khawatir serta cemas. Sesungguhnya kepergian Nabi Musa adalah untuk menjalankan perintah Allah swt dan sesungguhnya ia akan kembali.” Namun, orang-orang Bani Israel itu membantah perkataan Nabi Harun dan bersikap keras kepala. Mereka sangat sulit untuk menerima kebenaran, dan lebih cenderung berbuat berdasarkan kehendaknya sendiri, meskipun tindakan mereka itu bertentangan dengan perintah Allah swt.
Pada saat itu di dalam suasana yang genting, muncullah seseorang dari kalangan mereka yang bernama Samiri yang berupaya untuk menjadi pemimpin Bani Israel. Ia adalah seorang tukang sihir dan juga ahli membuat patung. Samiri yang munafik berhasil menyesatkan kaum Nabi Musa. Ia membuat patung anak sapi. Patung ini terbuat dari emas yang telah dilebur. Kemudian, ia menyihirnya hinga patung anak sapi tersebut dapat berbicara. Akhirnya, kaum Nabi Musa menyembah patung itu. Mereka bangga dan sangat gembira dengan Tuhan mereka yang baru.
Kisah Bani Israel yang menyembah patung anak sapi diceritakan dalam Al-Quran. 
Di antaranya adalah Surat Al-A”raaf ayat 148, 
وَاتَّخَذَ قَوْمُ مُوسَى مِنْ بَعْدِهِ مِنْ حُلِيِّهِمْ عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ أَلَمْ يَرَوْا أَنَّهُ لَا يُكَلِّمُهُمْ وَلا يَهْدِيهِمْ سَبِيلا اتَّخَذُوهُ وَكَانُوا ظَالِمِينَ (148) وَلَمَّا سُقِطَ فِي أَيْدِيهِمْ وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ ضَلُّوا قَالُوا لَئِنْ لَمْ يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْ لَنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ (149) 
 Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke Gunung Tur membuat dari perhiasan-perhiasan ‎(emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula)menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim. Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan menge­tahui bahwa mereka telah sesat, mereka pun berkata. ”Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami, pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi."
Allah Swt. menceritakan perihal kesesatan orang-orang yang sesat dari kalangan kaum Bani Israil karena mereka menyembah patung anak lembu yang dibuat oleh Samiri dari perhiasan bangsa Qibti. Perhiasan emas itu asal mulanya mereka pinjam dari orang-orang Qibti di negeri Mesir, kemudian Samiri meleburnya dan menjadikannya patung anak lembu.     
Kemudian Samiri memasukkan debu dari bekas teracak kuda Malaikat Jibril a.s. ke dalam leburan emas itu sehingga jadilah sebuah patung yang berbentuk dan bersuara. Al-khuwar ialah suara lembu. Hal ini terjadi setelah kepergian Musa untuk memenuhi janji Tuhannya. Maka Allah Swt. ‎memberitahukan hal tersebut kepada Musa ketika Musa berada di Bukit Tur. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt., menceritakan perihal apa yang telah dilakukan oleh diri-Nya:
 
{قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنْ بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ}
 
Allah berfirman, "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri."(Thaha: 85)
Para ahli tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan anak lembu ini, apakah ia mempunyai darah dan daging serta dapat bersuara, ataukah ujudnya tetap seperti patung emas, hanya di dalam rongganya terdapat udara sehingga bersuara seperti suara sapi. Ada dua pendapat mengenai­nya, hanya Allah yang lebih mengetahui.
Menurut suatu pendapat, ketika anak lembu itu bersuara, maka mereka menari-nari di sekelilingnya dan teperdaya oleh buatan Samiri itu, lalu mereka mengatakan bahwa inilah tuhan kalian dan tuhan Musa, tetapi Musa melupakannya. Maka Allah Swt. berfirman:
 
{أَفَلا يَرَوْنَ أَلا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلا وَلا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلا نَفْعًا}
 
Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudaratan kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan. (Thaha: 89)
Dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
 
{أَلَمْ يَرَوْا أَنَّهُ لَا يُكَلِّمُهُمْ وَلا يَهْدِيهِمْ سَبِيلا}
 
Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? (Al-A'raf: 148)
Allah Swt. mengingkari kesesatan mereka karena anak lembu itu dan kealpaan mereka kepada Pencipta langit dan bumi, Tuhan segala sesuatu dan yang memilikinya, sebab mereka menyembah dan mempersekutukan-Nya dengan patung anak lembu yang bersuara itu, padahal anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka, tidak pula menunjukkan jalan kebaikan kepada mereka. Tetapi memang gelapnya kebodohan dan kesesatan telah menutupi pandangan hati mereka, seperti yang di­sebutkan di dalam riwayat Imam Ahmad dan Imam Abu Daud, dari Abu Darda yang telah menceritakan, bahwa Rasulullah Saw. pemah bersabda:
"حُبُّكَ الشَّيْءَ يُعْمي ويُصِم"
Cintamu kepada sesuatu dapat membualmu buta dan pekak (tuli). 
Firman Allah Swt.:
{وَلَمَّا سُقِطَ فِي أَيْدِيهِمْ}
Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya. (Al-A'raf: 149)
Setelah mereka dijatuhkan oleh tangan mereka sendiri, yakni menyesali perbuatannya sendiri.
 
{وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ ضَلُّوا قَالُوا لَئِنْ لَمْ يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْ لَنَا}
 
dan mengetahui bahwa dirinya telah sesat, berkatalah mereka, "Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami. (Al-A'raf: 149)
Sebagian ulama tafsir ada yang membacanya t‎arhamna dengan memakai huruf ta, sedangkan lafaz rabbuna dibaca rabbana menjadi munada,dan yagfirlana dibaca tagfir lana.
 
{لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
 
pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi.(Al-A'raf: 149)
Artinya, niscaya kami termasuk orang-orang yang binasa. Hal ini merupakan pengakuan dari mereka tentang dosa yang telah mereka kerjakan dan kesadaran mereka untuk kembali kepada Allah Swt.‎
Musa bin Zafar yang lebih dikenal sebagai Samiri, karena menurut pendapat sahabat nabi, ia penduduk desa Samarra ‎atau ‎as-Samirah. Pendapat lain mengatakan nama Samiri adalah penisbatan kepada salah satu kabilah bani Israil, ‎sedangkan menurut pendapat lain mengatakan bahwa, Musa Samiri adalah orang Bajarma, ‎salah seorang penduduk yang menyembah sapi.‎
Samiri berasal dari bahasa Arab dan digunakan secara meluas oleh penduduk Albania. Samiri adalah sebuah variasi dari "Samir" bagi pengguna bahasa Albania,Arab, India dan Iran yang berasal dari bahasa Arab yaitu "Samara". ‎Bentuk feminim dari "Samir" adalah "Samira".‎
Secara etimologi kata Samiri sering dihubungkan dengan wilayah Samaria atau kerajaan Israel Utara, meski belum ada bukti yang kuat mengenai keterkaitan antara seorang Israel bernama Samiri dengan wilayah yang ditempati sebagian Bani Israel di Utara Tanah Kana'an.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman 
وَمَا أَعْجَلَكَ عَنْ قَوْمِكَ يَا مُوسَى (83) قَالَ هُمْ أُولاءِ عَلَى أَثَرِي وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى (84) قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنْ بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ (85) فَرَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ يَا قَوْمِ أَلَمْ يَعِدْكُمْ رَبُّكُمْ وَعْدًا حَسَنًا أَفَطَالَ عَلَيْكُمُ الْعَهْدُ أَمْ أَرَدْتُمْ أَنْ يَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّكُمْ فَأَخْلَفْتُمْ مَوْعِدِي (86) قَالُوا مَا أَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ بِمَلْكِنَا وَلَكِنَّا حُمِّلْنَا أَوْزَارًا مِنْ زِينَةِ الْقَوْمِ فَقَذَفْنَاهَا فَكَذَلِكَ أَلْقَى السَّامِرِيُّ (87) فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ فَقَالُوا هَذَا إِلَهُكُمْ وَإِلَهُ مُوسَى فَنَسِيَ (88) أَفَلا يَرَوْنَ أَلا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلا وَلا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلا نَفْعًا (89) 
Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata Musa, "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar Engkau rida (kepadaku).”Allah berfirman, ' Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri.” Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa, "Hai kaumku, bukankah Tuhan kalian telah menjanjikan kepada kalian suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagi kalian atau kalian menghendaki agar kemurkaan dari Tuhan kalian menimpa kalian, dan kalian melanggar perjanjian kalian dengan aku?” Mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya, " kemudian Samiri melemparkan untuk mereka (dari lubang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata, "Inilah Tuhan kalian dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa.”Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan? (QS Thoha Ayat 83-89)
Setelah Musa berjalan membawa Bani Israil seusai binasanya Fir'aun, disebutkan oleh firman-Nya:
{عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ * إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka. Bani Israil berkata, "Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai tuhan (berhala).”Musa menjawab, "Sesungguhnya kalian ini adalah kaum yang tidak mengetahui(sifat-sifat Tuhan).” Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batallah apa yang selalu mereka kerjakan. (Al-A'raf: 138-139)
Lalu Allah menjanjikan kepada Musa selama tiga puluh hari, kemudian ditambah dengan sepuluh hari lagi sehingga genap menjadi empat puluh hari; selama itu Musa melakukan puasa siang dan malam harinya. Keterangan mengenai hal ini telah disebutkan dalam hadis fitnah yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas. Setelah menjalani masa itu Musa bersegera menuju ke Bukit Tur, dan sebelumnya terlebih dahulu ia mengangkat saudaranya sebagai ganti darinya untuk mengatur kaum Bani Israil. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا أَعْجَلَكَ عَنْ قَوْمِكَ يَا مُوسَى قَالَ هُمْ أُولاءِ عَلَى أَثَرِي}
Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata Musa, "Itulah mereka sedang menyusuli aku.” (Thaha: 83­-84)
Yakni mereka telah datang dan sedang beristirahat di dekat Bukit Tur.
{وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى}
dan aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar Engkau rida (kepadaku). (Thaha: 84)
Maksudnya, supaya Engkau bertambah rida kepadaku.
{قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنْ بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ}
Allah berfirman, "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri. (Thaha: 85)
Allah Swt. memberitakan kepada Musa tentang kejadian yang menimpa kaumnya (Bani Israil) sepeninggalnya, bahwa mereka menyembah anak lembu atas rekayasa yang dilakukan oleh Samiri buat mereka. Di dalam kitab-kitab dongeng Israiliyat disebutkan bahwa nama sebenarnya Samiri adalah Harun.
Dalam masa itu Allah Swt. telah menuliskan luh-luh yang di dalamnya tertera kitab Taurat untuk Musa. seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:
{وَكَتَبْنَا لَهُ فِي الألْوَاحِ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْعِظَةً وَتَفْصِيلا لِكُلِّ شَيْءٍ فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ وَأْمُرْ قَوْمَكَ يَأْخُذُوا بِأَحْسَنِهَا سَأُرِيكُمْ دَارَ الْفَاسِقِينَ}
Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman), "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada(perintah-perintahnya) yang sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik.”(Al-A'raf: 145)
Yakni akibat yang akan dialami oleh orang-orang yang menyimpang dari jalan ketaatan kepada-Ku dan menentang perintah-Ku.
Firman Allah Swt.:
{فَرَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا}
Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. (Thaha: 86)
sesudah Allah mewartakan kepadanya kisah tersebut. Musa kembali kepada kaumnya dengan rasa marah dan murka terhadap mereka, padahal saat itu Musa sedang menjalankan apa yang menjadi kebaikan bagi mereka  yang karenanya ia menerima kitab Taurat. Di dalam kitab Taurat terdapat syariat buat mereka, terkandung pula kemuliaan mereka. Tetapi mereka adalah suatu kaum yang menyembah selain Allah, hal tersebut tidaklah dilakukan oleh orang yang berakal sehat. Sudah jelaslah kebatilan perbuatan mereka dan hal itu menunjukkan akan kedangkalan serta kekurangan akal dan hati mereka. Karena itulah maka disebutkan dalam ayat ini bahwa Musa kembali kepada mereka dalam keadaan marah dan murka. Yang dimaksud dengan murka ialah kemarahan yang sangat atau marah berat.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dalam keadaan marah dan bersedih hati. (Thaha: 86) Yaitu dengan kesal hati,
Qatadah dan As-Saddi mengatakan bahwa al-asaf artinya bersedih hati atas perbuatan kaumnya sepeninggal dia.
{قَالَ يَا قَوْمِ أَلَمْ يَعِدْكُمْ رَبُّكُمْ وَعْدًا حَسَنًا}
Berkata Musa, "Hai kaumku, bukankah Tuhan kalian telah menjanjikan kepada kalian suatu janji yang baik?” (Thaha: 86)
Yakni bukankah Dia telah menjanjikan kepada kalian melalui lisanku kebaikan dunia dan akhirat serta akibat yang terpuji, seperti yang telah kalian rasakan sendiri, yaitu Dia telah memberikan pertolongan-Nya kepada kalian dalam menghadapi musuh kalian sehingga kalian beroleh kemenangan atasnya, juga nikmat-nikmat lainnya yang telah diberikan oleh Dia kepada kalian.
{أَفَطَالَ عَلَيْكُمُ الْعَهْدُ}
Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagi kalian. (Thaha: 86)
Yakni masa tunggu kalian terhadap apa yang dijanjikan oleh Allah untuk kalian dan kalian melupakan nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya, padahal masa itu masih hangat dan belum lama.
{أَمْ أَرَدْتُمْ أَنْ يَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّكُمْ}
Atau kalian menghendaki agar kemurkaan dari Tuhan kalian menimpa kalian? (Thaha: 86)
Am dalam ayat ini bermakna bal yang menunjukkan arti idrab (mengenyampingkan) kalimat pertama, lalu mengalihkan pembicaraan kepada kalimat selanjutnya. Seakan-akan dikatakan bahwa 'atau kalian menghendaki dengan perbuatan kalian ini agar Tuhan menimpakan murka­Nya kepada kalian, yang hal itu berarti kalian ingkar janji kepadaku'. Kaum Bani Israil menjawab apa yang diperingatkan oleh Musa kepada mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{مَا أَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ بِمَلْكِنَا}
Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kamauan kami sendiri. (Thaha: 87)
Yakni dengan keinginan dan pilihan kami sendiri. Kemudian Bani Israil mengemukakan alasannya yang munafik itu yang lahiriahnya meng­gambarkan tentang kesucian mereka terhadap perhiasan orang Mesir yang ada di tangan niereka dari hasil pinjaman saat mereka keluar meninggalkan negeri Mesir, sedangkan perhiasan itu masih ada di tangan mereka. Mereka mengatakan, "Kami melemparkan perhiasan itu semuanya (ke dalam api itu)."
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan berkenaan dengan hadis fitnah, bahwa Harun a.s. adalah orang yang memerintahkan kepada mereka untuk melemparkan semua perhiasan itu di lubang galian yang telah dinyalakan api di dalamnya.
Kisah tersebut menurut riwayat As-Saddi, dari Abu Malik, dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Harun bermaksud agar semua perhiasan itu dikumpulkan di dalam lubang galian itu menjadi satu dan dilebur menjadi satu sambil menunggu kedatangan Musa, maka Musalah kelak yang akan memutuskannya menurut apa yang di­kehendakinya.
Kemudian datanglah Samiri, lalu ia melemparkan ke dalam galian itu segenggam tanah yang telah diambilnya dari bekas telapak (kuda) Malaikat Jibril. Samiri meminta pula kepada Harun agar mendoakan kepada Allah Swt. semoga Allah memperkenankan suatu permintaannya. Harun berdoa kepada Allah, memohon perkenan bagi Samiri, sedangkan ia sendiri tidak mengetahui apa yang dimaksud oleh Samiri. Doa Harun diterima oleh Allah, lalu Samiri berkata saat itu juga, "Saya memohon kepada Allah agar apa yang saya lemparkan itu menjadi anak lembu." Dan jadilah anak lembu yang dimintanya itu sekaligus ada suaranya. Hal ini terjadi sebagai istidraj, penangguhan azab, ujian, dan cobaan dari Allah kepadanya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{فَكَذَلِكَ أَلْقَى السَّامِرِيُّ * فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ}
dan demikian pula Samiri melemparkannya, kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lubang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara. (Thaha: 87-88)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubadah ibnul Buhturi, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hammad dari Sammak, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Harun bersua dengan Samiri yang saat itu Samiri sedang memahat membuat patung anak lembu. Harun bertanya kepadanya, "Apakah yang sedang kamu buat?" Samiri menjawab, "Saya sedang membuat sesuatu yang mudarat dan tidak memberi manfaat." Harun berkata, "Ya Allah, berikanlah kepadanya apa yang dimintanya di dalam hatinya," lalu harun berlalu meninggal­kannya. Samiri berkata, "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar patung ini bersuara," maka patung itu dapat bersuara. Apabila ia bersuara, mereka bersujud kepadanya; dan bila bersuara lagi, mereka mengangkat kepalanya dari sujudnya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula melalui jalur lain, dari Hammad yang menyebutkan bahwa Samiri menjawab, "Saya sedang membuat sesuatu yang bermanfaat dan tidak mudarat."
As-Saddi mengata­kan bahwa patung anak lembu itu dapat bersuara dan berjalan. Lalu orang-orang yang sesat dari kalangan mereka —karena teperdaya oleh patung anak lembu itu sehingga mereka menyembah nya mengatakan: Inilah Tuhan kalian dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa. (Thaha: 88) Yaitu Musa lupa bahwa tuhannya ada di sini. lalu dia pergi mencarinya.
Hal yang sama telah disebutkan dalam hadis fitnah yang bersumber dari Ibnu Abbas.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid.
Sammak telah meriwayatkan dari Ikrimah. dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tetapi Musa telah lupa. (Thaha: 88) Maksudnya, lupa mengingatkan kalian, bahwa ini adalah tuhan kalian.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Hakim ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa mereka mengatakan: Inilah Tuhan kalian dan Tuhan Musa. (Thaha: 88) Lalu mereka tetap menyembahnya dan menyukainya dengan kesukaan yang sangat. Mereka belum pernah mencintai sesuatu seperti kecintaan mereka terhadap penyembahan anak lembu itu.
Allah Swt. berfirman:
{فَنَسِيَ}
tetapi Musa telah lupa. (Thaha: 88)
Bahwa damir yang ada dalam lafaz nasiya kembali kepada Samiri, yakni Samiri meninggalkan keislamannya. Lalu Allah berfirman, menjawab mereka dengan nada kecaman dan mengandung penjelasan tentang kepicikan akal mereka dan pendapat mereka yang memalukan:
{أَفَلا يَرَوْنَ أَلا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلا وَلا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلا نَفْعًا}
Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula)kemanfaatan? (Thaha: 89)
Yakni apakah mereka tidak melihat bahwa patung anak lembu itu tidak menjawab mereka bila mereka bertanya, tidak pula dapat berbicara dengan mereka bila mereka mengajaknya bicara. Patung anak lembu itu sama sekali tidak dapat membahayakan mereka dan tidak dapat memberikan manfaat kepada mereka, baik di dunia maupun di akhirat.
Ibnu Abbas mengatakan, "Demi Allah tiada lain suara patung anak lembu itu melainkan bila ada angin yang masuk ke duburnya, lalu keluar dari mulutnya, maka saat itulah terdengar suaranya."
Dalam hadis futun (fitnah-fitnah yang melanda Bani Israil) yang diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri, disebutkan bahwa patung anak lembu itu bernama Bahmut.
Kesimpulan dari alasan yang dikemukakan oleh orang-orang yang bodoh itu (kaum Bani Israil penyembah anak lembu) ialah bahwa mereka pada mulanya enggan untuk memiliki perhiasan orang-orang Qibti (bangsa Egypt) yang masih ada di tangan mereka. Karena itu, maka mereka melemparkannya (ke dalam parit), lalu mereka menyembah patung anak lembu. Mereka melucuti dirinya dari perkara yang kecil, dan akhirnya terjerumus ke dalam perkara yang besar (dosanya, yaitu menyembah anak lembu).
Di dalam sebuah hadis sahih dari Abdullah ibnu Umar disebutkan bahwa pernah ada seorang lelaki dari kalangan penduduk Irak bertanya kepadanya tentang darah nyamuk bilamana darah nyamuk itu mengenai pakaian. Pertanyaannya ialah, "Bolehkah baju itu dipakai untuk salat?" Maka Ibnu Umar r.a menjawab: Lihatlah oleh kalian penduduk Irak, mereka membunuh putra dari putri Rasulullah Saw. (yakni Al-Husain), sedangkan mereka menanyakan tentang masalah darah nyamuk!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar