Ayyub ‘alaihis salam adalah seorang nabi yang mulia yang nasabnya sampai
kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
وَمِن ذُرِّيَتِهِ دَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَى وَهَارُونَ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Dan kepada sebagian dari keturunannya (Ibrahim) Yaitu Dawud, Sulaiman,
Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al An’aam: 84)
Nabi Ayub as menggambarkan sosok manusia yang paling sabar, bahkan bisa
dikatakan bahwa beliau berada di puncak kesabaran. Sering orang
menisbatkan kesabaran kepada Nabi Ayub. Misalnya, dikatakan: seperti
sabarnya Nabi Ayub. Jadi, Nabi Ayub menjadi simbol kesabaran dan cermin
kesabaran atau teladan kesabaran pada setiap bahasa, pada setiap agama,
dan pada setiap budaya. Allah SWT telah memujinya dalam kitab-Nya.
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ
الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ (41) ارْكُضْ بِرِجْلِكَ هَذَا مُغْتَسَلٌ
بَارِدٌ وَشَرَابٌ (42) وَوَهَبْنَا لَهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ
رَحْمَةً مِنَّا وَذِكْرَى لأولِي الألْبَابِ (43) وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا
فَاضْرِبْ بِهِ وَلا تَحْنَثْ إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ
الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ (44)
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya,
"Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.”(Allah
berfirman), "Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan
untuk minum.” Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali)
keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula
sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai
pikiran. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah
dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati
dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya
dia amat taat (kepada Tuhannya). (QS Shod Ayat 41-44)
Allah Swt. menceritakan perihal hamba dan Rasul-Nya Ayyub a.s. dan
cobaan yang ditimpakan oleh Allah terhadap dirinya berupa penyakit yang
mengenai seluruh tubuhnya dan musibah yang menimpa harta dan
anak-anaknya, sehingga tiada suatu pori-pori pun dari tubuhnya yang
selamat dari penyakit tersebut kecuali hanya kalbunya. Dan tiada sesuatu
pun yang tersisa dari harta bendanya untuk dapat dijadikan sebagai
penolong dalam masa sakitnya dan musibah yang menimpa dirinya, selain
hanya istrinya yang masih tetap mencintainya berkat keimanannya kepada
Allah dan rasul-Nya. Istrinya itu bekerja pada orang lain sebagai
pelayan, dan hasil kerjanya itu ia belanjakan untuk makan dirinya dan
suaminya (yakni Nabi Ayyub). Istrinya bekerja demikian selama delapan
belas tahun.
Sebelum musibah menimpa, Nabi Ayyub hidup dengan harta yang berlimpah,
banyak anak, serta memiliki banyak tanah dan bangunan yang luas. Maka
semuanya itu dicabut dari tangannya oleh Allah Swt. sehingga nasib
melemparkannya hidup di tempat pembuangan sampah di kotanya, selama
delapan belas tahun.
Semua orang —baik yang tadinya dekat ataupun jauh— tidak mau
mendekatinya, selain istrinya. Istrinya tidak pernah meninggalkannya
pagi dan petang, kecuali bila bekerja pada orang lain, tetapi segera
kembali kepadanya dalam waktu yang tidak lama. Setelah masa cobaan itu
telah lama berlangsung, masa puncak cobaanpun telah dilaluinya serta
sudah ditakdirkan habis waktunya sesuai dengan masa yang telah
ditetapkan di sisi-Nya, maka Nabi Ayyub berdoa memohon kepada Tuhan
semesta alam, Tuhan semua rasul, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ}
(Ya Tuhanku) sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah
Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. (Al-Anbiya: 83)
Dan di dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:Dan ingatlah akan
hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya, "Sesungguhnya aku diganggu
setan dengan kepayahan dan siksaan.”(Shad: 41)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah penyakit yang menimpa
tubuhnya dan tersiksa karena kehilangan harta benda dan anak-anaknya.
Maka setelah itu Allah Yang Maha Pelimpah rahmat mengabulkan doanya,
kemudian Allah memerintahkan kepada Ayyub untuk bangkit dari tempat
duduknya, lalu menghentakkan kakinya ke bumi. Nabi Ayyub melakukan apa
yang diperintahkan kepadanya, maka Allah Swt. menyumberkan mata air dari
bekas injakan kakinya itu. Dan Allah memerintahkan kepadanya agar mandi
dengan air dari mata air itu, maka lenyaplah semua penyakit yang ada
pada tubuhnya, dan tubuhnya kembali sehat seperti semula. Lalu Allah
memerintahkan kepadanya untuk menginjakkan kakinya sekali lagi ke bumi
di tempat lain, maka Allah menyumberkan mata air lainnya dan
memerintahkan kepada Ayyub untuk minum dari air tersebut. Setelah minum
air itu, maka lenyaplah semua penyakit yang ada di dalam perutnya dan
menjadi sehatlah ia lahir dan batinnya seperti sedia kala. Karena itulah
disebutkan oleh firman-Nya:
{ارْكُضْ بِرِجْلِكَ هَذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ}
(Allah berfirman), "Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.”(Shad: 42)
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ جَمِيعًا: حَدَّثَنَا يُونُسُ
بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي نَافِعُ بْنُ
يَزِيدَ عَنْ عُقَيْلٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ أَيُّوبَ عَلَيْهِ السَّلَامُ
لَبِثَ بِهِ بَلَاؤُهُ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ سَنَةً فَرَفَضَهُ الْقَرِيبُ
وَالْبَعِيدُ إِلَّا رَجُلَيْنِ كَانَا مِنْ أَخَصِّ إِخْوَانِهِ بِهِ
كَانَا يَغْدُوَانِ إِلَيْهِ وَيَرُوحَانِ فَقَالَ أَحَدُهُمَا
لِصَاحِبِهِ: تَعَلَّمْ -وَاللَّهِ-لَقَدْ أَذْنَبَ أَيُّوبُ ذَنْبًا مَا
أَذْنَبَهُ أَحَدٌ مِنَ الْعَالَمِينَ. قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ: وَمَا ذَاكَ؟
قَالَ: مِنْ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ سَنَةً لَمْ يَرْحَمْهُ اللَّهُ، فيكشفَ
مَا بِهِ فَلَمَّا رَاحَا إِلَيْهِ لَمْ يَصْبِرِ الرَّجُلُ حَتَّى ذَكَرَ
ذَلِكَ لَهُ. فَقَالَ أَيُّوبُ: لَا أَدْرِي مَا تَقُولُ غَيْرَ أَنَّ
اللَّهَ يَعْلَمُ أَنِّي كُنْتُ أَمُرُّ عَلَى الرَّجُلَيْنِ
يَتَنَازَعَانِ فَيَذْكُرَانِ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ، فَأَرْجِعُ إِلَى
بَيْتِي فَأُكَفِّرُ عَنْهُمَا، كَرَاهِيَةَ أَنْ يَذْكُرَا اللَّهَ إِلَّا
فِي حَقٍّ. قَالَ: وَكَانَ يَخْرُجُ إِلَى حَاجَتِهِ فَإِذَا قَضَاهَا
أَمْسَكَتِ امْرَأَتُهُ بِيَدِهِ حَتَّى يَبْلُغَ فَلَمَّا كَانَ ذَاتَ
يَوْمٍ أَبْطَأَ عَلَيْهَا وَأَوْحَى اللَّهُ تَعَالَى إِلَى أَيُّوبَ،
عَلَيْهِ السَّلَامُ، أَنِ {ارْكُضْ بِرِجْلِكَ هَذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ
وَشَرَابٌ} فَاسْتَبْطَأَتْهُ فَتَلَقَّتْهُ تَنْظُرُ فَأَقْبَلَ عَلَيْهَا
قَدْ أَذْهَبَ اللَّهُ مَا بِهِ مِنَ الْبَلَاءِ وَهُوَ عَلَى أَحْسَنِ
مَا كَانَ. فَلَمَّا رَأَتْهُ قَالَتْ: أَيْ بَارَكَ اللَّهُ فِيكَ هَلْ
رَأَيْتَ نَبِيَّ اللَّهِ هَذَا الْمُبْتَلَى. فَوَاللَّهِ عَلَى ذَلِكَ
مَا رَأَيْتُ رَجُلًا أَشْبَهَ بِهِ مِنْكَ إِذْ كَانَ صَحِيحًا. قَالَ:
فَإِنِّي أَنَا هُوَ. قَالَ: وَكَانَ لَهُ أَنْدَرَانِ أَنْدَرُ لِلْقَمْحِ
وَأَنْدَرُ لِلشَّعِيرِ فَبَعَثَ اللَّهُ سَحَابَتَيْنِ فَلَمَّا كَانَتْ
إِحْدَاهُمَا عَلَى أَنْدَرِ الْقَمْحِ أَفْرَغَتْ فِيهِ الذَّهَبَ حَتَّى
فَاضَ وَأَفْرَغَتِ الْأُخْرَى فِي أَنْدَرِ الشَّعِيرِ حَتَّى فَاضَ.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Yunus ibnu Abdul Ala, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah
menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Yazid, dari Aqil, dari Ibnu Syihab,
dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bercerita: sesungguhnya Nabi Allah Ayyub a.s. menjalani masa cobaannya
selama delapan belas tahun. Semua orang menolaknya, baik yang dekat
maupun yang jauh, terkecuali dua orang lelaki yang sejak semula
merupakan teman terdekatnya. Keduanya biasa mengunjunginya di setiap
pagi dan petang hari. Salah seorang dari keduanya berkata kepada
temannya, "Tahukah kamu, demi Allah, sesungguhnya Ayyub telah melakukan
suatu dosa yang belum pernah dilakukan oleh seorang manusia pun." Teman
bicaranya bertanya, "Dosa apakah itu?" Ia menjawab, "Selama delapan
belas tahun ia tidak dikasihani oleh Allah Swt. dan tidak dibebaskan
dari cobaan yang menimpanya." Ketika keduanya mengunjungi Ayyub, maka
salah seorang temannya itu tidak dapat menahan rasa keingintahuannya,
lalu ia menceritakan hal itu kepada Ayyub. Maka Ayyub a.s. berkata,
"Saya tidak mengerti apa yang kamu bicarakan itu, hanya saja Allah Swt.
mengetahui bahwa sesungguhnya dahulu aku bersua dengan dua orang lelaki
yang sedang bersengketa, lalu keduanya menyebut-nyebut nama Allah Swt.
(dalam sumpahnya). Maka aku pulang ke rumahku, lalu membayar kifarat
untuk kedua orang itu karena tidak suka nama Allah Swt. disebut-sebut
dalam perkara yang hak (benar)."Disebutkan bahwa Nabi Ayyub apabila
menunaikan hajatnya (buang air) selalu dituntun oleh istrinya; dan
apabila telah selesai, istrinya kembali menuntunnya ke tempat ia berada.
Pada suatu hari istrinya datang terlambat, maka Allah menurunkan wahyu
kepada Ayyub a.s.:Hentakkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi
dan untuk minum. (Shad: 42) Ketika istrinya tiba di tempat Nabi Ayyub.
ia mencari-cari suaminya sedangkan Ayyub a.s. menghampirinya dalam
keadaan telah pulih seperti sediakala karena Allah telah melenyapkan
semua penyakitnya. Ketika menyaksikan kedatangannya, istrinya bertanya,
"Semoga Allah memberkatimu, apakah engkau melihat Nabi Allah yang sedang
mengalami cobaan yang tadi ada di sini? Maka demi Allah Yang Mahakuasa
atas segalanya, aku belum pernah melihat lelaki yang lebih mirip dengan
suamiku itu di masa ia masih sehat." Nabi Ayyub menjawab, "Sesungguhnya
aku sendirilah Ayyub itu." Disebutkan bahwa Nabi Ayyub mempunyai dua
buah peti, yang satu untuk wadah gabah gandum, dan yang satunya lagi
untuk wadah gabah jewawut. Maka Allah Swt. mengirimkan dua kumpulan
awan; ketika salah satunya telah berada di atas wadah gabah gandum, awan
tersebut menuangkan emas yang dikandungnya ke dalam wadah itu hingga
luber. Awan yang lainnya menuangkan emas pula ke dalam wadah gabah
jewawut hingga luber.
Demikianlah menurut lafaz riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
Abu Ya’la dan Al Bazzar meriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ أَيُّوبَ كَانَ فِي بَلَائِهِ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ
سَنَةً، فَرَفَضَهُ الْقَرِيبُ وَالْبَعِيدُ إِلَّا رَجُلَانِ مِنْ
إِخْوَانِهِ، كَانَا مِنْ أَخَصِّ إِخْوَانِهِ كَانَا يَغْدُوَانِ إِلَيْهِ
وَيَرُوحَانِ إِلَيْهِ، فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: تَعْلَمُ
وَاللَّهِ لَقَدْ أَذْنَبَ أَيُّوبُ ذَنْبًا مَا أَذَنَبَهُ أَحَدٌ. قَالَ
صَاحِبُهُ: وَمَا ذَاكَ؟ قَالَ: مُنْذُ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ سَنَةً لَمْ
يَرْحَمْهُ اللَّهُ فَيَكْشِفُ اللَّهُ عَنْهُ. فَلَمَّا رَاحَا إِلَيْهِ،
لَمْ يَصْبِرِ الرَّجُلُ حَتَّى ذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، قَالَ أَيُّوبُ: مَا
أَدْرِي مَا تَقُولُ، إِلَّا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ أَنِّي كُنْتُ أَمُرُّ
عَلَى الرَّجُلَيْنِ يَتَنَازَعَانِ فَيَذْكُرَانِ اللَّهَ، فَأَرْجِعُ
إِلَى بَيْتِي فَأُكَفِّرُ عَنْهُمَا، كَرَاهِيَةَ أَنْ يُذْكَرَ اللَّهُ
إِلَّا فِي حَقٍّ. قَالَ: وَكَانَ يَخْرُجُ إِلَى حَاجَتِهِ، فَإِذَا قَضَى
حَاجَتَهُ أَمْسَكَتِ امْرَأَتُهُ بِيَدِهِ حَتَّى يَبْلُغَ، فَلَمَّا
كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ أَبْطَأَ عَلَيْهَا، وَأُوحِيَ إِلَى أَيُّوبَ فِي
مَكَانِهِ أَنِ {ارْكُضْ بِرِجْلِكَ هَذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ}
[ص: 42] فَاسْتَبْطَأَتْهُ فَتَلَقَّتْهُ يَنْتَظِرُوا، وَأَقْبَلَ
عَلَيْهَا قَدْ أَذْهَبَ اللَّهُ مَا بِهِ مِنَ الْبَلَاءِ وَهُوَ عَلَى
أَحْسَنِ مَا كَانَ، فَلَمَّا رَأَتْهُ قَالَتْ: أَيْ بَارَكَ اللَّهُ
فِيكَ، هَلْ رَأَيْتَ نَبِيَّ اللَّهِ هَذَا الْمُبْتَلَى؟ وَوَاللَّهِ
عَلَى ذَلِكَ مَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَشْبَهَ بِهِ مُذْ كَانَ صَحِيحًا
مِنْكَ. قَالَ: فَإِنِّي أَنَا هُوَ. وَكَانَ لَهُ أَنْدَرَانِ: أَنْدَرُ
لِلْقَمْحِ وَأَنْدَرُ لِلشَّعِيرِ، فَبَعَثَ اللَّهُ سَحَابَتَيْنِ،
فَلَمَّا كَانَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى أَنْدَرِ الْقَمْحِ فَرَّغَتْ فِيهِ
الذَّهَبَ حَتَّى فَاضَ، وَأَفْرَغَتِ الْأُخْرَى عَلَى أَنْدَرِ
الشَّعِيرِ الْوَرِقَ حَتَّى فَاضَ» “.(قال الهيثمي: رَوَاهُ أَبُو يَعْلَى
وَالْبَزَّارُ، وَرِجَالُ الْبَزَّارِ رِجَالُ الصَّحِيحِ).
“Sesungguhnya Nabi Allah Ayyub mendapat cobaan selama delapan belas
tahun, sehingga orang dekat dan jauhnya menjauhinya selain dua orang
saudara akrabnya yang sering menjenguk di pagi dan sore.
Lalu salah satunya berkata kepada yang lain, “Engkau tahu, demi Allah,
dia telah melakukan dosa yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun.”
Kawannya berkata, “Dosa apa itu?” Ia menjawab, “Sudah delapan belas
tahun Allah tidak merahmatinya dengan menghilangkan cobaan itu.”
Saat keduanya menjenguknya di sore hari, maka salah satunya tidak sabar
sehingga menyampaikan masalah itu kepadanya. Ayyub berkata, “Aku tidak
tahu apa yang kamu katakan, hanya saja Allah mengetahui bahwa aku pernah
melewati dua orang laki-laki yang bertengkar, lalu keduanya menyebut
nama Allah, kemudian aku pulang ke rumahku dan membayarkan kaffarat
untuk keduanya karena aku tidak suka kedua orang itu menyebut nama Allah
untuk yang tidak hak.”
Beliau juga bersabda, “Nabi Ayyub keluar jika hendak buang hajat.
Apabila ia telah selesai buang hajat, maka istrinya menuntunnya sampai
ke tempat buang hajat. Suatu hari Nabi Ayyub terlambat dari istrinya,
dan diwahyukan kepada Nabi Ayyub di tempatnya, “Hantamkanlah kakimu,
inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (QS. Shaad: 42)
Istrinya menunggunya cukup lama, dia menjumpai Ayyub sambil
memperhatikannya sedang berjalan ke arahnya, sementara Allah telah
menghilangkan penyakitnya, dan Nabi Ayyub dalam keadaan lebih tampan
daripada sebelumnya. Saat istrinya melihat, istrinya langsung berkata,
“Semoga Allah memberkahimu, apakah engkau melihat Nabi Allah yang sedang
diuji ini? Demi Allah, aku tidak melihat seorang pun yang lebih mirip
ketika sehat daripada kamu?” Ayyub menjawab, “Akulah orangnya.”
Ayyub memiliki dua tumpukan gandum, yang satu untuk gandum dan yang satu
lagi untuk jewawut, lalu Allah mengirimkan dua awan. Saat salah satu
dari awan itu berada di atas tumpukan gandum, awan itu menumpahkan emas
sehingga melimpah ruah, sedangkan awan yang satu lagi menumpahkan perak
ke tumpukan jewawut sehingga melimpah ruah.” (Al Haitsamiy berkata,
“Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Al Bazzar. Para perawi Al Bazzar adalah
para perawi hadis shahih.” Hadis ini juga dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Ash Shahiihah, 1:25)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا
مَعْمَر عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّه قَالَ: هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو
هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "بَيْنَمَا أَيُّوبُ يَغْتَسِلُ عُرْيَانًا خَرَّ عَلَيْهِ
جَرَادٌ مِنْ ذَهَبٍ فَجَعَلَ أَيُّوبُ يَحْثُو فِي ثَوْبِهِ فَنَادَاهُ
رَبُّهُ يَا أَيُّوبُ أَلَمْ أَكُنْ أَغْنَيْتُكَ عَمَّا تَرَى؟ قَالَ:
بَلَى يَا رَبِّ وَلَكِنْ لَا غِنَى بِي عَنْ بَرَكَتِكَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq,
telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang
mengatakan bahwa berikut ini adalah apa yang telah di ceritakan oleh Abu
Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika Ayyub
sedang mandi telanjang, berjatuhanlah kepadanya belalang-belalang emas,
maka Ayyub a.s. mengambilnya dan memasukkannya ke dalam pakaiannya. Maka
Tuhannya berfirman menyerunya, "Hai Ayyub, bukankah Aku telah memberimu
kecukupan hingga kamu tidak memerlukan apa yang kamu saksikan itu?”
Ayyub a.s. menjawab, "Memang benar, ya Tuhanku, tetapi aku masih belum
merasa cukup dengan berkah dari-Mu.
Imam Bukhari mengetengahkannya secara tunggal melalui hadis Abdur Razzaq dengan sanad yang sama.
Karena itulah disebutkan dengan firman-Nya:
{وَوَهَبْنَا لَهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنَّا وَذِكْرَى لأولِي الألْبَابِ}
Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan
(Kami tambahkan)kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari
Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. (Shad: 43)
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa Allah menghidupkan kembali
anak-anak Nabi Ayyub yang telah mati dan menambahkan kepadanya anak-anak
yang sejumlah dengan itu.
Firman Allah Swt.:
{رَحْمَةً مِنَّا}
sebagai rahmat dari Kami. (Shad: 43)
berkat kesabarannya, keteguhan hatinya, ketaatannya, rendah dirinya, dan ketenangannya.
{وَذِكْرَى لأولِي الألْبَابِ}
dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. (Shad:43)
agar mereka mengetahui bahwa buah dari kesabaran itu ialah keselamatan, jalan keluar, dan kesejahteraan.
Firman Allah Swt.:
{وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِبْ بِهِ وَلا تَحْنَثْ}
Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput),maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. (Shad: 44)
Demikian itu karena Ayyub a.s. marah kepada istrinya, merasa tidak enak
disebabkan suatu perbuatan yang telah dilakukan istrinya. Menurut suatu
pendapat, istri Nabi Ayyub telah menjual rambut kepangannya, lalu
menukarnya dengan roti untuk makan Nabi Ayyub. Maka Nabi Ayyub mencela
perbuatan istrinya itu, bahkan sampai bersumpah bahwa jika Allah
memberinya kesembuhan, ia benar-benar akan memukul istrinya dengan
seratus kali dera pukulan. Menurut pendapat yang lainnya lagi,
penyebabnya ialah selain itu.
Setelah Allah Swt. menyembuhkannya dan menjadikannya sehat seperti
sediakala, maka tidaklah pantas jika istrinya yang telah berjasa
memberikan pelayanan dan kasih sayang serta kebaikan kepadanya dibalas
dengan pukulan. Akhirnya Allah memberikan petunjuk melalui wahyu-Nya
yang menganjurkan kepada Ayyub untuk mengambil lidi sebanyak seratus
buah yang semuanya di jadikan satu, lalu dipukulkan kepada istrinya
sekali pukul. Dengan demikian, berarti Ayyub telah memenuhi sumpahnya
dan tidak melanggarnya serta menunaikan nazarnya itu. Hal ini adalah
merupakan jalan keluar dan pemecahan masalah bagi orang yang bertakwa
kepada Allah dan taat kepadanya. Untuk itulah disebutkan dalam firman
berikut:
{إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ}
Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah
sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Shad:
44)
Allah Swt. memuji dan menyanjung hamba-Nya ini bahwa dia adalah:
{نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ}
sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat(kepada Tuhannya). (Shad: 44)
Yakni banyak kembali dan mengadu kepada Allah Swt. Hal yang semisal
disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ}
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan
baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah vang tiada
disangka-sangkanya. (At-Talaq: 2-3)
KEBANYAKAN ULAMA FIQIH MENYIMPULKAN DALIL DARI AYAT YANG MULIA INI DALAM
MEMECAHKAN MASALAH-MASALAH SUMPAH DAN MASALAH LAINNYA. MEREKA
MENGAMBILNYA SESUAI DENGAN MAKNA YANG TERSURAT PADANYA; HANYA ALLAH-LAH
YANG MAHA MENGETAHUI.
NABI AYYUB SEMBUH DARI SAKIT
Setelah berlalu sekian lama, yaitu delapan belas tahun seperti yang
diterangkan dalam hadis di atas, maka Ayyub memohon kepada Tuhannya agar
menghilangkan derita yang menimpanya, ia berkata,
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah
Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang.” (QS. Al Anbiyaa’:
83)
Allah Swt. menceritakan tentang Ayub a.s. dan musibah yang menimpanya
sebagai cobaan untuk dirinya. Musibah itu menimpa harta benda,
anak-anaknya, juga tubuhnya. Demikian itu karena Ayub adalah seorang
yang memiliki banyak ternak dan lahan pertanian, ia pun memiliki banyak
anak serta tempat-tempat tinggal yang menyenangkan. Maka Allah menguji
Ayub dengan menimpakan bencana kepada semua miliknya itu, semuanya
lenyap tiada tersisa. Kemudian cobaan ditimpakan pula kepada jasad atau
tubuh Ayub sendiri. Menurut suatu pendapat, penyakit yang menimpanya
adalah penyakit lepra yang mengenai sekujur tubuhnya, sehingga tiada
suatu bagian pun dari anggota tubuhnya yang selamat dari penyakit ini,
kecuali hati dan lisannya yang selalu berzikir mengingat Allah Swt.
Cobaan ini membuat orang-orang tidak mau sekedudukan dengan Ayub. Maka
Ayub tinggal terpencil menyendiri di pinggir kota tempat tinggalnya.
Tiada seorang manusia pun yang mau datang kepadanya selain dari istrinya
yang bertugas merawatnya dan mengurusi keperluannya.
Menurut suatu pendapat, istri Ayub jatuh miskin, lalu ia bekerja menjadi
pelayan bagi orang lain yang hasilnya ia gunakan untuk keperluan
suaminya.
Nabi Saw. pernah bersabda sehubungan dengan masalah cobaan ini:
"أَشَدُّ النَّاسِ بَلَاءً الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الصَّالِحُونَ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ"
Orang yang paling keras cobaannya ialah para nabi, kemudian orang-orang
saleh, lalu menyusul orang-orang yang utama dan orang-orang yang
sebawahnya.
Di dalam hadis lain disebutkan:
"يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى قَدْرِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلَابَةٌ زِيدَ فِي بَلَائِهِ"
Seorang lelaki diuji sesuai dengan kadar agamanya; jika agamanya kuat, maka cobaan yang menimpanya diperkuat pula.
Nabi Ayub adalah seorang yang sangat penyabar, sehingga kesabarannya dijadikan sebagai peribahasa yang patut diteladani.
Yazid ibnu Maisarah mengatakan bahwa ketika Allah menimpakan cobaan
kepada Ayub a.s. dengan melenyapkan keluarganya, harta benda, dan
anak-anaknya, sehingga Ayub tidak memiliki sesuatu pun lagi, Ayub
berzikir kepada Allah dengan baik. Dalam doanya ia mengatakan, "Aku
memuji-Mu, wahai Tuhan semua makhluk. Engkau telah memberiku dengan
pemberian yang baik, Engkau telah memberiku harta benda dan anak,
sehingga tiada suatu ruang pun dalam kalbuku melainkan disibukkan
olehnya. Lalu Engkau mengambil kesemuanya dariku dan Engkau kosongkan
hatiku, sehingga tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi antara aku
dan Engkau (untuk berzikir mengingat-Mu). Seandainya musuhku si iblis
itu mengetahui apa yang aku perbuat, tentulah dia akan dengki kepadaku."
Mendengar hal tersebut,maka iblis menjadi marah.
Yazid ibnu Maisarah melanjutkan kisahnya, bahwa Ayub mengatakan dalam
doanya, "Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah memberiku harta dan anak,
dan tidak ada seorang manusia pun yang berdiri di hadapan pintu rumahku
mengadu tentang kezaliman yang kulakukan terhadapnya. Dan Engkau Maha
Mengetahui tentang itu. Sesungguhnya telah disediakan bagiku sebuah
hamparan untukku, tetapi aku meninggalkannya, dan kukatakan kepada
diriku sendiri, "Hai tubuhku, sesungguhnya kamu diciptakan bukan untuk
berbaring di atas hamparan (kasur) itu, "aku tinggalkan hal tersebut
tiada lain hanyalah semata-mata mengharapkan rida-Mu."
Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Telah diriwayatkan pula dari
Wahb ibnu Munabbih kisah mengenai Ayub ini dengan panjang lebar,
dikemukakan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim berikut sanadnya dari
Wahb ibnu Munabbih. Diriwayatkan juga oleh sejumlah ulama tafsir
mutaakhkhirin, hanya di dalamnya terkandung hal yang garib (aneh). Kami
tidak mengetengahkannya karena kisahnya terlalu panjang.
Menurut suatu riwayat, Ayub mengalami cobaan ini dalam masa yang sangat
lama. Kemudian mereka berselisih pendapat mengenai penyebab yang membuat
keadaan Ayub sedemikian parahnya.
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa Ayub a.s. dicoba selama tujuh
tahun lebih beberapa bulan dalam keadaan terbaring di tempat pembuangan
sampah kaum Bani Israil. Sehingga hewan-hewan berkeliaran menginjak
tubuhnya. Lalu Allah membebaskannya dari cobaan itu dan memberinya
pahala yang besar serta memujinya dengan pujian yang baik.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Ayub a.s tinggal dalam keadaan dicoba selama tiga tahun, tidak lebih dan tidak kurang.
As-Saddi mengatakan bahwa daging tubuh Ayyub berguguran rontok, sehingga
tiada yang tersisa dari tubuhnya selain otot-otot dan tulang-tulangnya.
Selama itu Ayub dirawat oleh istrinya yang selalu mendatanginya dengan
membawa abu. Setelah sakit Ayub cukup lama, istrinya berkata kepadanya,
"Hai Ayub, sekiranya kamu berdoa kepada Tuhanmu untuk kesembuhanmu,
tentu Dia akan melenyapkan penyakitmu ini." Ayub menjawab, "Saya telah
menjalani masa hidup selama tujuh puluh tahun dalam keadaan sehat. Masa
itu sebentar, maka sudah sepantasnya bagiku bersabar demi karena Allah
selama tujuh puluh tahun." Maka istrinya merasa terkejut dan mengeluh
mendapat jawaban tersebut, lalu ia pergi.
Istri Ayub bekerja pada orang-orang dengan memperoleh imbalan upah,
kemudian ia datang kepada Ayub seraya membawa hasil dari kerjanya, lalu
ia memberi makan Ayub.
Sesungguhnya iblis pergi menemui dua orang Palestina sahabat karib Ayub,
keduanya bersaudara. Ketika iblis telah sampai pada keduanya, iblis
mengatakan, "Saudara kamu berdua yang bernama Ayub sedang mengalami
cobaan anu dan anu. Maka datanglah kamu berdua kepadanya seraya
membesuknya, dan bawalah besertamu minuman ini. Sesungguhnya minuman ini
berasal dari khamr negeri kalian; jika dia mau meminumnya, tentulah ia
akan sembuh dari penyakitnya."
Kedua orang lelaki itu lalu datang menjenguk Ayub. Ketika keduanya
melihat keadaan Ayub, maka keduanya menangis, dan Ayub bertanya,
"Siapakah Kamu berdua?" Keduanya menjawab, "Saya adalah anu dan Fulan."
Ayub menyambut kedatangan keduanya dan mengatakan,"Marhaban (selamat
datang) dengan orang-orang yang tidak menjauhiku saat aku tertimpa
cobaan ini." Keduanya berkata, "Hai Ayub, barangkali kamu menyembunyikan
sesuatu, lalu menampakkan yang lainnya. Oleh karena itu, Allah
mengujimu dengan cobaan ini."
Maka Ayub menunjukkan pandangannya ke langit, lalu berkata, "Dia
mengetahui saya tidak menyembunyikan sesuatu di balik apa yang saya
lahirkan, tetapi Tuhanku sengaja sedang mengujiku untuk Dia lihat apakah
saya bersabar ataukah mengeluh (tidak sabar)." Lalu keduanya berkata,
"Hai Ayub, minumlah khamr yang kami bawa ini, karena sesungguhnya jika
kamu meminum sebagian darinya, tentulah kamu akan sembuh."
Ayub marah dan berkata, "Rupanya si busuk (iblis) itu telah datang
kepada kalian berdua dan menganjurkan agar menyampaikan ini. Kalian
haram berbicara denganku; begitu pula makanan dan minuman kalian haram
bagiku." Lalu keduanya pergi meninggalkan Ayub.
Istri Ayub berangkat untuk bekerja pada orang lain. Ia membuat roti
untuk suatu keluarga yang mempunyai seorang anak kecil. Saat roti telah
masak, anak mereka masih tidur, sedangkan mereka tidak mau mengganggu
tidur anak mereka, karenanya mereka memberikan roti itu kepada istri
Ayub.
Istri Ayub membawa roti itu pulang ke rumah Ayub, tetapi Ayub merasa
heran dengan kedatangannya yang begitu cepat, lalu ia bertanya, "Mengapa
engkau begitu cepat pulang, apakah yang engkau alami hari ini?" Maka si
istri menceritakan apa yang telah dialaminya. Ayub berkata, "Barangkali
anak kecil itu telah bangun dari tidurnya, lalu meminta roti kepada
orang tuanya dan mereka tidak menemukannya, sehingga anak kecil itu
terus-menerus menangis meminta roti kepada orang tuanya. Sekarang
kembalilah ke rumah itu dan bawalah kembali roti ini."
Ia kembali, dan ketika sampai di tangga rumah mereka, tiba-tiba ada
seekor kambing milik mereka menyeruduknya, maka ia mengeluarkan kata
cacian, "Celakalah si Ayub yang keliru itu." Setelah ia menaiki tangga
rumah keluarga itu, ia menjumpai anak tersebut telah bangun dari
tidurnya dalam keadaan menangis meminta roti kepada orang tuanya.
Anak itu tidak mau menerima makanan apa pun dari orang tuanya selain
roti itu. Maka saat itu juga istri Ayub berkata, "Semoga Allah merahmati
Ayub." Lalu roti itu dia berikan kepada anak itu, dan ia pulang ke
rumah.
Kemudian iblis datang lagi kepada istri Ayub dalam rupa seorang tabib.
Iblis berkata kepadanya, "Sesungguhnya suamimu menderita sakit yang
cukup lama. Jika ia menginginkan sembuh dari sakitnya, hendaklah ia
menangkap seekor lalat, lalu menyembelihnya dengan menyebut nama berhala
Bani Fulan. Sesungguhnya ia akan sembuh dari penyakitnya, kemudian
dapat melakukan tobat sesudahnya."
Istri Ayub mengatakan apa yang dipesankan oleh iblis itu kepada
suaminya. Maka Ayub menjawab.”Sesungguhnya engkau telah kedatangan
makhluk jahat itu lagi. Demi Allah, seandainya aku telah sembuh dari
sakitku ini, aku akan menderamu sebanyak seratus kali pukulan."
Istri Ayub pergi untuk mencari nafkah buat suaminya, tetapi rezeki
terhalang darinya; tidak sekali-kali ia mendatangi rumah suatu keluarga
untuk menawarkan jasa pelayanannya, melainkan mereka menolaknya. Setelah
bersusah payah mencari rezeki, tetapi tidak berhasil juga, ia merasa
khawatir suaminya Ayub akan kelaparan, maka ia terpaksa mencukur salah
satu kepangan rambutnya, lalu menjualnya kepada seorang anak perempuan
dari keluarga orang yang terhormat lagi kaya. Maka mereka memberikan
imbalan kepadanya berupa makanan yang baik-baik lagi berjumlah banyak.
Istri Ayub membawa makanan itu kepada suaminya. Ketika Ayub melihat
makanan itu, ia merasa curiga, lalu bertanya kepada istrinya, "Dari
manakah kamu dapatkan makanan ini?" Ia menjawab, "Saya bekerja kepada
orang lain dan mereka memberikan makanan ini sebagai imbalannya," lalu
Ayub mau memakannya.
Pada keesokan harinya istri Ayub keluar lagi untuk mencari pekerjaan,
tetapi ia tidak menemukannya, hingga terpaksa memotong lagi kepangan
rambutnya yang masih tersisa, lalu menjualnya kepada anak perempuan yang
sama. Keluarga anak itu memberinya makanan sebagai pembayarannya, sama
dengan makanan yang kemarin. Istri Ayub membawa makanan kepada suaminya,
maka Ayub bertanya, "Demi Allah, aku tidak mau memakannya sebelum aku
ketahui dari manakah makanan ini didapat." Maka istri Ayub membuka
kerudung yang menutupi kepalanya. Ketika Ayub melihat rambut istrinya
dicukur, ia sangat terpukul dan merasa sedih yang amat sangat. Maka pada
saat itu juga Ayub berdoa kepada Allah Swt., seperti yang disebutkan
oleh firman-Nya: (Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit
dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.
(Al-Anbiya: 83)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Musa Ibnu Ismail, telah menceritakan kepada
kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Juni, dari Nauf
Al-Bakkali, bahwa setan yang mengganggu Ayub dikenal dengan sebutan
Mabsut.
Nauf Al-Bakkali mengatakan bahwa istri Ayub berkata kepada suaminya,
"Berdoalah kepada Allah memohon kesembuhan, pasti Allah akan
menyembuhkanmu." Akan tetapi, Ayub tetap tidak mau berdoa untuk memohon
kesembuhannya. Hingga pada suatu hari lewatlah sejumlah orang dari
kalangan Bani Israil di dekat tempat Ayub berada. Sebagian dari mereka
berkata kepada sebagian yang lain, "Musibah yang menimpanya tiada lain
karena dosa besar yang dikerjakannya." Maka pada saat itu juga Nabi Ayub
berdoa kepada Allah, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: (Ya
Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah
Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.(Al-Anbiya: 83)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami
Jarir ibnu Hazim, dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair yang mengatakan
bahwa Nabi Ayub mempunyai dua orang saudara. Pada suatu hari dua
saudaranya itu datang mengunjunginya, tetapi keduanya tidak dapat
mendekatinya karena bau Ayub yang tidak enak; maka keduanya hanya
berdiri dari kejauhan. Salah seorang berkata kepada yang lain,
"Seandainya Allah mengetahui adanya kebaikan pada diri Ayub, tentulah
Dia tidak mengujinya dengan cobaan ini." Maka Ayub merasa berduka cita
dengan perkataan keduanya, duka cita yang belum pernah ia alami
sebelumnya. Lalu Ayub berdoa, "Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa
sesungguhnya aku belum pernah tidur di suatu malam pun dalam keadaan
kenyang, dan aku mengetahui mengapa aku lapar, maka percayalah
kepadaku." Maka semua malaikat yang ada di langit mempercayainya,
sedangkan kedua saudaranya itu mendengarkannya. Kemudian Ayub berkata
lagi, "Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya aku belum
pernah mempunyai dua lapis baju gamis, dan aku mengetahui mengapa aku
sampai tidak berpakaian, maka percayailah aku." Para malaikat yang ada
di langit mempercayainya, sedangkan kedua saudaranya itu
mendengarkannya. Setelah itu Ayub berkata, "Ya Allah, demi
Keagungan-Mu," lalu Ayub menyungkur bersujud seraya berkata, "Demi
Keagungan-Mu, aku tidak akan mengangkat kepalaku selama Engkau belum
menyembuhkan diriku dari penyakit ini." Ayub tidak mengangkat kepalanya
hingga pada akhirnya Allah melenyapkan cobaan yang menimpanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَرْزُوقٍ، حَدَّثَنَا
همام، عن قتادة، عن النضر ابن أَنَسٍ، عَنْ بَشير بْنِ نَهِيك، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"لَمَّا عَافَى اللَّهُ أَيُّوبَ، أَمْطَرَ عَلَيْهِ جَرَادًا مِنْ ذَهَبٍ،
فَجَعَلَ يَأْخُذُ بِيَدِهِ وَيَجْعَلُهُ فِي ثَوْبِهِ". قَالَ: "فَقِيلَ
لَهُ: يَا أَيُّوبُ، أَمَا تَشْبَعُ؟ قَالَ: يَا رَبِّ، وَمَنْ يَشْبَعُ
مِنْ رَحْمَتِكَ".
telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada
kami Amr ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari
Qatadah, dari An-Nadr ibnu Anas, dari Basyir ibnu Nuhaik, dari Abu
Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Setelah Allah memulihkan
kesehatan Ayub, maka Allah menghujaninya dengan belalang emas. Lalu Ayub
memungutinya dengan tangan dan memasukkannya ke dalam baju. Maka
dikatakan kepadanya, "Hai Ayub, tidakkah engkau merasa kenyang?" Ayub
menjawab, "Wahai Tuhanku, siapakah yang merasa kenyang dengan
rahmat-Mu?”
Asal hadis ini ada pada kitab Sahihain, akan dijelaskan dalam pembahasan lain.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menghilangkan penyakit yang menimpa
Ayyub dan jasadnya kembali sehat, Dia juga memberikan kekayaan lagi
kepadanya, mengembalikan harta dan anaknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
وَءَاتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُم مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ
“Dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipatgandakan
bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi
peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS. Al Anbiyaa’: 84)
Telah disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas yang menyebutkan bahwa Allah
berfirman (kepada para malaikat-Nya), "Kembalikanlah kepadanya semua
miliknya dalam keadaan utuh."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Telah
diriwayatkan pula dari Ibnu Mas'ud, juga dari Mujahid. Hal yang sama
telah dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah.
Sebagian orang mengatakan bahwa istri Ayub bernama Rahmah. Jika pendapat
ini bersumber dari konteks ayat, sesungguhnya pendapat ini jauh dari
kebenaran. Jika bersumber dari berita Ahli Kitab dan memang terbukti
berasal dari mereka, maka termasuk ke dalam Bab "Tidak Boleh Dipercayai
dan Tidak Boleh pula Didustakan." Akan tetapi, Ibnu Asakir telah
menyebutnya di dalam kitab Tarikh-nya dengan sebutan Rahmatullah.
Ibnu Asakir mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, nama istri Ayub
ialah Layya binti Minsya ibnu Yusuf ibnu Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim.
Ibnu Asakir mengatakan pula bahwa menurut pendapat lainnya, nama istri
Ayub ialah Layya binti Ya'qub a.s, ia hidup bersamanya di negeri Sanyah.
Mujahid mengatakan bahwa dikatakan kepada Ayub, "Hai Ayub, sesungguhnya
keluargamu Kami masukkan ke dalam surga. Jika kamu suka, Kami dapat
mendatangkan mereka kepadamu. Dan jika kamu menghendaki, Kami dapat
membiarkan mereka di dalam surga, lalu menggantikan buatmu orang-orang
sejumlah mereka menjadi keluargamu." Ayub menjawab, "Tidak, biarkanlah
mereka di dalam surga."Maka mereka dibiarkan di dalam surga dan
diberikan kepada Ayub orang-orang sejumlah mereka di dunia sebagai
keluarganya.
Hammad ibnu Zaid telah meriwayatkan dari Abu Imran Al-Juni, dari Nauf
Al-Bakkali yang mengatakan bahwa diberikan kepada Ayub pahala kesabaran
karena ditinggal mereka kelak di akhirat, dan diberikan kepadanya
keluarga baru yang bilangannya sama dengan mereka di dunia. Hammad ibnu
Zaid mengatakan bahwa ia menceritakan kisah ini kepada Mutarrif. Maka
Mutarrif menjawab,"Saya belum pernah mengetahui jalur periwayatannya
sebelum ini." Hal yang sama telah diriwayatkan dari Qatadah, As-Saddi,
dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf. Hanya Allah-lah yang
mengetahui kebenarannya.
Firman Allah Swt.:
{رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا}
sebagai suatu rahmat dari sisi Kami. (Al-Anbiya: 84)
Yakni Kami lakukan hal itu kepada Ayub sebagai rahmat dari sisi Kami buatnya.
Firman Allah Swt.:
{وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ}
dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (Al-Anbiya: 84)
Kami jadikan kisah Ayub ini sebagai suri teladan agar orang-orang yang
tertimpa musibah jangan beranggapan bahwa sesungguhnya Kami lakukan
cobaan itu kepada mereka tiada lain karena mereka hina dalam pandangan
Kami. Dan agar mereka meniru kesabaran Ayub dalam menghadapi takdir
Allah dan cobaan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya dengan berbagai macam
cobaan yang dikehendaki-Nya. Hanya Dia sajalah yang mengetahui hikmah
yang tersembunyi di balik semuanya itu.
Demikianlah, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Ayyub sebagai teladan dalam kesabaran yang patut ditiru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar