Peristiwa banjir besar itu diperkirakan terjadi sekitar 6.000 tahun yang lalu
Membaca kisah Nabi Nuh AS yang terdapat dalam Alquran, Injil (Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru), ataupun buku-buku yang membahas seputar
banjir besar di zaman Nabi Nuh itu, sangat menarik untuk dikaji secara
mendalam. Kisah-kisah itu merupakan gambaran tentang peristiwa masa lalu
dan harus dijadikan pelajaran bagi umat manusia masa kini.
Dalam Alquran, kisah Nabi Nuh AS dibahas dalam beberapa surah, di
antaranya surah Al-Ankabut. Nuh , Al-Mu'minun, Huud, Asy-Syuara.
Al-A'raf, dan Yunus.
Sementara itu, dalam Bible (Injil), kisah serupa juga terdapat dalam
Genesis 6:15, 7:4-7, 8:3-4, dan 8:29. Begitu pula, dalam Mitologi
Sumeria, Mitologi Akkadia, Mitologi Babilonia, serta Kebudayaan India,
Wales, Lithuania, dan Cina.
Dari kisah Nabi Nuh AS itu, setidaknya ada dua persoalan besar yang
hingga kini masih menjadi kontroversi di kalangan ulama, peneliti, serta
pemerhati sains dan teknologi.
Kedua persoalan besar itu adalah apakah banjir besar itu menenggelamkan
seluruh dunia (banjir global), atau hanya lokal (di wilayah Nabi Nuh AS
berdakwah kepada kaumnya).
Persoalan kedua, apakah hewan yang naik ke kapal (bahtera) Nuh itu
diikuti oleh seluruh hewan yang ada di dunia, ataukah sebagian saja,
yakni hewan-hewan yang ada di wilayah dakwah Nabi Nuh AS.
Tak mudah menjawab kedua pertanyaan itu. Sebab, untuk membedah
permasalahannya secara lengkap, dibutuhkan data-data empiris dalam
berbagai bidang ilmu, seperti geologi, arkeologi, sejarah, astronomi,
geografi, termasuk keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab agama.
Yang sudah sangat jelas adalah kapal atau bahtera Nabi Nuh itu dipercaya
telah ditemukan, tepatnya di atas Gunung Ararat di perbatasan antara
Turki dan Iran pada ketinggian sekitar 2.515 meter di atas permukaan
laut (dpl) pada 11 Agustus 1979.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman
إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ
قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (1) قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي
لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ (2) أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ
وَأَطِيعُونِ (3) يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُؤَخِّرْكُمْ إِلَى
أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ أَجَلَ اللَّهِ إِذَا جَاءَ لَا يُؤَخَّرُ لَوْ
كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (4)
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan
memerintahkan), "Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab
yang pedih." Nuh berkata, "Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi
peringatan yang menjelaskan kepadamu, (yaitu) sembahlah Allah olehmu,
bertakwalah kepada-Nya, dan taatlah kepadaku, niscaya Allah akan
mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada
waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila datang tidak
dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui. (QS Nuh Ayat 1-4)
Allah Swt. menceritakan tentang Nuh a.s., bahwa Dia telah mengutusnya
kepada kaumnya dan memerintahkan kepadanya agar memberikan peringatan
kepada mereka akan azab Allah sebelum azab itu menimpa mereka. Maka jika
mereka mau bertobat dan kembali ke jalan Allah, niscaya azab itu
diangkat (dilenyapkan) dari mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ}
''Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih.”
Nuh berkata, "Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan
yang menjelaskan kepadamu.”(Nuh: 1-2)
Yakni yang jelas peringatannya lagi gamblang duduk perkaranya.
{أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ}
(yaitu) sembahlah Allah olehmu, bertakwalah kepada-Nya. ("Nuh: 3)
Artinya, tinggalkanlah hal-hal yang diharamkan oleh-Nya dan jauhilah perbuatan-perbuatan dosa.
{وَأَطِيعُونِ}
Dan taatlah kepadaku. (Nuh:3)
dengan mengerjakan apa yang kuperintahkan dan meninggalkan apa yang kularang kamu mengerjakannya.
{يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ}
niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu. (Nuh: 4)
Yaitu apabila kamu mengerjakan apa yang kuperintahkan kepadamu dan
membenarkan risalah yang kusampaikan kepadamu, niscaya Allah akan
mengampuni dosa-dosamu. Huruf min dalam ayat ini menurut suatu pendapat
disebutzaidah (tambahan), tetapi kedudukan min sebagai tambahan dalam
kalimat yang isbat (tidak dinafikan) jarang terjadi. Dan termasuk ke
dalam pengertian ini ucapan sebagian orang Arab, "Qad kana min matarin "
(Tadi hujan telah turun).
Menurut pendapat yang lainnya, min di sini bermakna 'an, artinya niscaya
Allah akan mengampuni kalian dari dosa-dosa kalian. Pendapat inilah
yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Menurut pendapat yang lainnya lagi, min di sini bermakna sebagian, yakni
niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa besar yang Allah telah
mengancam kalian karena melakukannya, bahwa kalian akan ditimpa
azab-Nya:
{وَيُؤَخِّرَكُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى}
dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. (Nuh: 4)
Maksudnya, memperpanjang usiamu dan menolak darimu azab yang bila kamu
tidak menjauhi apa yang dilarang-Nya, niscaya azab itu akan menimpamu.
Ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya
amal ketaatan dan kebajikan serta silaturahmi dapat menambah usia
pelakunya secara hakiki, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis yang
mengatakan:
"صِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيدُ فِي الْعُمْرِ"
Silaturahmi dapat menambah usia.
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ أَجَلَ اللَّهِ إِذَا جَاءَ لَا يُؤَخَّرُ لَوْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ}
Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui. (Nuh: 4)
Yakni bersegeralah kamu mengerjakan amal ketaatan sebelum datang azab
menimpamu. Karena sesungguhnya apabila Allah Swt. memerintahkan turunnya
azab, maka hal ini tidak dapat ditolak dan tidak dapat dicegah, sebab
Allah Mahabesar Yang Mengalahkan segala sesuatu, lagi Mahaperkasa yang
semua makhluk tunduk kepada keperkasaan-Nya.
Firman-Nya
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ
سَنَةٍ إِلا خَمْسِينَ عَامًا فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ
(14) فَأَنْجَيْنَاهُ وَأَصْحَابَ السَّفِينَةِ وَجَعَلْنَاهَا آيَةً
لِلْعَالَمِينَ (15)
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal
di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka
ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim, Maka
Kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan Kami jadikan
peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia. (QS Al-Ankabut Ayat
14-15)
Ini merupakan hiburan dari Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. Allah
menceritakan kepadanya tentang Nuh a.s., bahwa Nuh tinggal di kalangan
kaumnya dalam masa yang sangat lama seraya menyeru mereka untuk
menyembah Allah Swt. Seruan itu dilakukannya siang malam, dan secara
rahasia dan terang-terangan. Tetapi sekalipun demikian, tiada menambah
mereka melainkan makin menjauh dari perkara hak dan berpaling darinya
serta mendustakan Nuh, dan tiada yang beriman bersama Nuh melainkan
hanya sedikit orang saja. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلا خَمْسِينَ عَامًا فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ}
maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun.
Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang
zalim. (Al-'Ankabut: 14)
Yakni sesudah masa yang sangat lama itu penyampaian Nuh dan
peringatannya masih belum berhasil terhadap mereka. Maka kamu Muhammad,
janganlah menyesali sikap orang-orang yang kafir terhadapmu dari
kalangan kaummu, jangan pula kamu bersedih hati atas sikap mereka,
karena sesungguhnya Allah-lah yang akan memberi petunjuk kepada siapa
yang dikehendaki-Nya dan Dia pulalah yang akan menyesatkan siapa yang
dikehendaki-Nya. Di tangan kekuasaan-Nyalah semua urusan, dan hanya
kepada-Nyalah kembali semua urusan.
{إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ. وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ}
Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat
Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala
macam keterangan. (Yunus: 96-97), hingga akhir ayat.
Dan ketahuilah bahwa Allah pasti akan memunculkanmu, menolongmu,
menguatkanmu, menghinakan musuh-musuhmu serta mengalahkan mereka, dan
menjadikan mereka berada di dasar neraka yang paling bawah.
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Ali ibnu Zaid, dari Yusuf
ibnu Mahik, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Nuh diutus oleh Allah
sejak usia empat puluh tahun, dan tinggal di kalangan kaumnya selama
sembilan ratus lima puluh tahun, serta hidup sesudah masa banjir besar
selama enam puluh tahun, hingga manusia bertambah populasi (jumlah)nya
dan menyebar.
Qatadah mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, sesungguhnya jumlah
seluruh usia Nuh adalah sembilan ratus lima puluh tahun. Ia tinggal di
kalangan kaumnya sebelum menyeru mereka ke jalan Allah selama tiga ratus
tahun, dan menyeru mereka selama tiga ratus tahun, serta tinggal
sesudah masa banjir besar selama tiga ratus lima puluh tahun. Tetapi
pendapat ini garib. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa Nuh tinggal di
kalangan kaumnya seraya menyeru mereka untuk menyembah Allah selama
sembilan ratus lima puluh tahun.
Aun ibnu Abu Syaddad telah mengatakan bahwa Allah mengutus Nabi Nuh
kepada kaumnya saat ia berusia tiga ratus lima puluh tahun, lalu Nuh
a.s. menyeru mereka selama sembilan ratus lima puluh tahun. Kemudian ia
hidup sesudah itu selama tiga ratus lima puluh tahun. Pendapat ini pun
berpredikat garib, diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir serta
dikatakan oleh suatu pendapat yang bersumber dari Ibnu Abbas, hanya
Allah Yang Maha Mengetahui.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari Mujahid yang
mengatakan bahwa Ibnu Umar pernah bertanya kepadaku, "Berapa lamakah Nuh
tinggal bersama kaumnya?" Mujahid mengatakan, bahwa lalu ia menjawab,
"Sembilan ratus lima puluh tahun." Lalu Ibnu Umar mengatakan,
"Sesungguhnya manusia itu masih terus mengalami pengurangan dalam usia
mereka, kebaligan mereka, dan bentuk tubuh mereka, sampai masamu
sekarang ini."
Firman Allah Swt.:
{فَأَنْجَيْنَاهُ وَأَصْحَابَ السَّفِينَةِ}
Maka Kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu. (Al-'Ankabut: 15)
Yakni orang-orang yang beriman kepada Nuh a.s.
Firman Allah Swt.:
{وَجَعَلْنَاهَا آيَةً لِلْعَالَمِينَ}
dan Kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia. (Al-'Ankabut: 15)
Maksudnya, Kami jadikan bahtera itu utuh, yang adakalanya hanya tinggal
bentuknya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Qatadah, bahwa bahtera Nabi
Nuh a.s. masih ada peninggalannya sampai permulaan masa Islam terdapat
di Bukit Al-Judi. Atau yang masih ada itu adalah jenisnya, hal itu
dijadikan sebagai peringatan buat manusia yang mengingatkan mereka akan
nikmat-nikmat Allah kepada makhluk-Nya, saat Allah menyelamatkan mereka
dari banjir besar. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَآيَةٌ لَهُمْ أَنَّا حَمَلْنَا ذُرِّيَّتَهُمْ فِي الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ. وَخَلَقْنَا لَهُمْ مِنْ مِثْلِهِ مَا يَرْكَبُونَ}
Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar)bagi mereka adalah bahwa
Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan, dan Kami
ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu.
(Yasin: 41-42)
sampai dengan firman Allah Swt.:
وَمَتَاعًا إِلَى حِينٍ
dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika. (Yasin: 44)
Dan firman Allah Swt.:
{إِنَّا لَمَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ. لِنَجْعَلَهَا لَكُمْ تَذْكِرَةً وَتَعِيَهَا أُذُنٌ وَاعِيَةٌ}
Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa
(nenek moyang) kamu ke dalam bahtera, agar Kami jadikan peristiwa itu
peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau
mendengar. (Al-Haqqah: 11-12)
Dan dalam surat Al-'Ankabut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَأَنْجَيْنَاهُ وَأَصْحَابَ السَّفِينَةِ وَجَعَلْنَاهَا آيَةً لِلْعَالَمِينَ}
Maka kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan Kami
jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia. (Al-'Ankabut:
15)
Ini merupakan ungkapan tadrij, dari suatu benda ke jenisnya. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ}
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar
setan. (Al-Mulk: 5)
Yakni Kami jadikan jenisnya sebagai pelempar, karena sesungguhnya yang
dijadikan pelempar setan-setan itu bukanlah binatang-binatang yang
menjadi penghias langit. Dan firman Allah Swt. lainnya yang menyebutkan:
{وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ. ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ}
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari pati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). (Al-Mu-minun: 12-13)
Ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang sama cukup banyak. Ibnu Jarir
mengatakan, seandainya dikatakan bahwa damir yang terdapat di dalam
firman-Nya:
{وَجَعَلْنَاهَا}
dan Kami jadikan bintang-bintang itu. (Al-Mulk: 5)
merujuk kepada 'uqubah (siksaan) bukan bintang-bintang, tentulah
bermakna tidak seperti yang dimaksudkan di atas. Hanya Allah-lah Yang
Maha Mengetahui.
Firman-Nya
كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ (105) إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ
نُوحٌ أَلا تَتَّقُونَ (106) إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ (107)
فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ (108) وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ
أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ (109) فَاتَّقُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُونِ (110)
Kaum Nuh telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka (Nuh)
berkata kepada mereka, "Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku
adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepada kalian, maka
bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak
minta upah kepada kalian atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain
hanyalah dari Tuhan semesta alam. Maka bertakwalah kepada Allah dan
taatlah kepadaku.” (QS As-Syu'aro' Ayat 105-110)
Ini adalah kisah dari Allah Swt. tentang hamba dan rasul-Nya Nuh a.s.
Dia adalah rasul pertama yang diutus oleh Allah untuk penduduk bumi
setelah berhala dan tandingan-tandingan disembah-sembah oleh para
penduduknya. Maka Allah mengutus Nuh sebagai orang yang mencegah mereka
melakukan hal tersebut dan sebagai pemberi peringatan terhadap azabnya
yang keras. Tetapi kaum Nuh mendustakannya, bahkan mereka tetap pada
perbuatannya yang jahat, yaitu penyembahan mereka kepada berhala-berhala
di samping Allah Swt. Allah mendudukkan kedustaan mereka kepada Nuh
a.s. sama dengan kedustaan mereka kepada semua rasul. Karena itulah
disebutkan oleh firman-Nya:
{كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ نُوحٌ أَلا تَتَّقُونَ}
Kaum Nuh telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka (Nuh)
berkata kepada mereka, "Mengapa kamu tidak bertakwa?” (Asy-Syu'ara':
105-106)
Yakni mengapa kalian tidak takut kepada Allah karena kalian menyembah selain-Nya?
{إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ}
Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepada kalian. (Asy-Syu'ara': 107)
Yaitu sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian lagi dipercaya
untuk mengemban risalah Tuhanku yang harus aku sampaikan kepada kalian
tanpa dilebihkan dan tanpa dikurangi.
فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ
maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali
tidak minta upah kepada kalian atas ajakan-ajakan itu. (Asy-Syu'ara':
108-109), hingga akhir ayat. .
Artinya, aku tidak akan meminta imbalan upah dari kalian atas jasa
ajakan-ajakanku kepada kalian ini, bahkan aku menyimpan pahala tersebut
di sisi Allah.
{فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ}
Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. (Asy-Syu'ara': 110) - ,
Sesungguhnya telah jelas dan gamblang bagi kalian kebenaranku dan
seruanku serta kejujuranku dalam apa yang diutuskan oleh Allah kepadaku
dan dipercayakan-Nya kepadaku.
Firman-Nya dalam Surat Huud
قَالُوا يَا نُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا
بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ (32) قَالَ إِنَّمَا
يَأْتِيكُمْ بِهِ اللَّهُ إِنْ شَاءَ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ (33)
وَلا يَنْفَعُكُمْ نُصْحِي إِنْ أَرَدْتُ أَنْ أَنْصَحَ لَكُمْ إِنْ كَانَ
اللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُغْوِيَكُمْ هُوَ رَبُّكُمْ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
(34)
Mereka berkata, "Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami,
dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka
datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu
termasuk orang-orang yang benar.” Nuh menjawab, "Hanyalah Allah yang
akan mendatangkan azab itu kepada kalian jika Dia menghendaki, dan
kalian sekali-kali tidak dapat melepaskan diri.” Dan tidaklah bermanfaat
kepada kalian nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kalian,
sekiranya Allah hendak menyesatkan kalian, Dia adalah Tuhan kalian, dan
kepada-Nyalah kalian dikembalikan.
Allah Swt. menceritakan tentang kaum Nabi Nuh yang meminta agar siksa,
azab, serta kemurkaan Allah segera ditimpakan kepada mereka, padahal
malapetaka itu sumbernya dari ucapan (lisan).
{قَالُوا يَا نُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا}
Mereka berkata, "Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami,
dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami (Hud: 32)
Maksudnya, engkau telah banyak membantah kami, dan kami tetap tidak akan mengikutimu.
{فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا}
maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami (Hud: 32)
Yaitu pembalasan Allah dan azab-Nya. Mereka berkata, "Serukanlah kepada
Allah terhadap kami dengan doa yang kamu sukai, datangkanlah dengan
segera apa yang engkau doakan itu agar menimpa kami."
{إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ قَالَ إِنَّمَا يَأْتِيكُمْ بِهِ اللَّهُ إِنْ شَاءَ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ}
jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” Nuh menjawab, "Hanyalah
Allah yang akan mendatangkan azab itu kepada kalian jika Dia
menghendaki, dan kalian sekali-kali tidak dapat melepaskan diri" (Hud:
32-33)
Yakni sesungguhnya yang akan mengazab kalian dan yang menyegerakannya
atas kalian hanyalah Allah, tiada sesuatu pun yang dapat
mengalahkan-Nya.
{وَلا يَنْفَعُكُمْ نُصْحِي إِنْ أَرَدْتُ أَنْ أَنْصَحَ لَكُمْ إِنْ كَانَ اللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُغْوِيَكُمْ}
Dan tidaklah bermanfaat kepada kalian nasihatku jika aku memberi nasihat
kepada kalian, sekiranya Allah hendak menyesatkan kalian. (Hud: 34)
Artinya, tiada manfaatnya bagi kalian penyampaianku, peringatanku, dan nasihatku kepada kalian.
إِنْ كَانَ اللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُغْوِيَكُمْ
sekiranya Allah hendak menyesatkan kalian. (Hud: 34)
Yakni jika Dia hendak menyesatkan dan membinasakan kalian.
{هُوَ رَبُّكُمْ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ}
Dia adalah Tuhan kalian, dan hanya kepada-Nyalah kalian dikembalikan. (Hud: 34)
Dia adalah yang memiliki kendali semua urusan, Dialah Yang mengatur dan
Hakim Yang Mahaadil yang tidak akan lalim. Milik-Nyalah semua makhluk
dan urusan. Dialah yang memulai penciptaan dan yang mengembalikannya.
Dia adalah Raja dunia dan akhirat.
Firman-Nya
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ إِنِ افْتَرَيْتُهُ فَعَلَيَّ إِجْرَامِي وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تُجْرِمُونَ (35)
Malahan kaum Nuh itu berkata, "Dia cuma membuat-buat nasihatnya saja.”
Katakanlah, "Jika aku membuat-buat nasihat itu, maka hanya akulah yang
memikul dosaku dan aku berlepas diri dari dosa yang kalian perbuat.”
Ini adalah kalimat sisipan yang berada di tengah-tengah kisah ini,
berkedudukan menguatkan dan menetapkannya. Allah Swt. berfirman kepada
Nabi Muhammad Saw., "Malahan orang-orang kafir yang ingkar itu
mengatakan bahwa dia cuma membuat-buatnya dan merekayasanya dari dirinya
sendiri."
{قُلْ إِنِ افْتَرَيْتُهُ فَعَلَيَّ إِجْرَامِي}
Katakanlah, "Jika aku membuat-buat nasihat itu, maka hanya akulah yang memikul dosaku. (Hud: 35)
Yakni dosanya aku tanggung sendiri.
{وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تُجْرِمُونَ}
dan aku berlepas diri dari dosa yang kalian perbuat.” (Hud: 35)
Maksudnya, hal tersebut bukanlah buat-buatan, bukan pula suatu rekayasa,
karena aku benar-benar mengetahui siksaan yang ada di sisi Allah bagi
orang yang berdusta terhadap-Nya.
Firman-Nya
وَأُوحِيَ إِلَى نُوحٍ أَنَّهُ لَنْ يُؤْمِنَ مِنْ قَوْمِكَ إِلا مَنْ قَدْ
آمَنَ فَلا تَبْتَئِسْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (36) وَاصْنَعِ
الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا وَلا تُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ
ظَلَمُوا إِنَّهُمْ مُغْرَقُونَ (37) وَيَصْنَعُ الْفُلْكَ وَكُلَّمَا
مَرَّ عَلَيْهِ مَلأ مِنْ قَوْمِهِ سَخِرُوا مِنْهُ قَالَ إِنْ تَسْخَرُوا
مِنَّا فَإِنَّا نَسْخَرُ مِنْكُمْ كَمَا تَسْخَرُونَ (38) فَسَوْفَ
تَعْلَمُونَ مَنْ يَأْتِيهِ عَذَابٌ يُخْزِيهِ وَيَحِلُّ عَلَيْهِ عَذَابٌ
مُقِيمٌ (39)
Dan diwahyukan kepada Nuh bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di
antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja). Karena itu,
janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan.
Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan
janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu;
sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. Dan mulailah Nuh membuat
bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka
mengejeknya. Berkatalah Nuh, "Jika kalian mengejek kami maka
sesungguhnya kami (pun)mengejek kalian sebagaimana kamu sekalian
mengejek (kami). Kelak kalian akan mengetahui siapa-siapa yang akan
ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang
kekal.”
Allah Swt. menceritakan bahwa Dia telah mewahyukan kepada Nuh di saat
kaumnya minta kepadanya agar pembalasan dan azab Allah disegerakan
terhadap mereka. Lalu Nabi Nuh a.s. berdoa kepada Allah yang disebutkan
oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الأرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا}
Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. (Nuh: 26)
{فَدَعَا رَبَّهُ أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ}
Maka dia mengadu kepada Tuhannya, bahwasanya aku ini adalah orang yang
dikalahkan. Oleh sebab itu, menangkanlah (aku). (Al-Qamar: 10)
Maka pada saat itulah Allah menurunkan wahyu kepada Nuh, yaitu firman-Nya:
{أَنَّهُ لَنْ يُؤْمِنَ مِنْ قَوْمِكَ إِلا مَنْ قَدْ آمَنَ}
bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman(saja). (Hud: 36)
Karena itu, janganlah kamu bersedih hati atas mereka dan jangan sekali-kali kamu menjadi sibuk dengan urusan mereka.
{وَاصْنَعِ الْفُلْكَ}
Dan buatlah bahtera itu. (Hud: 37)
Yakni kapal itu.
{بِأَعْيُنِنَا}
dengan pengawasan Kami. (Hud: 37)
Maksudnya, di hadapan Kami.
{وَوَحْيِنَا}
dan petunjuk wahyu Kami. (Hud: 37)
Yaitu dengan petunjuk dan pengajaran Kami kepadamu tentang apa yang harus kamu lakukan.
{وَلا تُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُوا إِنَّهُمْ مُغْرَقُونَ}
dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim
itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (Hud: 37)
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa Allah memerintahkan Nabi Nuh agar
menanam pohon-pohonan; setelah besar ditebang, lalu dikeringkan; hal
ini memakan waktu seratus tahun. Kemudian Nabi Nuh menggergaji,
menyerutnya, dan menghaluskannya selama seratus tahun lagi; sedangkan
menurut pendapat lain adalah empat puluh tahun.
Muhammad ibnu Ishaq telah menceritakan dari kitab Taurat, bahwa Allah
Swt. memerintahkan Nuh untuk membuat bahtera itu dari kayu saj (jati)
dengan panjang delapan puluh hasta dan lebar lima puluh hasta, dan
hendaknya bahtera itu dicat dengan gar (ter) bagian luar dan dalamnya,
hendaknya pula dibuatkan anjungan buat membelah air.
Qatadah mengatakan bahwa bahtera Nabi Nuh mempunyai panjang tiga ratus hasta dan lebarnya lima puluh hasta.
Dari Al-Hasan, disebutkan bahwa panjangnya enam ratus hasta dan lebarnya
tiga ratus hasta. Juga dari Al-Hasan dan Ibnu Abbas, disebutkan bahwa
panjangnya seribu dua ratus hasta dan lebarnya enam ratus hasta.
Sedangkan menurut pendapat lain, panjangnya dua ribu hasta, dan lebarnya
seratus hasta.
Semuanya mengatakan bahwa tinggi bahtera Nabi Nuh adalah tiga puluh
hasta, terdiri atas tiga tingkat, setiap tingkat mempunyai tinggi
sepuluh hasta. Tingkatan yang paling bawah untuk hewan dan binatang
liar, yang tengah untuk manusia, sedangkan yang atas untuk
burung-burung. Disebutkan pula bahwa pintunya berada di bagian
tengahnya, bagian atas bahtera itu beratap.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir telah menyebutkan sebuah asar yang garib
melalui hadis Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an, dari Yusuf ibnu Mahran, dari
Abdullah ibnu Abbas. Disebutkan bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan bahwa
kaum Hawariyyin berkata kepada Isa ibnu Maryam, "Sebaiknya engkau
mengirimkan seorang lelaki sebagai wakil dari kita semua untuk melihat
bahtera itu, lalu dia akan menceritakannya kepada kita." Maka Isa ibnu
Maryam membawa serta mereka pergi hingga sampai di sebuah bukit pasir,
lalu Isa mengambil segenggam pasir dengan telapak tangannya dan berkata,
"Tahukah kalian, apakah ini?" Mereka menjawab, "Allah dan utusan-Nya
lebih mengetahui." Isa . menjawab, "Ini adalah mata kaki Ham ibnu Nuh."
Kemudian Nabi Isa memukul bukit pasir itu dengan tongkatnya seraya
bersabda, "Berdirilah dengan seizin Allah." Tiba-tiba berdirilah Ham
seraya menepiskan pasir yang ada di kepalanya yang telah beruban. Isa
bertanya kepadanya, "Apakah dalam keadaan seperti ini ketika kamu mati?"
Ham ibnu Nuh menjawab, "Tidak, aku meninggal dunia dalam usia yang
masih muda. Tetapi aku menduga bahwa kematian itu merupakan hari kiamat,
karena itulah maka aku beruban."
Isa bertanya, "Ceritakanlah kepada kami tentang bahtera Nabi Nuh." Ham
ibnu Nuh menjawab, "Panjangnya adalah seribu dua ratus hasta dan
lebarnya enam ratus hasta. Bahtera itu terdiri atas tiga tingkat, salah
satunya untuk hewan dan binatang liar, yang lainnya untuk manusia, dan
yang terakhir untuk burung-burung."
Ham melanjutkan kisahnya, "Setelah kotoran hewan terlalu banyak, maka
Allah menurunkan wahyu kepada Nuh a.s., memerintahkan kepadanya agar
menggelitiki ekor gajah. Maka Nuh a.s. menggelitikinya, lalu dari ekor
gajah itu keluarlah seekor babi betina yang langsung melahap kotoran
tersebut. Dan ketika tikus-tikus muncul di dalam bahtera itu, mereka
menggerogoti kayu-kayu dan tali temalinya. Maka Allah menurunkan wahyu
kepada Nuh a.s., memerintahkannya agar memukul wajah singa di antara
kedua matanya. Maka Nuh a.s. memukulnya, dan keluarlah burung elang
jantan dan betina dari hidung singa itu, lalu keduanya menyambar
tikus-tikus tersebut.
Isa berkata kepada Ham, "Bagaimanakah Nuh mengetahui bahwa daratan telah
tenggelam?" Ham menjawab, "Nuh a.s. mengutus burung gagak yang
menyampaikan berita kepadanya. Tetapi burung gagak itu menjumpai
bangkai, lalu burung gagak itu hinggap padanya dan memakannya, maka Nuh
a.s. berdoa kepada Allah, semoga burung gagak selalu dicekam rasa
takut. Karena itulah burung gagak tidak biasa tinggal di rumah-rumah.
Kemudian Nuh a.s. mengirimkan burung merpati, lalu burung merpati itu
datang dengan membawa daun pohon zaitun pada paruhnya dan daun pohon tin
pada kakinya. Karena itulah Nuh a.s. mengetahui bahwa seluruh negeri
telah tenggelam. Lalu Nabi Nuh a.s. mengalungkan ikat pinggangnya pada
leher burung merpati dan mendoakannya agar hidupnya selalu dalam aman
dan jinak. Karena itulah maka burung-burung merpati biasa tinggal di
rumah-rumah."
Kaum Hawariyyin berkata, "Wahai utusan Allah, bolehkah kami membawa Ham
ini kepada keluarga kami dan duduk bersama kami seraya bercerita kepada
kami?" Isa menjawab, "Mana mungkin orang yang tidak mempunyai rezeki
dapat mengikuti kalian?" Maka Nabi Isa berkata kepada Ham, "Kembalilah
kamu seperti semula dengan seizin Allah!" Maka kembalilah Ham dalam
bentuk semulanya, yaitu berupa pasir.
Firman Allah Swt.:
{وَيَصْنَعُ الْفُلْكَ وَكُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ مَلأ مِنْ قَوْمِهِ سَخِرُوا مِنْهُ}
Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya. (Hud: 38)
Mereka memperolok-olokkannya dan mendustakan apa yang diancamkannya kepada mereka, yaitu banjir besar.
{قَالَ إِنْ تَسْخَرُوا مِنَّا فَإِنَّا نَسْخَرُ مِنْكُمْ كَمَا تَسْخَرُونَ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ}
Berkatalah Nuh, "Jika kalian mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun). (Hud: 38), hingga akhir ayat."
Hal ini mengandung ancaman dan peringatan yang sangat keras.
{مَنْ يَأْتِيهِ عَذَابٌ يُخْزِيهِ}
siapa-siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya. (Hud: 39)
Yakni menghinakannya di dunia ini.
{وَيَحِلُّ عَلَيْهِ عَذَابٌ مُقِيمٌ}
dan yang akan ditimpa azab yang kekal. (Hud: 39)
Yaitu azab yang kekal dan abadi.
Firman-Nya
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ قُلْنَا احْمِلْ فِيهَا
مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ
الْقَوْلُ وَمَنْ آمَنَ وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلا قَلِيلٌ (40)
Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air,
Kami berfirman, "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing
binatang sepasang (jantan dan betina),dan keluargamu kecuali orang yang
telah terdahulu ketetapan terhadapnya, dan (muatkan pula) orang-orang
yang beriman.” Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.
Hal ini merupakan janji Allah Swt. kepada Nuh a.s. yang menyatakan bahwa
apabila telah datang perintah Allah yang berupa hujan yang
berturut-turut tiada henti-hentinya disertai dengan luapan air yang tak
pernah berhenti, bahkan keadaannya adalah seperti yang diungkapkan oleh
Allah dalam ayat lain, yaitu:
{فَفَتَحْنَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ بِمَاءٍ مُنْهَمِرٍ وَفَجَّرْنَا
الأرْضَ عُيُونًا فَالْتَقَى الْمَاءُ عَلَى أَمْرٍ قَدْ قُدِرَ
وَحَمَلْنَاهُ عَلَى ذَاتِ أَلْوَاحٍ وَدُسُرٍ تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا
جَزَاءً لِمَنْ كَانَ كُفِرَ}
Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang
tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka
bertemulah air-air, itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan.
Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku,
yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai balasan bagi orang-orang
yang diingkari(Nuh). (Al-Qamar: 11-14)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَفَارَ التَّنُّورُ}
dan dapur telah memancarkan air. (Hud: 40)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud dengan tannur ialah
permukaan bumi. Dengan kata lain, bumi menjadi mata air yang memancarkan
air, sehingga air pun keluar menyembur dari tempat pemanggangan roti
yang merupakan tempat yang berapi. Yakni bumi memancarkan airnya dari
segala tempat. Demikianlah menurut pendapat jumhur ulama Salaf dan
Khalaf.
Dari Ali ibnu Abu Talib r.a., diriwayatkan bahwa tannur artinya cahaya
waktu subuh dan sinar fajar. Tetapi pendapat yang pertamalah yang paling
jelas.
Mujahid dan Asy-Sya'bi mengatakan bahwa tannurtersebut berada di kota
Kufah. Menurut riwayat dari Ibnu Abbas, tannur adalah sebuah mata air
yang terletak di negeri India. Sedangkan menurut riwayat dari Qatadah,
tannur adalah sebuah mata air yang terletak di Jazirah Arabia yang
dikenal dengan nama "mata air Wardah". Tetapi semua pendapat di atas
berpredikat garib (aneh).
Maka pada saat itu Allah memerintahkan kepada Nuh a.s. untuk membawa
bersamanya ke dalam bahtera itu dari setiap jenis makhluk yang bernyawa
sepasang jodoh. Menurut pendapat yang lain, juga membawa yang lainnya
yang berupa tumbuh-tumbuhan dari setiap jenis sepasang jodoh.
Menurut suatu pendapat, burung yang mula-mula dimasukkan ke dalam
bahtera Nabi Nuh a.s. ialah burung beo, dan hewan terakhir yang
dimasukkan ke dalam bahtera adalah keledai. Lalu bergantung iblis pada
ekornya; ketika keledai hendak bangkit naik ke bahtera, iblis
memberatkannya karena ia bergantung pada ekor keledai itu. Maka Nabi
Nuh a.s. berkata, "Mengapa kamu, masuklah, celakalah kamu!" Keledai
hendak bangkit, tetapi tidak mampu. Maka Nuh berkata, "Masuklah kamu,
sekalipun iblis ikut bersamamu," hingga masuklah keduanya ke dalam
bahtera itu.
Sebagian ulama Salaf menyebutkan bahwa mereka merasa keberatan bila
singa dibawa masuk ke dalam bahtera bersama-sama mereka, akhirnya
ditimpakan penyakit lemah kepada singa.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ صَالِحٍ كَاتِبُ اللَّيْثِ، حَدَّثَنِي اللَّيْثُ، حَدَّثَنِي هِشَامُ
بْنُ سَعْدٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ. عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَمَّا حَمَلَ نُوحٌ
فِي السَّفِينَةِ مِنْ كُلِّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ، قَالَ أَصْحَابُهُ:
وَكَيْفَ يَطْمَئِنُّ أَوْ: تَطْمَئِنُّ -اَلْمَوَاشِي وَمَعَهَا
الْأَسَدُ؟ فَسَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْحُمَّى، فَكَانَتْ أَوَّلَ
حُمَّى نَزَلَتِ الْأَرْضَ، ثُمَّ شَكَوُا الْفَأْرَةَ فَقَالُوا:
الفُوَيسقة تُفْسِدُ عَلَيْنَا طَعَامَنَا وَمَتَاعَنَا. فَأَوْحَى اللَّهُ
إِلَى الْأَسَدِ، فَعَطَسَ، فَخَرَجَتِ الْهِرَّةُ مِنْهُ، فَتَخَبَّأَتِ
الْفَأْرَةُ مِنْهَا
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abdullah Ibnu Saleh (juru tulis Al-Lais), telah
menceritakan kepadaku Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Hisyam ibnu
Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Setelah Nuh membawa serta ke dalam perahunya dari setiap
makhluk satu jodoh, teman-temannya berkata, "Bagaimana ternak-ternak itu
dapat tenang bila mereka tinggal bersama singa?” Maka Allah menimpakan
penyakit demam pada singa, dan penyakit demam itu adalah penyakit demam
yang mula-mula ada di bumi. Kemudian mereka mengadu tentang tikus,
mereka berkata, "Binatang perusak ini telah membuat rusak makanan dan
barang-barang kami.” Maka Allah memerintahkan kepada singa untuk bersin.
Lalu bersinlah singa itu, dan keluarlah darinya kucing; maka
tikus-tikus itu bersembunyi dari kucing (karena takut kepadanya).
Firman Allah Swt.:
{وَأَهْلَكَ إِلا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ}
dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya. (Hud: 40)
Yakni muatkanlah ke dalam bahtera itu seluruh keluargamu, mereka terdiri
atas ahli bait dan kaum kerabat Nuh a.s. Kecuali orang yang telah
ditetapkan oleh takdir Allah dari kalangan mereka, yaitu orang-orang
yang tidak beriman kepada Allah dari kalangan mereka. Di antaranya ialah
anak lelaki Nabi Nuh sendiri yang bernama Yam, dia memisahkan dirinya;
juga istri Nabi Nuh yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya.
Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ آمَنَ}
dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman.(Hud: 40)
Yaitu dari kalangan kaummu.
{وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلا قَلِيلٌ}
Dan tidak beriman bersama Nuh itu kecuali sedikit.(Hud: 40)
Maksudnya, sangat sedikit; padahal masa Nabi Nuh tinggal bersama mereka
cukup lama, yaitu kurang lebih sembilan ratus lima puluh tahun.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa jumlah mereka yang beriman kepada
Nabi Nuh ada delapan puluh jiwa termasuk kaum wanitanya.
Diriwayatkan dari Ka'bul Ahbar bahwa jumlah mereka yang beriman adalah
tujuh puluh dua orang. Menurut pendapat lainnya adalah sepuluh orang.
Menurut pendapat lainnya, sesungguhnya yang naik ke dalam bahtera itu
hanyalah Nuh dan ketiga putranya (yaitu Sam, Ham, dan Yafis) serta empat
orang wanita, yaitu istri dari ketiga putra Nuh dan istri Yam.
Menurut pendapat yang lainnya lagi, istri Nuh pun berada bersama mereka
di dalam bahtera itu, tetapi pendapat ini masih perlu dipertimbangkan
kebenarannya. Karena sesungguhnya menurut pendapat yang kuat, istri Nabi
Nuh binasa, karena dia masih memeluk agama kaumnya, sehingga ia
tertimpa apa yang menimpa kaumnya. Perihalnya sama dengan istri Nabi Lut
yang ikut tertimpa azab yang menimpa kaumnya.
Firman-Nya
وَقَالَ ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ
رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (41) وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ
كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ
ارْكَبْ مَعَنَا وَلا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ (42) قَالَ سَآوِي إِلَى
جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ
اللَّهِ إِلا مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ
الْمُغْرَقِينَ (43)
Dan Nuh berkata, "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama
Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.” Sesungguhnya Tuhanku
benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan bahtera itu berlayar
membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil
anaknya, sedangkan anak itu berada di tempat yang jauh terpencil, "Hai
anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada
bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab, "Aku akan mencari
perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh
berkata, " Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain
Allah(saja) Yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang
antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang
ditenggelamkan.
Allah Swt. berfirman menceritakan perihal Nabi Nuh a.s., bahwa dia
berkata kepada orang-orang yang diperintahkan agar dibawa masuk ke dalam
bahteranya:
{ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا}
Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. (Hud: 41)
Yakni dengan menyebut nama Allah ia dapat berlayar di atas air, dan
dengan menyebut nama Allah pula ia dapat berlabuh di akhir
perjalanannya.
Abu Raja Al-Utaridi membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
"بسْمِ اللهِ مُجْرِيَها ومُرْسِيهَا".
dengan menyebut nama Allah yang memberlayarkan dan yang melabuhkannya. (Hud: 41)
Dan Allah Swt. telah berfirman:
{فَإِذَا اسْتَوَيْتَ أَنْتَ وَمَنْ مَعَكَ عَلَى الْفُلْكِ فَقُلِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي نَجَّانَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ وَقُلْ
رَبِّ أَنزلْنِي مُنزلا مُبَارَكًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْمُنزلِينَ}
Apabila kamu dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas bahtera
itu, maka ucapkanlah, "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan
kami dari orang-orang zalim.” Dan berdoalah, "Ya Tuhanku, tempatkanlah
aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik Yang
memberi tempat.” (Al-Mu’minun: 28-29)
Karena itulah maka disunatkan membacabasmalah di saat hendak menaiki
kendaraan, baik kendaraan laut maupun kendaraan darat, sebagaimana yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{وَالَّذِي خَلَقَ الأزْوَاجَ كُلَّهَا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْفُلْكِ وَالأنْعَامِ مَا تَرْكَبُونَ لِتَسْتَوُوا عَلَى ظُهُورِهِ}
Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untuk
kalian kapal dan binatang ternak yang kalian tunggangi, supaya kalian
duduk di atas punggungnya. (Az-Zukhruf: 12-13), hingga akhir ayat.
قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ
هَاشِمٍ الْبَغَوِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ
الْمُقَدَّمِيُّ -وَحَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى السَّاجِيُّ،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى الحَرشي -قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْحَمِيدِ بْنُ الْحَسَنِ الْهِلَالِيُّ، عَنْ نَهْشل بْنِ سَعِيدٍ، عَنِ
الضَّحَّاكِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَمَانُ أُمَّتِي مِنَ الْغَرَقِ إذا ركبوا في
السفن أن يقولوا: بسم اللَّهِ الْمَلِكِ، {وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ
قَدْرِهِ وَالأرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا
يُشْرِكُونَ} [الزُّمَرِ: 67] ، {بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا
إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ}
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim
ibnu Hasyim Al-Bagawi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu
Bakar Al-Maqdami, dan telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya
As-Saji, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Musa Al-Harsi,
keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid
ibnul Hasan Al-Hilali, dari Nahsyal ibnu Sa'id, dari Ad-Dahhak, dari
Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Keamanan umatku dari
tenggelam, bila mereka menaiki kapal laut ialah hendaknya mereka
mengucapkan, "Dengan menyebut nama Allah Maha Raja, dan mereka tidak
menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya —hingga akhir
ayat— dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.
Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ}
Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Hud: 41)
Makna ayat ini merupakan perimbangan di saat menyebutkan pembalasan
azab Allah yang ditimpakan atas orang-orang kafir dengan menenggelamkan
mereka semuanya. Untuk itu, Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Perihalnya sama dengan pengertian yang
terdapat di dalam firman-Nya:
{إِنَّ رَبَّكَ لَسَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ}
Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-A'raf: 167)
وَإِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغْفِرَةٍ لِلنَّاسِ عَلَى ظُلْمِهِمْ وَإِنَّ رَبَّكَ لَشَدِيدُ الْعِقَابِ
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai ampunan (yang luas) bagi
manusia, sekalipun mereka zalim; dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar
sangat keras siksa-Nya. (Ar-Ra'd: 6)
Masih banyak ayat lain yang menyebutkan antara rahmat dan azab-Nya secara bergandengan.
Firman Allah Swt.:
{وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ}
Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. (Hud: 42)
Maksudnya, bahtera itu berlayar membawa mereka di atas permukaan air
yang telah menggenangi semua daratan di bumi, yang ketinggiannya sampai
menutupi puncak-puncak gunung yang tertinggi, dan lebih tinggi lima
belas hasta darinya. Menurut pendapat lain, tinggi banjir besar itu
mencapai delapan puluh mil.
Bahtera Nabi Nuh itu berlayar di atas permukaan air dengan seizin Allah
dan dengan pengawasan, pemeliharaan, penjagaan, dan karuniaNya. Seperti
yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu:
{إِنَّا لَمَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ لِنَجْعَلَهَا لَكُمْ تَذْكِرَةً وَتَعِيَهَا أُذُنٌ وَاعِيَةٌ}
Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung), Kami bawa
(nenek moyang) kalian ke dalam bahtera, agar Kami jadikan peristiwa itu
peringatan bagi kalian dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau
mendengar. (Al-Haqqah: 11-12)
{وَحَمَلْنَاهُ عَلَى ذَاتِ أَلْوَاحٍ وَدُسُرٍ تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا
جَزَاءً لِمَنْ كَانَ كُفِرَ وَلَقَدْ تَرَكْنَاهَا آيَةً فَهَلْ مِنْ
مُدَّكِرٍ}
Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku,
yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai balasan bagi orang-orang
yang diingkari (Nuh). Dan sesungguhnya telah Kami jadikan kapal itu
sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?
(Al-Qamar: 13-15)
Adapun firman Allah Swt.:
وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ
Dan Nuh memanggil anaknya. (Hud: 42)
Yang dimaksud adalah anaknya yang keempat, namanya Yam; dia seorang
kafir. Ayahnya memanggilnya di saat hendak menaiki bahtera dan
menyerunya agar beriman serta naik bahtera bersama mereka sehingga tidak
tenggelam seperti yang dialami oleh orang-orang yang kafir.
{قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ}
Anaknya menjawab, "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah! (Hud: 43)
Menurut suatu pendapat, dia membuat perahu dari kaca untuknya. Akan
tetapi, kisah ini termasuk kisah Israiliyat, hanya Allah-lah yang
mengetahui kebenarannya. Tetapi yang di-nas-kan oleh Al-Qur'an ialah
bahwa dia berkata: Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat
memeliharaku dari air bah! (Hud: 43)
Karena kebodohannya, dia menduga bahwa banjir itu tidak akan dapat
mencapai puncak-puncak bukit (gunung); dan bahwa seandainya dia
mengungsi ke puncak gunung itu, niscaya dia dapat selamat dari air bah
tersebut. Maka ayahnya —Nuh a.s.— berkata kepadanya:
{لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلا مَنْ رَحِمَ}
Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang. (Hud: 43)
Yakni tidak ada sesuatu pun pada hari ini yang dapat melindungi dari
azab Allah. Menurut suatu pendapat, lafaz 'asiman ini bermakna
ma'suman,seperti dikatakan terhadap lafaz ta'im (pemberi makan) dan
kasin (pemberi pakaian) yang artinya mat'um (yang diberi makanan) dan
maksuwwun (yang diberi pakaian).
{وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ}
Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (Hud: 43)
Firman-Nya
وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ
الْمَاءُ وَقُضِيَ الأمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْدًا
لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (44)
Dan difirmankan, "Hai bumi, telanlah airmu; dan hai langit (hujan),
berhentilah, " dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan, dan
bahtera itu pun berlabuh di atas Bukit Judi, dan dikatakan, "Binasalah
orang-orang yang zalim.”
Allah Swt. menceritakan bahwa setelah Dia menenggelamkan seluruh
penduduk bumi kecuali orang-orang yang ada di dalam bahtera itu, lalu
Allah memerintahkan kepada bumi agar menelan airnya yang telah
dipancarkan darinya dan berkumpul di permukaannya. Allah memerintahkan
pula kepada langit agar menghentikan hujannya.
{وَغِيضَ الْمَاءُ}
dan air pun disurutkan. (Hud: 44)
Yaitu mulai menyurut dan berkurang.
{وَقُضِيَ الأمْرُ}
dan perintah pun diselesaikan. (Hud: 44)
Maksudnya, telah selesai dari membinasakan seluruh penduduk bumi yang
kafir kepada Allah, sehingga tiada sesuatu pun dari rumah mereka yang
tersisa.
{وَاسْتَوَتْ}
dan bahtera pun berlabuh (Hud: 44)
Yakni berlabuhlah bahtera itu bersama orang-orang yang ada di dalamnya.
{عَلَى الْجُودِيِّ}
di atas bukit Judi. (Hud: 44)
Mujahid mengatakan bahwa Judi adalah nama sebuah bukit yang terletak di
Jazirah Arab. Semua gunung saling meninggikan dirinya dari banjir pada
hari itu agar tidak tenggelam, tetapi Bukit Judi ber-tawadu (merendahkan
dirinya) kepada Allah Swt. Karena itu, ia tidak tenggelam, dan bahtera
Nabi Nuh berlabuh di atasnya.
Qatadah mengatakan bahwa bahtera Nabi Nuh berlabuh di atasnya selama
satu bulan sebelum mereka turun dari bahtera. Qatadah mengatakan, "Allah
membiarkan bahtera Nabi Nuh tetap ada di atas Bukit Judi, yaitu di
salah satu kawasan jazirah, sebagai pelajaran dan pertanda, hingga dapat
dilihat oleh generasi pertama dari kalangan umat ini (umat Nabi Saw.)
Berapa banyak bahtera yang ada sesudahnya, tetapi semuanya hancur dan
menjadi debu."
Ad-Dahhak mengatakan bahwa Al-Judi adalah sebuah bukit yang terletak di
Mausul. Sebagian ulama mengatakan bahwa bukit yang dimaksud adalah Bukit
Tur.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Amr ibnu Rafi', telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Ubaid, dari Taubah ibnu Salim yang mengatakan, "Aku
melihat Zur ibnu Hubaisy melakukan salatnya di Az-Zawiyah ketika ia
masuk dari pintu gerbang Kindah yang ada di sebelah kananmu. Lalu aku
bertanya kepadanya, Sesungguhnya engkau kulihat sering melakukan salat
di sini pada hari Jumat?' Ia menjawab, 'Telah sampai suatu berita
kepadaku bahwa bahtera Nabi Nuh pernah berlabuh di sini'."
Alba ibnu Ahmar telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa Nabi Nuh di dalam bahteranya ditemani oleh delapan
puluh orang lelaki berikut istri-istri mereka. Dan sesungguhnya mereka
berada di dalam bahtera itu selama seratus lima puluh hari.
Dan sesungguhnya Allah mengarahkan bahtera ke Mekah, lalu tawaf di
Baitullah selama empat puluh hari, kemudian Allah mengarahkannya ke
Bukit Al-Judi, dan bahtera itu menetap di puncaknya.
Maka Nabi Nuh mengirimkan burung gagak untuk mendatangkan berita tentang
daratan kepadanya. Lalu burung gagak pergi, dan ia hinggap pada bangkai
sehingga membuatnya melalaikan tugasnya. Kemudian Nabi Nuh mengirimkan
burung merpati (untuk mendatangkan berita yang sama), maka burung
merpati kembali dengan membawa daun pohon zaitun dan kedua kakinya
berlumuran lumpur. Sejak saat itu Nabi Nuh a.s. mengetahui bahwa air
telah surut, maka ia turun ke bagian bawah Bukit Al-Judi, yakni di
lembahnya.
Nabi Nuh mulai membangun sebuah kota, lalu ia beri nama Samanin; dan di
suatu masa, bahasa mereka terpecah belah menjadi delapan puluh bahasa,
salah satunya adalah bahasa Arab., Sebagian dari mereka tidak dapat
memahami bahasa sebagian yang lain, dan Nabi Nuhlah yang menjadi juru
penerjemahnya di kalangan mereka.
Ka'b Al-Ahbar mengatakan, sesungguhnya bahtera Nuh a.s. mengelilingi
kawasan Timur dan Barat sebelum ia menetap di Bukit Al-Judi.
Qatadah dan lain-lainnya mengatakan bahwa mereka menaiki bahtera itu
pada tanggal sepuluh Rajab, lalu mereka berlayar selama seratus lima
puluh hari; dan bahtera itu menetap di Bukit Al-Judi selama satu bulan,
sedangkan mereka masih berada di dalamnya. Dan mereka baru keluar dari
bahtera pada hari Asyura bulan Muharam.
Hal yang semisal telah disebutkan di clalam sebuah hadis marfu
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Disebutkan bahwa mereka melakukan puasa
pada hari mereka keluar dari bahtera itu.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الصَّمَدِ بْنُ حَبِيب الْأَزْدِيُّ، عَنْ أَبِيهِ حَبِيبِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ، عَنْ شُبَيل، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: مَرَّ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأُنَاسٍ مِنَ الْيَهُودِ، وَقَدْ
صَامُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ: مَا هَذَا الصَّوْمُ؟ قَالُوا: هَذَا
الْيَوْمُ الَّذِي نَجَّى اللَّهُ مُوسَى وَبَنِي إِسْرَائِيلَ مِنَ
الْغَرَقِ، وَغَرِقَ فِيهِ فِرْعَوْنُ، وَهَذَا يَوْمٌ اسْتَوَتْ فِيهِ
السَّفِينَةُ عَلَى الجُودِيّ، فِصَامَهُ نُوحٌ وَمُوسَى، عَلَيْهِمَا
السَّلَامُ، شُكْرًا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى، وَأَحَقُّ بِصَوْمِ
هَذَا الْيَوْمِ". فَصَامَ، وَقَالَ لِأَصْحَابِهِ: "مَنْ كَانَ أَصْبَحَ
مِنْكُمْ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، وَمَنْ كَانَ أَصَابَ من غَذاء
أَهْلِهِ، فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far, telah
menceritakan kepada kami Abdus Samad ibnu Habib Al-Azdi, dari ayahnya
(yaitu Habib ibnu Abdullah), dari Syibi, dari Abu Hurairah yang
menceritakan bahwa Nabi Saw. bersua dengan sejumlah orang Yahudi yang
sedang melakukan puasa pada hari Asyura, maka Nabi Saw. bertanya, "Puasa
apakah ini?" Mereka menjawab, "Hari ini adalah hari saat Allah
menyelamatkan Musa dan Bani Israil dari tenggelam dan pada hari yang
sama Fir'aun ditenggelamkan. Dan hari ini adalah hari saat bahtera (Nuh
a.s.) berlabuh di atas Bukit Al-Judi. Maka Nuh dan Musa melakukan puasa
pada hari ini sebagai ungkapan rasa syukurnya kepada Allah Swt." Maka
Nabi Saw. bersabda: Aku lebih berhak terhadap Musa dan lebih berhak
untuk melakukan puasa pada hari ini. Nabi Saw. melakukan puasa pada hari
itu, dan beliau bersabda kepada para sahabatnya: Barang siapa yang
berpagi hari di antara kalian dalam keadaan berpuasa, hendaklah ia
melanjutkan puasanya. Dan barang siapa yang telah menyantap sebagian
dari makanan keluarganya, maka hendaklah ia melanjutkan harinya dengan
puasa.
Hadis ini garib bila ditinjau dari segi jalur ini, tetapi sebagian darinya ada syahid yang menguatkannya di dalam kitab Sahih.
Firman Allah Swt.:
{وَقِيلَ بُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}
dan dikatakan, "Binasalah orang-orang yang zalim.” (Hud: 44)
Artinya, binasa dan merugilah mereka serta dijauhkanlah mereka dari
rahmat Allah Swt. Sesungguhnya mereka telah binasa sampai ke
akar-akarnya, sehingga tiada seorang pun dari mereka yang masih hidup.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir dan Al-Habr Abu Muhammad ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan di dalam kitab Tafsir-nya masing-masing:
مِنْ حَدِيثِ مُوسَى بْنِ يَعْقُوبَ الزَّمْعِيِّ، عَنْ قَائِدٍ -مَوْلَى
عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ -أَنَّ إِبْرَاهِيمَ بْنَ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ أَخْبَرَهُ: أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ: أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَوْ رَحِمَ اللَّهُ
مِنْ قَوْمِ نُوحٍ أَحَدًا لَرَحِمَ أُمَّ الصَّبِيِّ"، قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَانَ نُوحٌ، عَلَيْهِ
السَّلَامُ، مَكَثَ فِي قَوْمِهِ أَلْفَ سَنَةٍ [إِلَّا خَمْسِينَ عَامًا] ،
يَعْنِي وَغَرَسَ مِائَةَ سَنَةٍ الشَّجَرَ، فَعَظُمَتْ وَذَهَبَتْ كُلَّ
مَذْهَبٍ، ثُمَّ قَطَعَهَا، ثُمَّ جَعَلَهَا سَفِينَةً وَيَمُرُّونَ
عَلَيْهِ وَيَسْخَرُونَ مِنْهُ وَيَقُولُونَ: تَعْمَلُ سَفِينَةً فِي
البَرّ، فَكَيْفَ تَجْرِي؟ قَالَ: سَوْفَ تَعْلَمُونَ. فَلَمَّا فَرَغَ
ونَبَع الْمَاءُ، وَصَارَ فِي السِّكَكِ خشِيت أُمُّ الصَّبِيِّ عَلَيْهِ،
وَكَانَتْ تُحِبُّهُ حُبًّا شَدِيدًا، فَخَرَجَتْ إِلَى الْجَبَلِ، حَتَّى
بَلَغَتْ ثُلُثَهُ فَلَمَّا بَلَغَهَا الْمَاءُ [ارْتَفَعَتْ حَتَّى
بَلَغَتْ ثُلُثَيْهِ، فَلَمَّا بَلَغَهَا الْمَاءُ] خَرَجَتْ بِهِ حَتَّى
اسْتَوَتْ عَلَى الْجَبَلِ، فَلَمَّا بَلَغَ رَقَبَتَهَا رَفَعَتْهُ
بِيَدَيْهَا فَغَرِقَا فَلَوْ رَحِمَ اللَّهُ مِنْهُمْ أَحَدًا لَرَحِمَ
أُمَّ الصَّبِيِّ"
Melalui hadis Ya'qub ibnu Musa Az-Zam'i, dari Qaid pelayan Ubaidillah
ibnu Abu Rafi', bahwa Ibrahim ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Rabi'ah pernah
bercerita kepadanya bahwa Siti Aisyah r.a. telah menceritakan kepadanya
bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Seandainya Allah merahmati seseorang
dari kalangan kaum Nuh, niscaya Dia membelaskasihani ibu bayi itu.
Rasulullah Saw. melanjutkan kisahnya: Nuh a.s. tinggal di kalangan
kaumnya selama sembilan ratus lima puluh tahun. Ia menanam pohon selama
seratus tahun, dan pohon-pohon yang ditanamnya itu menjadi besar dan
menjulang tinggi sekali. Lalu Nuh menebangnya dan menjadikannya perahu.
Mereka(kaumnya) melewatinya dan mengejeknya seraya berkata, "Kamu buat
perahu di daratan, bagaimana dapat berlayar?” Nuh menjawab, "Kelak
kalian akan mengetahui.” Setelah Nuh selesai dari pembuatan perahunya,
maka memancarlah air sehingga membanjiri jalan-jalan dan kawasan kota.
Maka ibu si bayi itu takut akan keselamatan anaknya yang sangat
dicintainya. Lalu ia keluar menaiki sebuah gunung hingga mencapai
ketinggian sepertiganya. Ketika air mencapainya, maka ia naik lagi ke
atas gunung itu hingga mencapai dua pertiga ketinggiannya. Dan ketika
air bah mencapainya, maka ia naik ke atas puncak gunung itu. Dan ketika
air mencapai lehernya, maka ia mengangkat bayinya dengan kedua
tangannya, tetapi akhirnya keduanya tenggelam. Seandainya Allah
mengasihani seseorang dari mereka, niscaya Dia mengasihani ibu si bayi
itu.
Hadis ini garib bila ditinjau dari jalur ini. Kisah bayi dan ibunya ini
telah diriwayatkan dari Ka'b Al-Ahbar, Mujahid ibnu Jubair dengan alur
kisah yang semisal.
Firman-Nya
وَنَادَى نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ
وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ (45) قَالَ يَا نُوحُ
إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلا
تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ
الْجَاهِلِينَ (46) قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا
لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ
الْخَاسِرِينَ (47)
Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata, "Ya Tuhanku,
sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau
itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.” Allah
berfirman, "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang
dijanjikan akan diselamatkan),sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan
yang tidak baik Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang
kamu tidak mengetahui(hakikat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan
kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak
berpengetahuan.” Nuh berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung
kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tidak
mengetahui (hakikatnya)Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun
kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan
termasuk orang-orang yang merugi.”
Sebuah permintaan yang penuh dengan rasa berserah diri dan kejujuran dari Nuh a.s. tentang keadaan anaknya yang ditenggelamkan:
{فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي}
Nuh berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku." (Hud: 45)
Maksudnya, sedangkan Engkau telah menjanjikan kepadaku keselamatan
seluruh keluargaku, dan janji-Mu adalah benar, tidak akan diingkari;
maka mengapa Engkau menenggelamkannya. Dan Engkau adalah Hakim yang
seadil-adilnya.
{قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ}
Allah berfirman, "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu." (Hud: 46)
yang telah Aku janjikan keselamatan mereka, karena sesungguhnya Aku
hanya menjanjikan kepadamu keselamatan orang-orang yang beriman saja
dari kalangan keluargamu. Karena itulah dalam ayat yang lain disebutkan
oleh firman-Nya:
{وَأَهْلَكَ إِلا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ}
dan (juga) keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan
(akan ditimpa azab) di antara mereka. (Hud: 40 ; Al-Mu’minun: 27)
Putra Nabi Nuh itu termasuk di antara mereka yang telah ditakdirkan
harus ditenggelamkan karena kekafirannya dan menentang perintah ayahnya
sebagai Nabi Allah. Banyak dari kalangan para imam yang me-nas-kan
kekeliruan orang yang berpendapat bahwa anak yang ditenggelamkan
tersebut bukanlah putranya, dalam tafsir ayat ini. Dan ia mengatakan
bahwa anak tersebut adalah anak zina. Dan menurut pendapat yang lainnya
lagi, anak yang ditenggelamkan tersebut adalah anak istri Nabi Nuh,
yaitu anak tirinya. Demikianlah menurut riwayat yang bersumberkan dari
Mujahid, Al-Hasan, Ubaid ibnu Umair, Abu Ja'far Al-Baqir, dan Ibnu
Juraij. Sebagian dari mereka berdalilkan kepada firman Allah Swt. yang
mengatakan:
{إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ}
sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. (Hud: 46)
{فَخَانَتَاهمُا}
lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. (At-Tahrim: 10)
Di antara orang yang mengatakan pendapat tersebut adalah Al-Hasan
Al-Basri yang berdalilkan kepada kedua ayat di atas. Sebagian dari
mereka mengatakan anak istrinya, yakni anak tiri Nuh a.s. Pendapat ini
dapat diartikan sependapat dengan apa yang dimaksudkan oleh Al-Hasan;
atau dia bermaksud bahwa anak tersebut dinisbatkan kepada Nuh a.s.
secara majaz, karena anak tersebut dipelihara di rumah Nuh a.s.
Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama
Salaf mengatakan bahwa tidak ada seorang istri nabi yang berbuat zina.
Mengenai firman-Nya yang mengatakan:
{إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ}
sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu.(Hud: 46)
yang telah Aku janjikan kepadamu keselamatan mereka.
Pendapat Ibnu Abbas dalam tafsir ayat ini adalah benar, dan tidak ada
jalan untuk menghindar darinya. Karena sesungguhnya Allah Swt. sangat
pencemburu dan tidak akan mungkin Dia biarkan ada seorang istri nabi
yang berbuat zina. Karena itulah Allah Swt. sangat murka terhadap
orang-orang yang menuduh hal yang tidak senonoh terhadap Ummul Mu’minin
Siti Aisyah putri Abu Bakar As-Siddiq, istri Nabi Saw. Dan Dia
mengingkari orang-orang mukmin yang mempergunjingkan hal ini serta
menyiarkannya. Untuk itulah disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ
شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا
اكْتَسَبَ مِنَ الإثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ
عَظِيمٌ}
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari
golongan kalian juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu
buruk bagi kalian, tetapi hal itu mengandung kebaikan bagi kalian.
Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang
dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang
terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya azab yang besar.
(An-Nur: 11)
sampai dengan firman-Nya:
{إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا
لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ
عَظِيمٌ}
(Ingatlah) di waktu kalian menerima berita bohong itu dari mulut ke
mulut dan kalian katakan dengan mulut kalian apa yang tidak kalian
ketahui sedikit juga, dan kalian menganggapnya suatu yang ringan saja.
Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. (An-Nur: 15)
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari
Qatadah dan lain-lainnya, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa anak itu memang anaknya, hanya dia bertentangan dengan ayahnya
dalam hal amal dan niat (akidah).
Dalam sebagian qiraatnya Ikrimah mengatakan bahwa sesungguhnya anak itu
telah melakukan suatu perbuatan yang tidak baik, dan perbuatan khianat
(seperti yang disebutkan di atas) bukanlah pada tempatnya. Telah
disebutkan pula di dalam hadis bahwa Rasulullah Saw. membacanya dengan
bacaan tersebut.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا
حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ شَهْر بْنِ حَوْشَب، عَنْ
أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ: "إِنَّهُ عَمِلَ غَيْرَ صَالِح"،
وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ : {يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى
أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ
الذُّنُوبَ جَمِيعًا} وَلَا يُبَالِي {إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ
الرَّحِيمُ}
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun,
telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari
Syahr ibnu Hausyab, dari Asma binti Yazid yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah Saw. membacakan ayat ini dengan bacaan
berikut: Sesungguhnya perbuatannya perbuatan yang tidak baik. (Hud: 46)
Ia pernah pula mendengar Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Hai
hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. (Az-Zumar: 53) Yakni tanpa
mempedulikannya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Az-Zumar: 53)
قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا هَارُونُ
النَّحْوِيُّ، عَنْ ثَابِتٍ البُنَاني، عَنْ شَهْر بْنِ حَوْشَب، عَنْ
أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَرَأَهَا: "إِنَّهُ عَمِل غَيْرَ
صَالِح"
Imam Ahmad mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Waki',
telah menceritakan kepada kami Harun An-Nahwi, dari Sabit Al-Bannani,
dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ummu Salamah, bahwa Rasulullah Saw.
membacanya dengan bacaan berikut: Sesungguhnya perbuatannya perbuatan
yang tidak baik. (Hud: 46)
Imam Ahmad mengulangi pula riwayat ini dalam kitab Musnad-nya. Ummu
Salamah adalah Ummul Mu’minin, tetapi menurut makna lahiriahnya —hanya
Allah yang lebih mengetahui— dia adalah Asma binti Yazid, karena Asma
binti Yazid pun dijuluki dengan nama panggilan itu (yakni Ummu Salamah).
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari
Ibnu Uyaynah, dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sulaiman ibnu Qubbah yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas ketika berada di sisi
Ka'bah ditanya mengenai firman Allah Swt.: lalu kedua istri itu
berkhianat kepada kedua suaminya. (At-Tahrim: 10) Maka Ibnu Abbas
menjawab, "Ingatlah, sesungguhnya bukan karena zina, melainkan si istri
tersebut menceritakan kepada orang-orang bahwa suaminya gila." Dan hal
ini tentu saja menunjukkan kepada pengertian perbuatan khianat. Kemudian
Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: sesungguhnya perbuatannya perbuatan
yang tidak baik. (Hud: 46)
Ibnu Uyaynah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ammar Az-Zahabi,
bahwa ia pernah bertanya kepada Sa'id ibnu Jubair mengenai hal tersebut.
Maka Sa'id ibnu Jubair menjawab bahwa dia memang anak Nabi Nuh, Allah
tidak pernah berdusta.
Allah Swt. telah berfirman:
{وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ}
Dan Nuh berseru memanggil anaknya. (Hud: 42)
Sebagian ulama mengatakan bahwa tiada seorang istri nabi yang berbuat
fasik. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ikrimah,
Ad-Dahhak, Maimun ibnu Mahran, dan Sabit ibnul Hajjaj. Pendapat inilah
yang dipilih oleh Abu Ja'far ibnu Jarir, dan pendapat inilah yang benar,
tidak diragukan lagi.
Firman-Nya
قِيلَ يَا نُوحُ اهْبِطْ بِسَلامٍ مِنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلَى
أُمَمٍ مِمَّنْ مَعَكَ وَأُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُمْ مِنَّا
عَذَابٌ أَلِيمٌ (48)
Difirmankan, "Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh
keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari
orang-orang yang bersamamu. Dan ada umat-umat yang Kami beri kesenangan
pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab
yang pedih dari Kami.”
Allah Swt. menceritakan firman-Nya kepada Nuh a.s. ketika bahteranya
telah berlabuh di atas Bukit Al-Judi, yaitu ucapan kesejahteraan yang
ditujukan kepadanya, kepada orang-orang mukmin yang bersamanya, dan
kepada seluruh orang mukmin dari kalangan keturunannya sampai hari
kiamat. Seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ka'b, bahwa termasuk
ke dalam ucapan sejahtera (salam) ini setiap orang mukmin —baik
laki-laki maupun perempuan— sampai hari kiamat nanti. Demikian pula
mengenai azab dan kesenangan sementara, ditujukan kepada setiap orang
kafir laki-laki dan perempuan sampai hari kiamat nanti.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Allah bermaksud menghentikan
banjir besar, Dia mengirimkan angin ke atas permukaan bumi. Maka air
pun berhenti, dan semua sumber air di bumi yang berlimpah lagi besar
tertutup, begitu pula semua pintu langit (yakni hujannya).
Allah Swt. berfirman:
وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ
Dan difirmankan, "Hai bumi, telanlah airmu.” (Hud: 44), hingga akhir ayat.
Maka air pun mulai berkurang dan menyurut serta mengering.
Menurut dugaan Ahli Kitab Taurat, berlabuhnya bahtera Nabi Nuh di atas
Bukit Al-Judi adalah pada bulan tujuh tanggal tujuh belasnya. Dan pada
permulaan bulan kesepuluh Nuh a.s. melihat puncak-puncak bukit. Setelah
berlalu empat puluh hari, Nuh membuka pintu bahteranya, lalu ia
mengirimkan burung gagak untuk melihat keadaan air, tetapi burung gagak
tidak kembali lagi. Lalu Nuh mengirimkan burung merpati, dan burung
merpati itu kembali lagi kepadanya karena tidak menemukan daratan untuk
tempat hinggapnya. Maka Nabi Nuh mengulurkan tangannya kepada merpati
itu dan menangkapnya, lalu memasukkannya kembali kedalam bahtera.
Kemudian berlalulah tujuh hari, dan Nuh kembali mengirimkan burung
merpati untuk melihat keadaan daratan. Merpati itu kembali kepadanya
pada sore harinya, sedangkan di paruhnya terdapat daun pohon zaitun.
Maka Nuh mengetahui bahwa air telah menyurut dari permukaan bumi
Nuh tinggal selama tujuh hari lagi, kemudian ia kembali mengirimkan
burung merpati itu, dan ternyata burung merpati itu tidak kembali, maka
Nuh mengetahui bahwa daratan telah muncul. Setelah genap satu tahun
sejak Allah mengirimkan banjir besar hingga Nuh mengirimkan burung
merpati dan pada tanggal satu bulan pertama dari tahun berikutnya
daratan telah tampak, maka Nuh membuka penutup bahteranya. Dan pada
bulan yang kedua dari tahun berikutnya, yaitu pada tanggal dua puluh
enamnya:
قِيلَ يَا نُوحُ اهْبِطْ بِسَلامٍ مِنَّا
Difirmankan, "Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera.” (Hud: 48), hingga akhir ayat.
Firman-Nya
تِلْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهَا إِلَيْكَ مَا كُنْتَ
تَعْلَمُهَا أَنْتَ وَلا قَوْمُكَ مِنْ قَبْلِ هَذَا فَاصْبِرْ إِنَّ
الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ (49)
Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang gaib yang Kami
wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak
(pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang
baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.
Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, bahwa kisah ini dan yang serupa dengannya:
{مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ}
di antara berita-berita penting tentang yang gaib.(Hud: 49)
Yakni termasuk di antara berita-berita yang gaib di masa lalu, Kami
wahyukan kepadamu dengan apa adanya seakan-akan kamu menyaksikannya
sendiri:
{نُوحِيهَا إِلَيْكَ}
Kami wahyukan kepadamu. (Hud: 49)
Maksudnya, Kami ajarkan kepadamu tentangnya sebagai wahyu yang Kami turunkan kepadamu:
{مَا كُنْتَ تَعْلَمُهَا أَنْتَ وَلا قَوْمُكَ مِنْ قَبْلِ هَذَا}
tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula)kaummu sebelum ini. (Hud: 49)
Yakni tidaklah kamu —-tidak pula seseorang pun dari kaummu— mengetahui
kisah ini sebelumnya, sehingga berkatalah orang-orang yang
mendustakanmu, bahwa sesungguhnya kamu telah mempelajarinya dari
seseorang. Tidak, bahkan Allah-Iah yang memberitahukannya kepadamu
sesuai dengan kejadian yang sebenarnya, seperti juga yang dikisahkan
oleh kitab-kitab para nabi sebelum kamu.
Maka bersabarlah terhadap pendustaan orang-orang yang mendustakanmu
dari kalangan kaummu, juga bersabarlah dalam menghadapi gangguan mereka
yang menyakitkan terhadap dirimu. Karena sesungguhnya Kami pasti akan
memenangkan kamu dan meliputi kamu dengan perhatian Kami, dan Kami
jadikan akibat yang terpuji bagimu dan bagi para pengikutmu di dunia dan
di akhirat. Perihalnya sama dengan apa yang telah Kami lakukan terhadap
para utusan lainnya, Kami menolong mereka dari musuh-musuhnya,
sebagaimana yang disebutkan oleh firman Allah Swt.:
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman. (Al-Mu’min: 51), hingga akhir ayat.
وَلَقَدْ سَبَقَتْ كَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الْمُرْسَلِينَ إِنَّهُمْ لَهُمُ الْمَنْصُورُونَ
Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang
menjadi rasul, (yaitu)sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat
pertolongan. (Ash-Shaffat: 171-172)
Adapun firman Allah Swt.:
{فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ}
Maka bersabarlah, sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.(Hud: 49)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar